MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sengketa lahan tanah seluas 7.200 meter persegi di Jalan Krakatau, Kelurahan Pulo Brayan Darat II, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, belum menemukan titik terang. Ahli waris mengaku belum pernah menerima ganti rugi atas lahan itu.
Hal itu dikatakan kuasa ahli waris dari Almarhum Basri, Ade Suferi (45).
Dalam keterangan rilisnya, Minggu (26/1), Ade mengatakan ahli waris tidak pernah menandatangani bukti penerimaan ganti rugi atas lahan itu. Anehnya, sudah ada kwitansi tanda terima ganti rugi. “Kenapa sudah ada kuitansi ganti rugi. Harus diusut siapa oknum yang menerima dan siapa oknum yang memberikan ganti rugi itu, karena dalam putusan Peninjauan Kembali (PK), hal tersebut tidak dibenarkan,” ujarnya.
Berbekal kuitansi yang diduga bodong itu, Camat Medan Timur Ody Batubara kemudian mengabaikan putusan pengadilan. “Ada permainan di situ,” tegasnya.
Pengadilan Negeri (PN) Medan sendiri sekitar sebulan lalu menyurati Camat Medan Timur untuk melaksanakan putusan yang sudah inkrah atau berkekuatan hukum tersebut.
Pasalnya, ahli waris pemilik tanah almarhum Basri selaku penggugat, telah memenangkan gugatan melawan Pemerintah Kota (Pemkot) Medan, mulai dari PN Medan tahun 1993, Pengadilan Tinggi (PT) Sumut tahun 1994, kasasi Mahkamah Agung (MA) tahun 1996, hingga PK MA tahun 1997.
Namun, hingga kini surat-surat yang menjadi hak ahli waris belum diserahkan ke mereka, anak-anak almarhum Basri selaku pemilik sah lahan tersebut, dengan berbagai alasan.
Akibatnya, ahli waris tidak bisa mengurus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Surat Keterangan Tidak Sengketa (SKTS) atas lahan tanah milik mereka itu.
Sementara itu, dugaan adanya keterlibatan oknum camat di Pemko Medan atas sengketa lahan tanah tersebut, membuat wakil rakyat di DPRD Medan turut angkat bicara. Mereka menilai bahwa Pemko Medan tidak boleh tinggal diam akan dugaan terlibatnya oknum pejabat mereka dalam pelanggaran hukum.
Sekretaris Komisi I DPRD Medan, Habiburrahman Sinuraya mengatakan Pemko Medan harus mencari tahu kebenaran atas dugaan keterlibatan tersebut.
“Kalau memang ada dugaan oknum camat yang ‘bermain’ di sini, ya tentu Pemko tidak boleh tinggal diam. Harus ada investigasi dari mereka, benar atau tidak adanya keterlibatan itu. Kalau benar, sejauh apa oknum tersebut terlibat,” tegas Habib kepada Sumut Pos, Minggu (26/1).
Dikatakan Habib, Pemko harus mencari tahu alasan pasti, kenapa oknum camat tersebut enggan melaksanakan putusan pengadilan yang telah memenangkan ahli waris pemilik tanah hingga akhirnya ahli waris tidak dapat mengurus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta surat keterangan tidak sengketa (SKTS) di kecamatan tersebut.
“Kalau ahli waris memang sudah memenangkan gugatan di Pengadilan terkait sengketa lahan itu dan memang sudah inkrah, seharusnya tidak ada masalah lagi, pihak kecamatan tinggal menjalankan sesuatu putusan saja. Tapi kalau mereka tidak mengindahkan, harusnya Pemko bisa memulai dari situ. Tanya apa alasannya,” katanya.
Senada dengan Habib, anggota Komisi I DPRD Medan, Abdul Rani menjelaskan bahwa Pemko Medan harus campur tangan dalam hal ini. Pemko tidak boleh berdiam diri bila ada dugaan oknum pejabatnya yang diketahui terlibat dalam sebuah pelanggaran hukum.
Seperti diketahui, sengketa lahan tanah seluas 7.200 meter persegi di Jalan Krakatau, Kelurahan Pulo Brayan Darat II, Medan Timur, semakin memanas. Terbaru, Camat Medan Timur, Ody Batubara diancam bakal dilaporkan ke Mabes Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ahli waris melalui kuasa hukumnya mengatakan, pihaknya kesulitan untuk mengurus PBB dan SKTS. Padahal, ahli waris sudah memenangkan gugatan di pengadilan terkait sengketa lahan tanah seluas 7.200 meter persegi di Jalan Krakatau, Kelurahan Pulo Brayan Darat II, Kecamatan Medan Timur, Medan. Bahkan putusan itu sudah ada sejak 1997 silam. Untuk itu, mereka berniat untuk melaporkan oknum camat tersebut ke Mabes Polri dan KPK.
Sebelumnya, ahli waris pemilik tanah almarhum Basri selaku penggugat, telah memenangkan gugatan melawan Pemerintah Kota (Pemko) Medan, mulai dari Pengadilan Negeri (PN) Medan tahun 1993, Pengadilan Tinggi (PT) Sumut tahun 1994, Kasasi Mahkamah Agung (MA) tahun 1996, hingga Peninjauan Kembali (PK) MA tahun 1997. (dek/map/ila)