30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Pertumbuhan Ekonomi Meleset dari Target, Jawa Masih jadi Tumpuan

Suhariyanto
Kepala BPS
Suhariyanto, Kepala BPS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pertumbuhan ekonomi RI sepanjang 2019 tercatat berada di bawah target yang ditetapkan pemerintah. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menuturkan, pertumbuhan ekonomi 2019 mencapai 5,02 persen.

Realisasi itu lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2018 sebesar 5,17 persen. Angka pertumbuhan ekonomi itu juga tidak mencapai target yang telah ditetapkan pemerintah dalam APBN 2019 dipatok 5,3 persen.

‘’Mempertahankan pertumbuhan ekonomi pada level 5 persen di tengah situasi perekonomian saat ini bukan pekerjaan mudah,’’ ujar Suhariyanto di kantor BPS, Jakarta, kemarin (5/2).

Pria yang akrab disapa Kecuk itu menuturkan, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 yang mencapai 5,02 persen dapat dikatakan baik. Sebab, kondisi perekonomian global pada tahun lalun

masih dipenuhi dengan ketidakpastian. ‘’Angka ini bisa dimaklumi,’’ imbuhnya.

Dia memerinci, penyumbang terbesar dalam struktur produk domestik bruto (PDB) nasional adalah sektor industri. Padahal, pada 2019, sektor tersbeut mengalami perlambatan yang cukup dalam.

BPS mencatat, sektor industri menyumbang 19,7 persen dari total struktur PDB. Sektor tersebut mencatatkan pertumbuhan sebesar 3,8 persen atau jauh lebih rendah dibandingkan capaian pada 2018 yang tercatat sebesar 4,27 persen.

Adapun wilayah Jawa masih menjadi penyumbang terbesar bagi ekonomi RI sepanjang 2019. Pulau Jawa memberikan kontribusi 59 persen terhadap perekonomian nasional dengan pertumbuhan 5,52 persen.

‘’Sepanjang 2019 provinsi-provinsi di pulau Jawa dan Sumatera itu memberikan kontribusi terbesar pada Indonesia, di Jawa terbesar di Jakarta,’’ kata Kecuk.

Adapun Sumatera memegang kontribusi 21,32 persen terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dengan pertumbuhan 4,57 persen. Kemudian disusul Kalimantan dengan porsi 8,05 persen dengan angka pertumbuhan 4,99 persen.

Namun, ada juga wilayah yang mencatat pertumbuhan ekonomi minus yakni Papua. Wilayah tersebut mengalami minus 15,72 persen karena adanya penurunan produksi tambang di Freeport.

‘’Pertumbuhan ekonomi Papua kuartal I sampai kuartal IV 2019 selalu kontraksi. Penyebab utamanya adalah Freeport yang produksinya menurun karena ada peralihan sistem tambang di sana,’’ katanya.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo menyatakan pemerintah memilih tetap bersikap optimistis meskipun pertumbuhan ekonomi 2019 turun dibandingkan 2018. Sebagaimana sebelumnya, patokan Jokowi adalah perbandingan dengan negara-negara sesama anggota G-20. ’’Kita ini nomor dua, growth kita,’’ terangnya di Istana negara kemarin.

Menurut dia, justru Indonesia harus bersyukur karena masih bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas lima persen. Di saat negara-negara lain banyak yang mengalami penurunan. Apalagi, bukan hal mudah menjaga pertumbuhan ekonomi di atas lima persen di saat perekonomian global sedang lesu.

Sejauh ini, tutur Jokowi, komunikasi antara otoritas moneter dalam hal ini bank sentral, dengan pemerintah masih tergolong baik. ’’Kebijakan moneter oleh Bank Indonesia yang sangat prudent kebijakan perbankan oleh OJK yang sangat prudent, itu sangat baik,’’ lanjutnya. Begitu pula keboijakan fiskal di APBN.

Ditambah lagi, kepercayaan internasional kepada Indonesia juga masih terjaga. Sejumlah rating agency juga memberikan kenaikan pada posisi Indonesia. ’’Misalnya Japan Credit Rating, memberikan tambahan level yang lebih tinggi kepada kita,’’ tutur mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Karena itulah, dia masih optimistis dengan kondisi perekonomian yang ada, termasuk pertumbuhannya. (dee/byu)

Suhariyanto
Kepala BPS
Suhariyanto, Kepala BPS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pertumbuhan ekonomi RI sepanjang 2019 tercatat berada di bawah target yang ditetapkan pemerintah. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menuturkan, pertumbuhan ekonomi 2019 mencapai 5,02 persen.

Realisasi itu lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2018 sebesar 5,17 persen. Angka pertumbuhan ekonomi itu juga tidak mencapai target yang telah ditetapkan pemerintah dalam APBN 2019 dipatok 5,3 persen.

‘’Mempertahankan pertumbuhan ekonomi pada level 5 persen di tengah situasi perekonomian saat ini bukan pekerjaan mudah,’’ ujar Suhariyanto di kantor BPS, Jakarta, kemarin (5/2).

Pria yang akrab disapa Kecuk itu menuturkan, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 yang mencapai 5,02 persen dapat dikatakan baik. Sebab, kondisi perekonomian global pada tahun lalun

masih dipenuhi dengan ketidakpastian. ‘’Angka ini bisa dimaklumi,’’ imbuhnya.

Dia memerinci, penyumbang terbesar dalam struktur produk domestik bruto (PDB) nasional adalah sektor industri. Padahal, pada 2019, sektor tersbeut mengalami perlambatan yang cukup dalam.

BPS mencatat, sektor industri menyumbang 19,7 persen dari total struktur PDB. Sektor tersebut mencatatkan pertumbuhan sebesar 3,8 persen atau jauh lebih rendah dibandingkan capaian pada 2018 yang tercatat sebesar 4,27 persen.

Adapun wilayah Jawa masih menjadi penyumbang terbesar bagi ekonomi RI sepanjang 2019. Pulau Jawa memberikan kontribusi 59 persen terhadap perekonomian nasional dengan pertumbuhan 5,52 persen.

‘’Sepanjang 2019 provinsi-provinsi di pulau Jawa dan Sumatera itu memberikan kontribusi terbesar pada Indonesia, di Jawa terbesar di Jakarta,’’ kata Kecuk.

Adapun Sumatera memegang kontribusi 21,32 persen terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dengan pertumbuhan 4,57 persen. Kemudian disusul Kalimantan dengan porsi 8,05 persen dengan angka pertumbuhan 4,99 persen.

Namun, ada juga wilayah yang mencatat pertumbuhan ekonomi minus yakni Papua. Wilayah tersebut mengalami minus 15,72 persen karena adanya penurunan produksi tambang di Freeport.

‘’Pertumbuhan ekonomi Papua kuartal I sampai kuartal IV 2019 selalu kontraksi. Penyebab utamanya adalah Freeport yang produksinya menurun karena ada peralihan sistem tambang di sana,’’ katanya.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo menyatakan pemerintah memilih tetap bersikap optimistis meskipun pertumbuhan ekonomi 2019 turun dibandingkan 2018. Sebagaimana sebelumnya, patokan Jokowi adalah perbandingan dengan negara-negara sesama anggota G-20. ’’Kita ini nomor dua, growth kita,’’ terangnya di Istana negara kemarin.

Menurut dia, justru Indonesia harus bersyukur karena masih bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas lima persen. Di saat negara-negara lain banyak yang mengalami penurunan. Apalagi, bukan hal mudah menjaga pertumbuhan ekonomi di atas lima persen di saat perekonomian global sedang lesu.

Sejauh ini, tutur Jokowi, komunikasi antara otoritas moneter dalam hal ini bank sentral, dengan pemerintah masih tergolong baik. ’’Kebijakan moneter oleh Bank Indonesia yang sangat prudent kebijakan perbankan oleh OJK yang sangat prudent, itu sangat baik,’’ lanjutnya. Begitu pula keboijakan fiskal di APBN.

Ditambah lagi, kepercayaan internasional kepada Indonesia juga masih terjaga. Sejumlah rating agency juga memberikan kenaikan pada posisi Indonesia. ’’Misalnya Japan Credit Rating, memberikan tambahan level yang lebih tinggi kepada kita,’’ tutur mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Karena itulah, dia masih optimistis dengan kondisi perekonomian yang ada, termasuk pertumbuhannya. (dee/byu)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/