MEDAN, SUMUTPOS.CO – Suksesi Pemilihan Kepala Daerah di Sumut sudah semakin dekat, namun banyak daerah yang belum ditetapkan calonnya. Terkhusus di Kota Medan, arah pencalonan masih menunggu keputusan PDIP, sehingga partai lain belum menetapkannya.
Jika PDIP benar-benar partai kader, maka keputusannya seharusnya ke kader. Tapi sebaliknya, jika sejumlah elit DPP PDIP lebih mengedepankan pragmatisme dan faktor lainnya, maka kader kemungkinan tidak akan diusung.
Demikian pernyataan pengamat politik, Dr Arifin Saleh Siregar SSos MSP kepada wartawan, Senin (9/3/2020). Menurut Dekan FISIP UMSU, selama ini PDIP dikenal sebagai partai wong cilik, itu artinya partai yang membela seluruh tingkatan masyarakat, dan selalu bersikap mendengar suara arus bawah. Bahkan, saat memutuskan dan menguji suatu aturan lebih banyak melibatkan para kader dan masyarakat di lapisan terbawah.
Jika arah partai selalu bersuara atas arus bawah, Arifin berpendapat, maka keputusan DPP PDIP untuk menetapkan pencalonan di sejumlah daerah di Sumut tak sulit lagi. Termasuk untuk Pilkada kota Medan.
“PDIP itu partai kader, artinya selain mengutamakan kader, kerja-kerja kader juga sangat dinilai dan dihargai. Karena kader itu siap keluarkan materi, waktu, keringat, dan bahkan darah demi besarnya partai. Jadi sejumlah elit di DPP PDIP harus melihat habisnya keringat para kader untuk partai,” katanya.
Alumnus USU ini juga menyampaikan, pencapaian PDIP di wilayah pemenangan Kota Medan sejak dua periode legislatif menunjukkan perolehan yang baik, namun tidak baik pada perolehan pemilihan presiden. Ini artinya apa, elit PDIP itu harus melihat sosok yang diunggulkan dalam Pilkada, bukan melihat sosok tokoh di pusat.
Dalam kaitannya dengan Pilkada Medan, Arifin menyebutkan, saat ini di Kota Medan ada kader PDIP militan dan loyal terhadap partai yang memiliki status incumbent Plt Wali Kota Medan Akhyar Nasution, yang sesaat lagi akan menjadi defenitif. Walaupun selama ini berada di bawah bayang-bayang Wali Kota Dzulmi Eldin, tapi baru beberapa bulan menjabat Plt Wali Kota Medan, gerakan mempercantik kota sudah masif di lakukan hingga ke tingkat pemerintahan paling bawah yakni lingkungan. Hal ini tentu menunjukkan sikap kerja keras dan saling kerja sama ini menjadi perihal utama yang ditekankan oleh Akhyar.
“Jadi sangat rugi bagi PDIP jika Akhyar tak dicalonkan lagi. Selain Akhyar incumbent, beliau kader militan PDIP yang sudah lama, hingga Anggota DPRD Medan periode 1999-2004 dan aktif di kepengurusan hingga tiga periode serta saat ini menjadi Plt wali kota. Jika PDIP partai kader dan berani menghidari pragmatisme, maka kader semacam Akhyar inilah yang harusnya segera diberikan mandat maju sebagai calon Walikota Medan,” sebutnya.
Arifin menyatakan, di antara daerah lain yang menggelar Pilkada di Indonesia, hanya ada dua daerah yang sulit diputuskan elit DPP PDIP, yakni Kota Medan dan Solo. Khusus Kota Medan, PDIP harus hati-hati menetapkan calonnya. Bermain di jalur-jalur struktural saja tidak cukup, karena harus dilihat sosok utama calon wali kotanya.
“Baiknya sejumlah elit PDIP mendengar suara kader, agar kerja kader loyal dan militan. Hindari sikap pragmatisme jika inginkan pencapain kemenangan yang baik. Kader memilih kader, inilah salah satu kèlebihan PDIP sejak lama,” katanya.
Lebih lanjut, dia menyampaikan sejumlah oknum elit PDIP di DPP pasti sudah mendengar suara kader-kader di daerah. Bahkan, khusus Kota Medan sudah banyak yang dimintai tanggapannya. Hasilnya, banyak ke Akhyar. Hal ini karena para pengurus lebih mudah berkoordinasi dengan Akhyar, bahkan Akhyar juga sudah bagian dari pengurus.
“Maka sebaiknya, elit PDIP harus melihat kerja keras para kader yang ada di Sumut. Saya yakin, jika elit DPP menghargai suara kader, maka para kader akan bekerja dengan habis-habisan,” pungkasnya. (adz)