MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sudah enam bulan lamanya para pegawai di Perusahaan Daerah (PD) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Medan tidak menerima gaji. Hal ini dipicu akibat gemuknya jumlah pegawai di sana. Namun saat ini tidak ada upaya yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemko) Medan untuk mengatasi hal ini.
Wakil Ketua DPRD Medan, H Ihwan Ritonga mengatakan, Pemko Medan seharusnya tidak membiarkan PD RPH merugi dalam waktu yang panjang. Sebab para pegawai yang akan menjadi korban dari ketidakmampuan PD RPH dalam menggajinya.
“Pada dasarnya, yang namanya BUMD itu harus untung, kalau tidak untung maka tak perlu ada BUMD itu. Kalau tak mampu membayar gaji pegawai karena tidak untung, maka sebenarnya sangat jelas bahwa BUMD itu sudah tidak sehat. Pemko harus bertindak,” tegas Ihwan kepada Sumut Pos, Selasa (10/3).
Ihwan juga meminta Pemko Medan untuk menempatkan SDM unggul pada posisi-posisi yang tepat di tiap-tiap BUMD nya, termasuk PD RPH. “Kalau SDM yang tak berkompeten yang mengisi BUMD, bagaimana bisa untung. Ingat, BUMD itu adalah perusahaan, bukan OPD. Maka dia harus bisa mencari keuntungannya sendiri untuk bisa menggaji para karyawannya dan menyumbangkan PAD bagi Kota Medan, bukan malah meminta bantuan Pemko,” ujarnya.
Adapun bantuan yang seharusnya diberikan Pemko Medan, kata Ihwan, adalah memberikan regulasi yang tepat dan dibutuhkan oleh BUMD tersebut untuk bisa maju dan menghasilkan keuntungan.
“Harusnya koordinasi antara PD RPH dan Badan Pengawas berjalan dengan baik. PD RPH harus menjelaskan semua regulasi yang mereka butuhkan untuk bisa tumbuh, tapi PD RPH harus aktif bukannya menunggu. Pemko yang dalam hal ini Badan Pengawas juga harus bisa memberi solusi atas kesulitan yang dialami BUMD nya,” katanya.
Terkait regulasi yang tidak memperkenankan PD RPH untuk melakukan pengawasan sendiri, melainkan harus melalui OPD terkait yang dalam hal ini Dinas Pertanian dan Perikanan (DPP) dan Satpol PP Kota Medan, anggota Badan Pembuatan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Medan, Afif Abdillah mengatakan, pihaknya tengah mengupayakan hal itu.
“Memang PD RPH butuh fungsi pengawasanya sendiri, makanya kita akan buat Perdanya. Semua PD memang harus punya fungsi pengawasan, tahun ini Perdanya akan disahkan. Kita sedang berkoordinasi dengan bagian Hukum, bagaimana caranya agar fungsi pengawasan juga ada di mereka, supaya mereka bisa dengan leluasa untuk mengawasi rumah potong liar di Kota Medan, tidak harus dengan OPD terkait saja,” kata Afif.
Namun begitu, kata Afif, PD RPH juga tidak boleh pasif dalam melakukan hal-hal yang membangun dan memberi keuntungan. “Intinya BUMD itu kan perusahaan, maka kelola lah sebagaimana perusahaan swasta mengelola usahanya agar bisa menghasilkan keuntungan dan mensejahterakan karyawannya.
Pegawai BUMD itu bukan ASN OPD yang sudah punya anggaran sendiri, dimana anggaran itu memang harus dipakai. BUMD harus profit, kalau tak profit dan tak bisa membawa gaji karyawan maka namanya bukan BUMD. Kami di DPRD hanya bisa membantu membuat regulasi dan formula yang tepat agar BUMD ini bisa sehat,” tegasnya.
Soal ‘gemuknya’ jumlah pegawai PD RPH, Afif mengatakan hal itu seharusnya dapat dibicarakan secara terbuka dengan Badan Pengawas.
Sebelumnya, Plt Dirut PD RPH mengakui belum membayarkan gaji para karyawannya. Ia juga cukup mengeluhkan banyaknya jumlah pegawai di jajarannya.
“Sama direksi 3 orang, totalnya ada 72. Padahal sebenarnya, efektifnya hanya sekitar 40 orang,” ujar Plt Dirut PS RPH, Ainal Mardiah.
Dengan beban sebanyak 72 orang tersebut, kata Ainal, PD RPH harus membayarkan upah para karyawannya sebesar Rp210 juta per bulannya.
BUMD Sumut Sakit
Sementara itu, masih soal BUMD, Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menilai keberadaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov Sumut, seharusnya memberikan masukan bagi kas daerah atau Pendapatan Asli Daerah (PAD). Karena, perusahaan plat merah tersebut, berdiri sebagai badan usaha untuk mencari keuntungan.
Hal itu dikatakan Ketua Bapemperda DPRD Sumut, H Muhammad Subandi, usai menggelar rapat kerja bersama antara Bapemperda DPRD Sumut dan biro hukum, BPKAD, Biro Bina Perekonomian, PD Aneka Industri Jasa (AIJ), PT Perkebunan, PD Perhotelan, PDAM Tirtanadi dan PT Pembangunan Perasarana Sumut di ruang rapat banggar, Selasa (10/3) sore. “Kita tidak mau ada penyertaan modal terus, sementara BUMD tersebut sedang kondisi ‘sakit’, bahkan masuk katagori memprihatinkan,” ujar Politisi Partai Gerindra ini.
Menurutnya, kejelasan itu dapat dilihat dari hasil keterangan para direktur yang hadir dalam rapat, bahwa mereka masih memiliki kewajiban untuk membayar hutang. Belum lagi ada temuan-temuan yang ada di perusahaan tersebut. “Dari keterangan tersebutlah maka dapat dikatakan BUMD milik pemprov Sumut dalam kondisi ‘sakit’,” ucap Subandi.
Dirinya bersama seluruh anggota Bapemperda DPRD Sumut akan segera menindaklanjuti temuan yang disampaikan dalam rapat. Salah satunya melakukan studi banding ke daerah lain yang sudah merubah peraturan di badan BUMD tersebut.
Adapun gunannya, tambah Subandi, studi banding yang dilakukan akan memperkaya data terkait pembentukan Perda nantinya. Dengan tujuan, bagaimana PAD Sumut dapat meningkat dari keuntungan yang di miliki BUMD Pemprov Sumut.
Selain itu, dalam rapat tersebut, pihaknya juga meminta 5 BUMD yang hadir, mulai dari PD Aneka Industri Jasa (AIJ), PT Perkebunan, PD Perhotelan, PDAM Tirtanadi dan PT Pembangunan Perasarana Sumut untuk melengkapi data aset dan nilainya yang dimiliki masing-masing BUMD.
“Jika ada aset yang sudah dikontakkan, kami juga meminta rekap aset dari mulai tanggal, bulan serta tahun saat aset dikotrakkan hingga berakhir kontrak,” ungkapnya.
Saat ditanya, apakah sudah ada perusahaan yang di merger, Subandi menjelaskan belum ada. Karena, sambung Subandi, masing-masing BUMD milik Pemprov Sumut masih memiliki aset yang dapat diagunkan ke pihak ketiga sebagai peminjaman modal, termasuk ke pihak asing.
“Dalam rangka mendapatkan modal, pihak BUMD dapat mengajukan pinjaman ke bank yang menerima investasi, dengan syarat harus jelas prosesnya,” papar Subandi mengakhiri. (map/mag-1/ila)