29 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Dilema Mudik 2020, Larangan Masih Setengah Hati

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Arus mudik di tengah pandemi Covid-19 masih ramai dan diperkirakan meningkat jelang Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah. Daerah-daerah kini menanggung risiko meluasnya sebaran virus corona karena pemerintah pusat tak tegas melarang mudik.

Larangan mudik kini masih setengah hati, baru sebatas imbauan dan maklumat dari pemerintah, tak ada sanksi tegas. Bandara, pelabuhan, stasiun, terminal yang masih terbuka membuat warga bebas bepergian. Orang dari luar negeri juga masih bisa masuk.

“Kalau memang pemerintah itu serius untuk melarang orang mudik, itu harus membuat peraturan. Entah itu namanya Perpres melarang mudik. Sehingga pemda itu bisa melarang juga. Karena mudik itu bukan hanya di Jakarta,” kata pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardian Rahardiansyah, Minggu (19/4).

Selain itu, program mengkarantina pemudik selama masa inkubasi corona sebagai orang dalam pemantauan (ODP) juga rawan gugatann

“Kalau dia dikarantina, dia bisa menggugat. Masyarakat juga bisa melaporkan itu, atas dasar apa saya dikarantina. Karena dalam UUD 45 itu Pasal 28 tentang HAM itu tidak ada larangan orang keluar masuk di negerinya sendiri.”mudik

Trubus mengatakan, jika pemerintah serius menangani Corona, maka mudik harus tegas dilarang dengan membuat payung hukum. “Dasarnya itu Keppres Nomor 11 tentang Darurat Kesehatan, Keppres Nomor 12 tentang Bencana Nasional. Harusnya itu dijadikan dasar mudik itu dilarang,” ujarnya.

Banyak daerah mulai kebanjiran pemudik terlebih setelah Jakarta memberlakukan Perbatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pemudik rata-rata pekerja sektor informal, mahasiswa, bahkan karyawan yang bisa bekerja dari rumah.

Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno mengatakan, selagi transportasi umum belum dilarang, maka masyarakat masih bebas bepergian. “Operator transportasi umum tetap melayani masyarakat ketika tidak ada larangan dari pemerintah untuk menghentikan operasionalnya,” katanya.

Tapi, bila pemerintah melarang, maka harus dipikirkan juga keberlangsungan hidup awak angkutan dan pekerja lainnya. “Keputusan perantau yang bermukim di Jabodetabek untuk pulang ke kampung halaman dilatabelakangi oleh tidak adanya jaminan hidup di perantauan. Adalah hal yang logis, karena tuntutan biaya hidup cukup tinggi di Ibu Kota,” katanya.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiadi mengatakan, pemerintah masih membuka peluang melarang mudik. “Ada kemungkinan larangan mudik dilakukan pemerintah. Apalagi kita ketahui libur nasional diakomodir akhir 2020 saat pergantian tahun baru,” ujarnya.

Menurut Menhub Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan, larangan mudik akan diputuskan tergantung keadaan. “Kalau saja peningkatan (pasien corona) ini makin banyak atau belum turun atau turunnya belum signifikan, yaa bisa saja kita bilang, ‘oke tutup saja jangan ada (mudik) dulu’.”

Kepala Korlantas Polri Irjen Istiono mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan skenario menghadapi arus mudik Lebaran. Di antaranya menyiapkan posko kesehatan bagi pemudik di tempat pemberangkatan dan jalan dengan protokol ketat. “Posko kesehatan yang konek dengan RS rujukan Covid-19 terdekat,” katanya.

Menurut Istiono, pemudik otomatis ditetapkan sebagai ODP. Mereka harus menjalani isolasi 14 hari. Istiono memperkirakan pemudik Lebaran 2020 hanya 15 persen dari jumlah musim 2019 yang mencapai 19.5 juta orang.

Mengacu pada mudik Angkutan Lebaran tahun 2019 yang dirilis Kementerian Perhubungan (Kemenhub), terjadi penurunan 2,42 persen dibanding 2018. Total penumpang yang mudik mencapai 18.343.021 ke berbagai daerah di Indonesia. Penurunan jumlah pemudik terjadi pada moda Angkutan Udara yaitu 27,37 persen atau sekira 1.327.443 dengan total Jumlah Pemudik 3.522.585. Total Pemudik Angkutan Udara Tahun 2018 sebanyak 4.850.028.

Pemudik melalui Jalur Darat naik 11,19 persen atau 418,881 pemudik dari tahun sebelumnya, 3.741.741 orang. Mereka yang melalui rute penyeberangan naik 0,43 persen atau 17.439 orang dari 2018, yakni 4.068.968 orang. Mereka yang mudik menggunakan jalur kereta api naik 6,62 persen atau 316.018 orang. Tahun sebelumnya sebanyak 4.771.325 orang. Sementara itu, pemudik yang menggunakan jalur laut naik 8,77 persen atau setara 119.811 orang. Angka tersebut naik dibandingkan tahun lalu yaitu 1.366.254 orang. (bbs)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Arus mudik di tengah pandemi Covid-19 masih ramai dan diperkirakan meningkat jelang Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah. Daerah-daerah kini menanggung risiko meluasnya sebaran virus corona karena pemerintah pusat tak tegas melarang mudik.

Larangan mudik kini masih setengah hati, baru sebatas imbauan dan maklumat dari pemerintah, tak ada sanksi tegas. Bandara, pelabuhan, stasiun, terminal yang masih terbuka membuat warga bebas bepergian. Orang dari luar negeri juga masih bisa masuk.

“Kalau memang pemerintah itu serius untuk melarang orang mudik, itu harus membuat peraturan. Entah itu namanya Perpres melarang mudik. Sehingga pemda itu bisa melarang juga. Karena mudik itu bukan hanya di Jakarta,” kata pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardian Rahardiansyah, Minggu (19/4).

Selain itu, program mengkarantina pemudik selama masa inkubasi corona sebagai orang dalam pemantauan (ODP) juga rawan gugatann

“Kalau dia dikarantina, dia bisa menggugat. Masyarakat juga bisa melaporkan itu, atas dasar apa saya dikarantina. Karena dalam UUD 45 itu Pasal 28 tentang HAM itu tidak ada larangan orang keluar masuk di negerinya sendiri.”mudik

Trubus mengatakan, jika pemerintah serius menangani Corona, maka mudik harus tegas dilarang dengan membuat payung hukum. “Dasarnya itu Keppres Nomor 11 tentang Darurat Kesehatan, Keppres Nomor 12 tentang Bencana Nasional. Harusnya itu dijadikan dasar mudik itu dilarang,” ujarnya.

Banyak daerah mulai kebanjiran pemudik terlebih setelah Jakarta memberlakukan Perbatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pemudik rata-rata pekerja sektor informal, mahasiswa, bahkan karyawan yang bisa bekerja dari rumah.

Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno mengatakan, selagi transportasi umum belum dilarang, maka masyarakat masih bebas bepergian. “Operator transportasi umum tetap melayani masyarakat ketika tidak ada larangan dari pemerintah untuk menghentikan operasionalnya,” katanya.

Tapi, bila pemerintah melarang, maka harus dipikirkan juga keberlangsungan hidup awak angkutan dan pekerja lainnya. “Keputusan perantau yang bermukim di Jabodetabek untuk pulang ke kampung halaman dilatabelakangi oleh tidak adanya jaminan hidup di perantauan. Adalah hal yang logis, karena tuntutan biaya hidup cukup tinggi di Ibu Kota,” katanya.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiadi mengatakan, pemerintah masih membuka peluang melarang mudik. “Ada kemungkinan larangan mudik dilakukan pemerintah. Apalagi kita ketahui libur nasional diakomodir akhir 2020 saat pergantian tahun baru,” ujarnya.

Menurut Menhub Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan, larangan mudik akan diputuskan tergantung keadaan. “Kalau saja peningkatan (pasien corona) ini makin banyak atau belum turun atau turunnya belum signifikan, yaa bisa saja kita bilang, ‘oke tutup saja jangan ada (mudik) dulu’.”

Kepala Korlantas Polri Irjen Istiono mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan skenario menghadapi arus mudik Lebaran. Di antaranya menyiapkan posko kesehatan bagi pemudik di tempat pemberangkatan dan jalan dengan protokol ketat. “Posko kesehatan yang konek dengan RS rujukan Covid-19 terdekat,” katanya.

Menurut Istiono, pemudik otomatis ditetapkan sebagai ODP. Mereka harus menjalani isolasi 14 hari. Istiono memperkirakan pemudik Lebaran 2020 hanya 15 persen dari jumlah musim 2019 yang mencapai 19.5 juta orang.

Mengacu pada mudik Angkutan Lebaran tahun 2019 yang dirilis Kementerian Perhubungan (Kemenhub), terjadi penurunan 2,42 persen dibanding 2018. Total penumpang yang mudik mencapai 18.343.021 ke berbagai daerah di Indonesia. Penurunan jumlah pemudik terjadi pada moda Angkutan Udara yaitu 27,37 persen atau sekira 1.327.443 dengan total Jumlah Pemudik 3.522.585. Total Pemudik Angkutan Udara Tahun 2018 sebanyak 4.850.028.

Pemudik melalui Jalur Darat naik 11,19 persen atau 418,881 pemudik dari tahun sebelumnya, 3.741.741 orang. Mereka yang melalui rute penyeberangan naik 0,43 persen atau 17.439 orang dari 2018, yakni 4.068.968 orang. Mereka yang mudik menggunakan jalur kereta api naik 6,62 persen atau 316.018 orang. Tahun sebelumnya sebanyak 4.771.325 orang. Sementara itu, pemudik yang menggunakan jalur laut naik 8,77 persen atau setara 119.811 orang. Angka tersebut naik dibandingkan tahun lalu yaitu 1.366.254 orang. (bbs)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/