MEDAN-Dewi Delfina Sidauruk seorang bidan PNS asal Langkat, didakwa jaksa mengedarkan obat penenang jenis diazepam tanpa izin dari dokter. Obat terlarang ini diketahui palsu, berdasarkan keterangan saksi pegawai dari Balai Besar Pengawas Obat dam Makanan (BPPOM).
“Diazepam yang dijual oleh terdakwa ini adalah obat yang palsu,” katas saksi Sahat, pegawai BPPOM saat memberikan kesaksian di ruang Cakra 3 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (7/7).
Dalam sidang yang beragendakan keterangan saksi sekaligus keterangan terdakwa itu, menjelaskan, obat tersebut sebenarnya sudah lama tidak diedarkan di Indonesia.
“Sejak 2017, obat ini sudah tidak ada lagi diizinkan edar di Indonesia, jadi ini kami lakukan penelusuran bahwa dari nomor batchnya sama semua,” ungkapnya di hadapan majelis hakim diketuai Immanuel Tarigan.
Saksi juga menguraikan, obat Diazepam juga ada yang berbentuk sirup yang dikhususkan untuk anak-anak. “Obat ini juga untuk anak, ada yang dalam bentuk sirup, jadi ini kegunaannya untuk menurunkan panas, dan untuk step yang mulia,” ujarnya.
Sementara, terdakwa Dewi Delfina Sidauruk dalam kesaksiannya menjelaskan, ia sebenarnya tidak mengetahui bahwa obat tersebut adalah obat keras. “Saya tidak mengetahui yang mulia, saya hanya menjual saja,” ujarnya. Dari pengakuan terdakwa, obat itu diperolehnya salah satu pasar tradisional obat-obatan di Jakarta.
Dalam sidang itu, hakim Immanuel Tarigan sempat mempertanyakan terdakwa soal ketidakhadirannya memenuhi panggilan untuk menjalani persidangan perdana pada 23 Juni 2020 lalu.
“Kalau anda tidak bisa kooperatif saya akan tahan saudara.Saya meneken persidangan ini pada 12 Juni lalu. Ini bukan main-main, kalau Anda tidak dapat menghargai sidang ini saya akan menahan kamu,” ujarnya
Hakim Immanuel lalu, menunjukkan surat penetapan tanggal sidang kepada terdakwa. Melihat hal itu,terdakwa akhirnya berterus-terang kalau dirinya tidak pernah dipanggil oleh JPU. “Saya gak ada menerima surat panggilan sidang dari jaksa pak hakim,” kata terdakwa.
Mendengar hal itu, hakim mengatakan kepada jaksa bisa saja terdakwa dilakukan penahanan. Sementara, jaksa meminta agar hakim tidak melakukan penahanan.
Sebelumnya dalam dakwaan jaksa dijelaskan, kasus itu bermula pada Oktober 2019. Saat itu saksi Sahat dan saksi Difa Ananda, yang masing-masing merupakan petugas Balai Besar POM Medan melakukan pemeriksaan terhadap rumah terdakwa.
Dari rumah tersebut, petugas menemukan produk obat yang diduga substandar dan tidak memiliki izin edar sebanyak satu jenis, yaitu Diazepam tablet 2mg buatan Indofarma disimpan di ruang makan dan dilakukan penyitaan terhadap obat-obatan tersebut.
Selanjutnya saksi-saksi membawa terdakwa Dewi dan barang bukti ke Balai Besar POM Medan guna proses penyidikan lebih lanjut. (man/han)