MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rapat Panitia Khusus (Pansus) Covid-19 DPRD Medan dengan Gugus Tugas Percapatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Medan beserta sejumlah pihak rumah sakit (RS), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan pihak lainnya berjalan alot.
Sejumlah anggota dewan yang tergabung dalam Pansus Covid-19 DPRD Medan mengaku kurang puas atas kinerja GTPP Covid-19 Me.
Sejumlah anggota DPRD Medan yang hadir dalam rapat, seperti Sudari ST, Afif Abdillah, Rizki Nugraha, Rudiawan Sitorus, Renville Napitupulu, Wong Chun Sen mengaku kesal atas kinerja dan koordinasi yang sangat buruk dari Dinkes Kota Medan.
“Sangat tidak kooperatif dalam menjalankan tugas. Fungsi pengawasan Dinkes terhadap RS-RS di Kota Medan juga sangat mengecewakan, akibatnya masyarakat seringkali menjadi korban atas buruknya kinerja dari Dinkes Kota Medan yang tidak mampu dalam mengawasi jalannya pelayanan yang sesuai standar dari RS-RS gang ada di Kota Medan,” ujar Sudari ST kepada Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Medan, Edwin Effendi saat rapat Pansus di lantai II gedung DPRD Medan, Senin (27/7).
Disebutkan Sudari, saat ini sejumlah RS di Kota Medan yang memiliki laboratorium PCR tidak memiliki standar yang sama atau yang memenuhi standar sesuai yang ditentukan oleh WHO. “Apa metode yang dipakai oleh RS-RS ini? Apa sama? Apa Dinkes tahu itu? Apa Dinkes ada menyeragamkan metode di semua RS di Kota Medan ini? Beberapa masyarakat ada melakukan test swab di laboratorium PCR di RS A dan hasilnya positif, tapi saat dia test swab di RS B hasilnya malah negatif. Nah, ini yang mana yang betul? Itu artinya metode yang dipakai tidak sama, maka hasilnya pun tidak sama,” sebutnya.
Dengan adanya kejadian seperti itu, masyarakat sudah banyak yang kehilangan kepercayaannya kepada pihak RS. Masyarakat pada akhirnya tidak lagi percaya, bahwa hasil laboratorium itu bisa dipertanggungjawabkan atau tidak.
“Ini kan kacau jadinya. Harusnya Dinkeslah yang mengawasi standarisasi itu. Laku kami juga meminta kepada pihak RS di Kota Medan yang memiliki laboratorium PCR serta menangani pasien positif Covid, agar meningkatkan pelayanannya. Tolong lah, saat ini hasil swab dari laboratorium cukup lama keluarnya, padahal ini sangat dibutuhkan,” tegasnya. Selain Sudari, Afif juga meminta Dinkes Kota Medan untuk segera melibatkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Medan dalam GTPP Covid-19 Medan. Disebutnya, ketidakterlibatan IDI dalam gugus tugas adalah kekeliruan yang paling besar yang dilakukan gugus tugas Kota Medan.
“Wajar saja kalau penanganan Covid-19 di Kota Medan menjadi kacau, karena yang bekerja bukanlah orang-orang yang ahli dibidangnya. Ke depan kita minta IDI harus dilibatkan,” tegas Afif.
Selain itu, Afif juga menekankan kepada pihak RS untuk terus meningkatkan pelayanannya kepada para pasein agar mata rantai Covid-19 di Kota Medan dapat segera diputus.”Kami berikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada para tenaga media. Tapi kami juga meminta agar terua membenahi pelayanannya,” harapnya. Anggota Pansus lainnya, Rizki Nugraha dari Fraksi Golkar juga mengutarakan kekecewaaannya kepada kinerja Dinkes Kota Medan. Katanya, Dinkes selaku OPD yang paling bertanggungjawab dalam mengawasi jalannya pengobatan dan keseharian para pasien dalam pengawasan (PDP) sangat lah minim.
“Kita kecewa sekali melihat kinerja Dinkes ini. Pengawasannya tidak jalan. Bagaimana nasib para PDP di Kota Medan? Apakah ada diawasi secara serius oleh Dinkes? Saya tidak melihat itu. Faktanya Dinkes sering kali kebobolan, PDP seringkali berkeliaran, seringkali tidak diperhatikan. Ini sangat keliru,” ujarnya.
Menjawab komentar para wakil rakyat itu, Kadis Kesehatan Kota Medan, Dr Edwin Effendi justru mengatakan agar masyarakat yang merasa ada kekeliruan dalam hasil test swab nya agar dapat melaporkan hal tersebut ke pihak yang berwajib.
“Gak sembarangan mengeluarkan hasil laboratorium itu. Kalau kira-kira ragu, bisa kok dipertanyakan. Masyarakat juga bisa membawa itu ke ranah hukum, bisa dilaporkan itu,” jawab Edwin.
Para wakil rakyat kemudianmenilai bahwa Kadis Kesehatan tidak memberikan ketenangan bagi masyarakat.
“Anda bukannya bekerja untuk memastikan kalau hasil laboratorium itu benar dan seragam, Kasihan rakyat kita, mereka sudah terkena musibah masih harus direpotkan,” ujarnya. (map/azw)
dengan urusan lapor-melapor,” berang Sudari.
Sebelumnya, Dirut RS Universitas Sumatera Utara (USU) mengatakan, berdasarkan SK kemenkes RS USU ditunjuk sebagai RS Laboratorium PCR bersama RS Adam Malik sejak April 2020.
“Kita mulai 16 April 2020. Awalnya RS USU merasakan beban karena menerima bahan dari seluruh RS di Sumut dan Puskesmas di Kota Medan sedangkan petugas SDM sangat terbatas akibatnya sampel menumpuk di RS USU. Tapi Alhamdulillah, load yang di RS USU mulai berkurang karena penumpukam sampel tidak begitu besar lagi, harapannya waktu tunggu tidak terlalu lama lagi,” jelasnya.
Selain itu, ia berharap agar jumlah laboratorium PCR di Medan dapat diperbanyak.
“Kendala kami SDM, kami cuma punya 6 analis. Maksimal sampel yang kami keluarkan itu 400 sampel per hari, itu sudah kerja habis-habisan dengan waktu tunggu 1-3 hari. Dalam waktu dekat kami akan melakukan swab massal, gratis,” katanya.
Turut hadir dalam kesempatan itu sejumlah Dirut RS di Kota Medan seperti Dirut RS Bunda Thamrin dr Teren MKes, Dirut RS Murni Teguh dr Jong Khai MARS, Dirut RS Royal Prima dr Suhartina Darmadi MKM, Dirut
RS Prima Husada Cipta (PHC) dr Ausvin Geniusman KMH Kes, Dirut RS Madani Medan dr Tomi Hendra MKM, dan kepala Lab Mikirobiologi FK USU dr Lia.(map/azw)