MEDAN, SUMUTPOS.CO – Masker jenis kain scuba dan buff dilarang digunakan penumpang kereta api listrik di Jakarta. Pasalnya, kedua jenis masker dinilai kurang ampuh menangkal droplet. Karena itu, penumpang KA diminta mengenakan masker yang mampu menutupi mulut dan hidung secara sempurna, guna menghindari penularan Covid-19.
Menanggapi itu, Praktisi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (FK UISU) Dr dr Umar Zein DTM&H SpPD KPTI mengatakan, memang masker memiliki tingkatan.”Masker yang paling bagus itu adalah masker N95, maksudnya 95% dapat menyaring segala yg masuk ke dalam mulut. Termasuk mencegah masuknya virus Covid-19,” katanya dihubungi wartawan baru-baru ini.
Namun demikian, kata Umar Zein, untuk kasus dari pelarangan tersebut sebaiknya pemerintah atau pihak kereta api menyediakan masker bagi penumpang atau masyarakat. “Pemerintahlah dalam hal ini yang seharusnya menyediakan masker tersebut. Karena itu menjadi tanggung jawab pemerintah mengamankan rakyatnya. Kalau yang mampu beli sendiri, ya enggak masalah. Tapi kalau tidak mampu, maka pemerintah harus sediakan masker dan seharusnya masker N95 yang dipakai oleh tim medis,” terangnya.
Akan tetapi, untuk mencari masker N95 saat ini sangat sulit bahkan harganya mahal. Jadi, standarnya pemakaian masker saat ini adalah masker bedah. Tetapi, masker bedah ini juga sempat langka di apotek dan harganya sudah naik 2 sampai 3 kali lipat dari biasanya.
“Kebutuhan masker saat ini standar mutlak atau harus ada. Namun masker standar langka, dan harganya mahal. Karena itu, muncullah masker-masker kain ini, salahsatunya masker jenis scuba. Memang kurang ampuh. Tetapi sebenarnya protokol kesehatan bukan masker saja. Tetapi juga jaga jarak dan rajin cuci tangan dengan sabun pada air mengalir,” jelasnya.
Karena itu, dia menyarankan agar dalam penggunaan masker ini sebaiknya jangan hanya satu saja atau pakai satu seharian. Tetapi ganti masker baru setiap 5 jam. Kalau masih bisa dicuci, tentunya dicuci. “Nah, seharusnya pemerintah bisa mengendalikan ini. Permintaan masker saat ini tinggi, sehingga harga menjadi naik. Tetapi janganlah terlalu tinggi. Dan jangan melarang-melarang saja tanpa memberikan penggantinya. Masyarakat saat ini mau menggunakan masker scuba itu sudah lumayan, daripada tidak pakai masker. Apalagi saat ini menyosialisasikan untuk menggunakan masker saja belum berhasil seperti kita di Sumut ini contohnya,” papar mantan Kepala Dinas Kota Medan ini.
Karena itu, menurut Umar Zein, penanggulangan Covid-19 ini dimulai dari pencegahan, seperti melakukan PSBB yang benar. Jangan hanya menyalahkan satu poin, tapi secara keseluruhan tidak sempurna. “Harus secara keseluruhan agar bisa mencegah penularan Covid-19 yang saat ini semakin bertambah,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, penggunaan masker jenis scuba dan buff belakangan menjadi perbincangan. Hal tersebut lantaran keduanya dianggap terlalu tipis. Imbauan tak menggunakan masker jenis scuba dan buff ini muncul dari PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) melalui akun Instagram resminya, @commuterline.
Karena keduanya terlalu tipis, maka masker tersebut dianggap tidak mampu menahan percikan atau droplet untuk mencegah penularan virus Corona atau Covid-19.
Dari akun tersebut, terlihat unggahan berupa infografis seputar persentase efektivitas beberapa jenis masker. Infografis tersebut menunjukkan bahwa efektivitas masker scuba dan buff hanya sekitar 0-5 persen.
“Apakah jenis masker pilihanmu sudah efektif dalam mengurangi risiko terpapar debu, virus, dan bakteri #RekanCommuters Hindari pemakaian masker scuba atau buff yang hanya 5% efektif dalam mencegah risiko terpaparnya akan debu, virus, dan bakteri.
Hal itu pun dibenarkan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito. “Masker scuba atau buff ini adalah masker dengan satu lapis saja dan terlalu tipis sehingga kemungkinan untuk tembus dan tidak bisa menyaring lebih besar,” kata Wiku dalam konferensi pers di Youtube Sekretariat Presiden, Selasa, 15 September 2020.
Menurut dia, masker tersebut terlalu tipis sehingga kurang efektif untuk menangkal virus corona. Kata Wiku, masker scuba juga mudah untuk ditarik ke bawah sampai dagu, sehingga masker menjadi tidak berfungsi.
Dia pun meminta masyarakat menggunakan masker yang berkulalitas untuk mencegah penularan virus Corona. “Gunakanlah masker dengan cara yang tepat untuk bisa melindungi, menutup area atau hidung sampai dengan mulut dan dagu,” ucap Wiku.
Ia mengatakan, masyarakat dapat menggunakan masker bedah atau masker kain. Wiku mengingatkan agar memakai masker kain dan bedah yang berbahan katun dan berlapis tiga karena memiliki kemampuan baik dalam menyaring virus. “Masker kain yang bagus adalah yang berbahan katun dan berlapis tiga. Mengapa hal itu penting, karena kemampuan filtrasi atau menyaring partikel virus itu akan lebih baik dengan jumlah lapisan yang lebih banyak,” jelas Wiku.
Kementerian Kesehatan mendukung PT KCI yang melarang penggunaan masker berbahan scuba. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Achmad Yurianto menyatakan, masker berbahan scuba memang bukan termasuk masker. “Masker ya masker, titik. Kenapa melari-larikan ke scuba segala macam. Kan disuruhnya pakai apa? Masker. Scuba itu masker bukan? Bukan,” kata Yudi di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu 16 September 2020.
“Saya tanya, scuba itu masker bukan? Buff itu masker bukan? Berarti enggak memenuhi kan. Kalau dilarang apa salahnya?” lanjut Yuri.
Yuri menyebut pemakaian masker bukan sekadar menutupi hidung atau wajah dengan bahan seadanya. Dia mengingatkan, yang harus dilakukan adalah 3 M, bukan sekadar menutup wajah. 3 M adalah menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
Dia meminta larangan scuba tidak dibuat polemik. “Kenapa sih dibikin konflik? Masker, bukan penutup hidung. Kalau nutup hidung pakai kertas bisa kan. Tapi yang diminta apa? Masker,” ucap Yuri. (ris)