MEDAN-Pengalihan dana insentif guru non PNS senilai Rp1,2 miliar di Kabupaten Simalungun tidak usai menjadi perbincangan. Apalagi, setelah pengakuan Humas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Sumut yang menyatakan soal dana itu tertera di Laporan Hasil Pertanggungjawaban (LHP) BPK RI 2010 Kabupaten Simalungun. Tak pelak, kenyataan ini dinilai menjelaskan adanya penyelewengan.
Hal itu dikemukakan anggota DPRD Simalungun yang juga pelapor dugaan korupsin
penyelewengan APBD Simalungun sebesar Rp48 miliar, yang diduga dilakukan Bupati Simalungun JR Saragih yakni, Bernhard Damanik.
“Pernyataan Humas BPK RI Sumut yang menyatakan benar adanya pengalihan dana insentif guru non PNS Tahun 2010 untuk pembelian mobil mengundang pertanyaan. Karena dalam LHP BPK RI Tahun 2010, tidak ada opini pengalihan dan temuan BPK RI terhadap pengalihan dana insentif ini.
Pengalihan dana juga tidak hanya insentif guru non PNS yang bersumber dari Pemprovsu, tapi juga sumber dana dari pusat juga ada yang dialihkan yaitu, Dana Insentif Daerah (DID) sebesar Rp827 juta. Juga Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp14 miliar. Tapi yang sangat mengherankan adalah mengapa hal ini tidak menjadi temuan yang dituangkan dalam LHP BPK RI terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Simalungun?” tegasnya kepada kepada Sumut Pos melalui layanan pesan singkat, Kamis (1/12).
Menurutnya, semua itu telah melanggar undang-undang dan bisa diberikan sanksi pidana penjara sesuai dengan undang-undang yang ada. “Karena hal ini juga telah melanggar Undang-undang No.17 Tahun 2003 tentang keuangan negara pasal 34 yang sanksinya adalah pidana penjara di mana juga terjadi penyalahgunaan wewenang dalam menjalankan roda pemerintahan,” tambahnya.
Mengenai hal itu, Humas BPK RI Wilayah Sumut Mikael Togatorop yang dikonfirmasi, Jumat (2/12) menyatakan, adanya mis persepsi yang telah terjadi berdasarkan pernyataan anggota DPRD Simalungun, Bernhard Damanik tersebut.
“Ini lah yang harus disatukan. Harus ada pemahaman yang sama dalam kaitannya dengan laporan BPK RI dan mengenai kerugian negara itu. Apa anggota DPRD Simalungun itu membaca detil LHP BPK RI itu? Di dalam LHP itu, bukan hanya pengalihan dana insentif guru itu yang tertera, melainkan apa yang dikemukakan tersebut juga ada,” terangnya.
Lebih lanjut Mikael Togatorop menuturkan, dalam konteks LHP BPK RI untuk Kabupaten Simalungun Tahun 2010 tersebut, dijelaskan pengalihan-pengalihan yang terjadi itu menunjukkan bahwa Kabupaten Simalungun tidak tertib dalam adiministrasi anggaran atau adminitrasi keuangan. Dari kondisi dan kenyataan yang ada, maka BPK RI memberi nilai atau predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
“Artinya, ada catatan-catatan yang diberikan dan harus dijadikan rujukan untuk perbaikan ke depan,” tegasnya.
Ketika ditanya apakah dalam persoalan itu ada sinyalemen kerugian negara? Terkait hal itu, Mikael menyatakan, BPK RI memiliki kewenangan dalam melakukan audit terhadap keuangan pemerintahan yang ada.
“BPK memiliki tugas dalam melakukan audit keuangan. Institusi penegak hukum biasanya bisa menjadikan hasil audit itu menjadi rujukan, dari banyak rujukan lainnya yang bisa dijadikan barang bukti bagi institusi penegak hukum baik kepolisian, kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” katanya.
Dengan kata lain, BPK bisa mengaudit ulang keuangan Pemkab Simalungun? “Nah, ketika institusi penegak hukum tersebut menemukan adanya indikasi kerugian negara untuk kebutuhan penyidikan, dan meminta agar BPK melakukan audit ulang dan menghitung kerugian negaranya, maka BPK siap untuk melakukan hal itu,” sambungnya.
Sebelumnya pengamat anggaran Sumut, Elfenda Ananda, mengatakan apa yang dilakukan pihak Pemkab Simalungun di bawah kepemimpinan JR Saragih serta pengesahan yang dilakukan DPRD Simalungun merupakan hal yang ngawur dan nyeleneh. Dan apa yang dilakukan dua institusi tersebut, mengarah pada akan kembali terjadinya penyelewengan anggaran. Untuk membuktikan itu, maka sebaiknya segera dilakukan audit oleh BPK RI.
“Harusnya dana yang ada, langsung dialokasikan sesuai dengan nomenklatur yang ada. Ini aneh, dana yang ada dialihkan kemudian untuk menggantinya dimasukkan ke anggaran yang baru. Ini sarat dengan administrasi keuangan yang ngawur dan menjurus pada penyelewengan. Untuk mempertegas itu, BPK RI sebaiknya segera melakukan audit atas hal itu,” tegas Elfenda kepada Sumut Pos, Rabu (30/11) lalu. (ari)