28 C
Medan
Wednesday, February 5, 2025

Massa GMKI dan HMI Datangi Kantor Gubernur Desak Gubsu Ajukan Judicial Review

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sejumlah elemen mahasiswa di Medan, Sumatera Utara, kembali turun ke jalan menyuarakan penolakan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker), Jumat (9/10). Massa aksi dari kalangan mahasiswa dan pelajar tersebut, kembali menggeruduk kantor Gubernur Sumut dan gedung DPRD Sumut.

Massa Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Sumut-Aceh, mengawali aksi protes tersebut di depan kantor Gubsu. Pantauan di lapangan sekitar pukul 11.45 WIB, terlihat massa datang membawa spanduk penolakan terhadap UU Ciptaker. Mereka berorasi di tengah jalan. Aksi mereka menyebabkan jalan ditutup dan arus lalu lintas dari Jalan Sudirman menuju Lapangan Benteng dialihkan ke Jalan RA Kartini. Aksi ini dijaga personel gabungan dari kepolisian dan Satpol PP. Selain dijaga personel kepolisian, kawat berduri terlihat dipasang mengelilingi kantor Gubsu.

“Massa GMKI menyampaikan aspirasi untuk meminta gubernur mendengarkan keluhan tentang omnibus law. Kami menilai banyak pekerja dan petani Sumut yang terdampak dari kebijakan omnibus law ini,” kata Korwil GMKI Sumut, Gito M Pardede.

Pihaknya meminta perlindungan dari Pemprov Sumut untuk mengajukan judicial review UU Ciptaker ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Kami meminta perlindungan Pemprov Sumut untuk menyampaikan judicial review kepada MK untuk mencabut pengesahan UU omnibus law,” imbuh dia.

Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi, Keuangan, Pembangunan, Aset dan SDA, Agus Tripriyono, menjadi perwakilan Gubsu dan juga Pemprov Sumut. Disampaikannya, selama sebuah aturan bertujuan menyejahterakan rakyat Sumut, maka Pemprovsu siap mendukung. “Kalau itu untuk kepentingan rakyat dan kesejahteraan rakyat Sumut, Pemprovsu pasti mendukung. Tetapi saat ini Gubernur Sumut tidak berada di Medan,” katanya.

Pernyataan Agus itu langsung direspon massa dengan teriakan dan sorakan. “Mohon maaf, perlu saya sampaikan beliau sedang menuju dari Kabupaten Mandailing Natal yang kemungkinan tiba nanti, sore hari,” sambung Agus. “Uuuuuh. (Gubsu) ‘lalap’ liburan, liburan ‘lalap’,” teriak massa GMKI lagi.

Agus juga menyampaikan, UU Ciptaker yang telah disahkan sudah di tangan presiden. Karena itu, pihaknya pun masih menunggu apakah UU dimaksud akan ditandatangani, atau justru malah nanti dikeluarkan Perppu. “Aspirasi adik-adik ini sudah kami terima dan akan kami sampaikan kepada bapak gubernur, untuk diambil langkah-langkah selanjutnya. Tetapi sekali lagi saya sampaikan, sepanjang untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat Sumut, ini pasti didukung oleh gubernur,” ujarnya.

Setelah massa dari GMKI beranjak dari Kantor Gubsu, giliran massa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Medan melakukan aksi serupa. Ketua HMI Cabang Medan, Akbar Maulana Siregar mengatakan, di tengah kondisi masyarakat yang sedang dilanda pandemi, DPR RI sangat tergesa-gesa mengetuk palu untuk mengesahkan UU Ciptaker. Bahkan, tidak mengkaji secara akademik dan mendasar. “Kita menduga ada upaya apa, apakah ini ada sesuatu? Apalagi, di saat mahasiswa mengikuti perkuliahan di rumah dan tidak berada di kampus,” kata Akbar kepada wartawan.

Menurut dia, pihaknya sengaja melakukan aksi turun ke jalan dengan mendatangi kantor gubernur. Alasannya, mereka sudah sangat pesimis terhadap lembaga legislatif dan sampai saat ini tidak ada sikap tegas. Terlebih, beralibi bahwa keputusan mengesahkan UU Ciptaker sudah tepat.

“Makanya, kami mengadu kepada ‘ayah’ kami yaitu Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi. Kami meminta beliau agar bersama kami menyuarakan, memberikan kritik dan menyampaikan aspirasi kami kepada pemerintah pusat. Karena, saat ini hanya satu yang bisa diharapkan yaitu Gubernur Sumatera Utara,” ujar Akbar.

Ia mengaku, pihaknya sangat mengutuk keras disahkannya Omnibus Law. Secara perlahan dan diam-diam, aturan tersebut berjalan di tengah masyarakat saat pandemi. Untuk itu, sebagai mahasiwa selalu mengontrol dan kritis setiap kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah, termasuk dari legislatif. “Kami mendesak dan mengultimatum DPR RI, bahwa kami tidak diam dan juga tidak tidur dengan perkuliahan secara daring. Kami tetap memonitor perkembangan kebijakan pemerintah dari rumah. Para legislatif yang digaji dari uang rakyat, harus memperhatikan aspirasi masyarakat dan tidak semena-mena,” ungkapnya.

Akbar juga mengaku, gerakan yang dilakukan pihaknya tersistematis, tidak ada yang radikal, urakan, apalagi sampai ricuh. Sebab, HMI merupakan kumpulan mahasiswa yang beradab dan beretika. “Kami sangat mengutuk keras tindakan yang terjadi saat aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Sumut, kemarin (Kamis, 7/10). Tindakan tersebut jelas anarkis dan sangat merugikan masyarakat maupun pemerintah,” ucapnya.

Dia berharap kepada Gubernur Sumatera Utara supaya turun bersama-sama dengan massa dan menyampaikan aspirasi ke pemerintah pusat. Karena, gubernur di provinsi lain sudah turun menanggapi aspirasi masyarakatnya secara langsung. “Tapi, kenapa Gubernur Sumatera Utara tidak turun, ada apa? Kami kecewa dengan gubernur yang tidak menanggapi aspirasi kami secara langsung. Padahal, pemberitahuan aksi sudah disampaikan jauh hari sebelumnya. Kami rindu dengan sosoknya yang saat ini hanya kami lihat di media. Apalagi, beliau yang menjadi harapan dari aspirasi untuk masyarakat,” tukasnya.

Aksi seratusan massa tersebut dilakukan sejak pukul 14.00 WIB. Namun, hingga sore hari aksi massa tak juga ditanggapi Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi. Dalam aksinya, massa membawa keranda mayat sebagai bentuk kekecewaan mereka terkait disahkannya Omnibus Law.

Aksi massa berlangsung damai dengan pengawalan ketat oleh petugas kepolisian. Sempat terlihat belasan kelompok pelajar yang diduga hendak membuat kerusuhan. Akan tetapi, pelajar tersebut langsung dicegat polisi dan diusir ketika hendak masuk ke dalam barisan massa.

Polisi Diangkut

Seorang anggota polisi berpakaian sipil diangkut ambulan dari lokasi areal gedung DPRD Sumut, Jumat (9/10). Anggota polisi tersebut merupakan korban tabrak lari, disinyalir dilakukan rombongan pendemo yang menggunakan sepeda motor di kawasan gedung dewan.

Informasi yang diperoleh, anggota polisi tersebut ditabrak saat menjalankan tugas mengawasi unjukrasa lanjutan penolakan UU Ciptaker. Namun belum diketahui pasti data anggota kepolisian yang ditabrak tersebut. “Belum kita data, nanti data resminya disampaikan pimpinan,” sebut seorang anggota polisi berpakaian sipil lainnya.

Sementara amatan di gedung DPRD Sumut hingga pukul 15.00 WIB, petugas kepolisian berpakaian sipil satu persatu mengamankan dan menangkap para pendemo yang akan beraksi di lokasi tersebut. Penangkapan dan penyisiran itu dilakukan petugas di kawasan gedung dewan khususnya di depan Gedung Palladium Plaza, Jalan Kapten Maulana Lubis.

Sejumlah polisi berpakaian resmi dan sipil satu persatu memeriksa dan menghentikan kendaraan yang melintas di depan gedung Palladium Plaza. Melihat kerumunan itu, alhasil satu hingga dua orang pendemo digiring menuju ke dalam gedung DPRD Sumut.

Mereka selanjutnya didata dan diinterogasi petugas. Para pendemo yang ditangkap tersebut juga yang ikut aksi pada hari sebelumnya. Sebab saat sejumlah petugas memegang dan menggiring pendemo tersebut, tampak mereka sambil berteriak emosi. “Kau kan yang melempari polisi semalam kan. Kau rasakanlah sekarang,” ucap personil polisi sambil menghitung para pendemo. (prn/ris)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sejumlah elemen mahasiswa di Medan, Sumatera Utara, kembali turun ke jalan menyuarakan penolakan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker), Jumat (9/10). Massa aksi dari kalangan mahasiswa dan pelajar tersebut, kembali menggeruduk kantor Gubernur Sumut dan gedung DPRD Sumut.

Massa Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Sumut-Aceh, mengawali aksi protes tersebut di depan kantor Gubsu. Pantauan di lapangan sekitar pukul 11.45 WIB, terlihat massa datang membawa spanduk penolakan terhadap UU Ciptaker. Mereka berorasi di tengah jalan. Aksi mereka menyebabkan jalan ditutup dan arus lalu lintas dari Jalan Sudirman menuju Lapangan Benteng dialihkan ke Jalan RA Kartini. Aksi ini dijaga personel gabungan dari kepolisian dan Satpol PP. Selain dijaga personel kepolisian, kawat berduri terlihat dipasang mengelilingi kantor Gubsu.

“Massa GMKI menyampaikan aspirasi untuk meminta gubernur mendengarkan keluhan tentang omnibus law. Kami menilai banyak pekerja dan petani Sumut yang terdampak dari kebijakan omnibus law ini,” kata Korwil GMKI Sumut, Gito M Pardede.

Pihaknya meminta perlindungan dari Pemprov Sumut untuk mengajukan judicial review UU Ciptaker ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Kami meminta perlindungan Pemprov Sumut untuk menyampaikan judicial review kepada MK untuk mencabut pengesahan UU omnibus law,” imbuh dia.

Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi, Keuangan, Pembangunan, Aset dan SDA, Agus Tripriyono, menjadi perwakilan Gubsu dan juga Pemprov Sumut. Disampaikannya, selama sebuah aturan bertujuan menyejahterakan rakyat Sumut, maka Pemprovsu siap mendukung. “Kalau itu untuk kepentingan rakyat dan kesejahteraan rakyat Sumut, Pemprovsu pasti mendukung. Tetapi saat ini Gubernur Sumut tidak berada di Medan,” katanya.

Pernyataan Agus itu langsung direspon massa dengan teriakan dan sorakan. “Mohon maaf, perlu saya sampaikan beliau sedang menuju dari Kabupaten Mandailing Natal yang kemungkinan tiba nanti, sore hari,” sambung Agus. “Uuuuuh. (Gubsu) ‘lalap’ liburan, liburan ‘lalap’,” teriak massa GMKI lagi.

Agus juga menyampaikan, UU Ciptaker yang telah disahkan sudah di tangan presiden. Karena itu, pihaknya pun masih menunggu apakah UU dimaksud akan ditandatangani, atau justru malah nanti dikeluarkan Perppu. “Aspirasi adik-adik ini sudah kami terima dan akan kami sampaikan kepada bapak gubernur, untuk diambil langkah-langkah selanjutnya. Tetapi sekali lagi saya sampaikan, sepanjang untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat Sumut, ini pasti didukung oleh gubernur,” ujarnya.

Setelah massa dari GMKI beranjak dari Kantor Gubsu, giliran massa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Medan melakukan aksi serupa. Ketua HMI Cabang Medan, Akbar Maulana Siregar mengatakan, di tengah kondisi masyarakat yang sedang dilanda pandemi, DPR RI sangat tergesa-gesa mengetuk palu untuk mengesahkan UU Ciptaker. Bahkan, tidak mengkaji secara akademik dan mendasar. “Kita menduga ada upaya apa, apakah ini ada sesuatu? Apalagi, di saat mahasiswa mengikuti perkuliahan di rumah dan tidak berada di kampus,” kata Akbar kepada wartawan.

Menurut dia, pihaknya sengaja melakukan aksi turun ke jalan dengan mendatangi kantor gubernur. Alasannya, mereka sudah sangat pesimis terhadap lembaga legislatif dan sampai saat ini tidak ada sikap tegas. Terlebih, beralibi bahwa keputusan mengesahkan UU Ciptaker sudah tepat.

“Makanya, kami mengadu kepada ‘ayah’ kami yaitu Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi. Kami meminta beliau agar bersama kami menyuarakan, memberikan kritik dan menyampaikan aspirasi kami kepada pemerintah pusat. Karena, saat ini hanya satu yang bisa diharapkan yaitu Gubernur Sumatera Utara,” ujar Akbar.

Ia mengaku, pihaknya sangat mengutuk keras disahkannya Omnibus Law. Secara perlahan dan diam-diam, aturan tersebut berjalan di tengah masyarakat saat pandemi. Untuk itu, sebagai mahasiwa selalu mengontrol dan kritis setiap kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah, termasuk dari legislatif. “Kami mendesak dan mengultimatum DPR RI, bahwa kami tidak diam dan juga tidak tidur dengan perkuliahan secara daring. Kami tetap memonitor perkembangan kebijakan pemerintah dari rumah. Para legislatif yang digaji dari uang rakyat, harus memperhatikan aspirasi masyarakat dan tidak semena-mena,” ungkapnya.

Akbar juga mengaku, gerakan yang dilakukan pihaknya tersistematis, tidak ada yang radikal, urakan, apalagi sampai ricuh. Sebab, HMI merupakan kumpulan mahasiswa yang beradab dan beretika. “Kami sangat mengutuk keras tindakan yang terjadi saat aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Sumut, kemarin (Kamis, 7/10). Tindakan tersebut jelas anarkis dan sangat merugikan masyarakat maupun pemerintah,” ucapnya.

Dia berharap kepada Gubernur Sumatera Utara supaya turun bersama-sama dengan massa dan menyampaikan aspirasi ke pemerintah pusat. Karena, gubernur di provinsi lain sudah turun menanggapi aspirasi masyarakatnya secara langsung. “Tapi, kenapa Gubernur Sumatera Utara tidak turun, ada apa? Kami kecewa dengan gubernur yang tidak menanggapi aspirasi kami secara langsung. Padahal, pemberitahuan aksi sudah disampaikan jauh hari sebelumnya. Kami rindu dengan sosoknya yang saat ini hanya kami lihat di media. Apalagi, beliau yang menjadi harapan dari aspirasi untuk masyarakat,” tukasnya.

Aksi seratusan massa tersebut dilakukan sejak pukul 14.00 WIB. Namun, hingga sore hari aksi massa tak juga ditanggapi Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi. Dalam aksinya, massa membawa keranda mayat sebagai bentuk kekecewaan mereka terkait disahkannya Omnibus Law.

Aksi massa berlangsung damai dengan pengawalan ketat oleh petugas kepolisian. Sempat terlihat belasan kelompok pelajar yang diduga hendak membuat kerusuhan. Akan tetapi, pelajar tersebut langsung dicegat polisi dan diusir ketika hendak masuk ke dalam barisan massa.

Polisi Diangkut

Seorang anggota polisi berpakaian sipil diangkut ambulan dari lokasi areal gedung DPRD Sumut, Jumat (9/10). Anggota polisi tersebut merupakan korban tabrak lari, disinyalir dilakukan rombongan pendemo yang menggunakan sepeda motor di kawasan gedung dewan.

Informasi yang diperoleh, anggota polisi tersebut ditabrak saat menjalankan tugas mengawasi unjukrasa lanjutan penolakan UU Ciptaker. Namun belum diketahui pasti data anggota kepolisian yang ditabrak tersebut. “Belum kita data, nanti data resminya disampaikan pimpinan,” sebut seorang anggota polisi berpakaian sipil lainnya.

Sementara amatan di gedung DPRD Sumut hingga pukul 15.00 WIB, petugas kepolisian berpakaian sipil satu persatu mengamankan dan menangkap para pendemo yang akan beraksi di lokasi tersebut. Penangkapan dan penyisiran itu dilakukan petugas di kawasan gedung dewan khususnya di depan Gedung Palladium Plaza, Jalan Kapten Maulana Lubis.

Sejumlah polisi berpakaian resmi dan sipil satu persatu memeriksa dan menghentikan kendaraan yang melintas di depan gedung Palladium Plaza. Melihat kerumunan itu, alhasil satu hingga dua orang pendemo digiring menuju ke dalam gedung DPRD Sumut.

Mereka selanjutnya didata dan diinterogasi petugas. Para pendemo yang ditangkap tersebut juga yang ikut aksi pada hari sebelumnya. Sebab saat sejumlah petugas memegang dan menggiring pendemo tersebut, tampak mereka sambil berteriak emosi. “Kau kan yang melempari polisi semalam kan. Kau rasakanlah sekarang,” ucap personil polisi sambil menghitung para pendemo. (prn/ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/