30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Praktik Tulis Artikel soal IPA, Murid: Serasa Wartawati

Anisa, siswa kelas VIII B MTsN. 2 Asahan, Sumatera Utara, mengaku senang dtugaskan guru IPA-nya, menulis artikel untuk materi Penyakit/Kelainan pada Sistem Gerak Manusia.

KISARAN, SUMUTPOS.CO – Sukarnya melaksanakan proses pembelajaran aktif  selama masa pandemi Covid-19, membuat Rismawati Ramadhani, guru IPA MTsN. 2 Asahan, Sumatera Utara, mencoba membuat peserta didik tetap dapat belajar aktif dari rumah.

“Kebetulan saya mendapatkan Pelatihan Menulis Praktik Baik dan Kolom Pintar Bersama Tanoto Foundation dan Harian Sumut Pos. Sebagai seorang guru IPA, saya tergerak meneruskan ilmu yang saya peroleh kepada anak didik saya. Caranya, dengan menugaskan anak didik membuat sebuah tulisan/artikel untuk materi Penyakit/Kelainan pada Sistem Gerak Manusia,” kata Rismawati Ramadhani, kepada Sumut Pos, Minggu (1/11).

Penugasan tersebut diberikannya kepada peserta didik Kelas VIII A dan VIII B MTs Negeri 2 Asahan. Waktu penugasan selama dua minggu, yaitu sejak tanggal 27 September hingga 12 Oktober 2020. Pemberian tugas dilakukan melalui aplikasi Google Classroom.

“Cara kerjanya, saya minta peserta didik mengamati orang-orang di lingkungan sekitar (keluarga atau tetangga) yang menderita penyakit atau kelainan pada sistem gerak. Kemudian menentukan salahsatu penderita untuk diwawancarai. Peserta didik membuat beberapa pertanyaan sebagai langkah mengumpulkan data, yaitu dengan  pertanyaan 5W + 1H. Di sini, saya memberi contoh-contoh pertanyaan,” ungkap

“Cara kerjanya, saya minta peserta didik mengamati orang-orang di lingkungan sekitar (keluarga atau tetangga) yang menderita penyakit atau kelainan pada sistem gerak. Kemudian menentukan salahsatu penderita untuk diwawancarai. Peserta didik membuat beberapa pertanyaan sebagai langkah mengumpulkan data, yaitu dengan  pertanyaan 5W + 1H. Di sini, saya memberi contoh-contoh pertanyaan,” ungkap

“Cara kerjanya, saya minta peserta didik mengamati orang-orang di lingkungan sekitar (keluarga atau tetangga) yang menderita penyakit atau kelainan pada sistem gerak. Kemudian menentukan salahsatu penderita untuk diwawancarai. Peserta didik membuat beberapa pertanyaan sebagai langkah mengumpulkan data, yaitu dengan  pertanyaan 5W + 1H. Di sini, saya memberi contoh-contoh pertanyaan,” ungkap salahsatu fasilitator daerah komunikasi Asahan Program Pintar Tanoto Foundation ini.

Selanjutnya, peserta didik mewawancarai penderita berdasarkan  pertanyaan yang sudah dibuat, dan menuliskan jawabannya. “Satu hal yang saya tegaskan, wawancara dilakukan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Yakni tetap pakai masker dan jaga jarak. Usai wawancara, cuci tangan dengan sabun,” terang Rismawati lugas.

Jika informasi seputar penyakit dari narasumber kurang jelas, peserta didik diarahkan untuk mencari informasi tambahan dari buku, majalah, koran, tim medis, dan lain-lain.

Peserta didik juga diminta membuat foto/dokumentasi saat wawancara. Setelah seluruh proses selesai, peserta didik menuliskan seluruh data yang dihimpun lewat wawancara tadi.

“Waktu pengiriman tugas paling lama dua minggu. Namun jika tugas sudah selesai sebelum waktunya, boleh dikirim untuk diperiksa dan akan dikembalikan untuk diperbaiki,” cetusnya.

Risma juga melakukan tanya jawab via WA Group, bagi peserta didik yang ingin bertanya.

Ternyata respon para peserta didik cukup antusias. “Baru dua hari berjalan setelah pemberian tugas,  salahseorang peserta didik bernama Anisa, kelas VIII B sudah mengirimkan tulisannya. Saya senang sekali, meski ternyata tulisannya masih sebatas menulis jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang dibuat,” kata Rismawati sembari tertawa geli.

Karena itu, ia kembali menjelaskan soal tugas dimaksud. “Untungnya, Anisa legowo menerima penjelasan saya, dan mohon izin untuk memperbaiki tulisannya,” tuturnya lagi.

Setelah satu minggu pemberian tugas, beberapa peserta didik mengirimkan tulisan tentang hasil pengamatan dan wawancara mereka terhadap penderita penyakit/kelainan yang yang berkaitan dengan sistem gerak. Ia pun memeriksa dan memberikan masukan untuk perbaikan tulisan.

Setelah dua minggu batas akhir pengumpulan tugas, peserta didik mengirimkan hasil tulisannya. “Beraneka ragam hasil tulisan mereka. Tapi sebagai seorang guru, saya senang sekali, karena tujuan dari pembelajaran saya tercapai. Yaitu peserta didik mengenal penyakit/kelainan yang berkaitan dengan sistem gerak. Hal ini terlihat dari hasil tulisan mereka yang benar-benar membahas tentang  jenis penyakit /kelainan yang berkaitan dengan sistem gerak,” katanya.

Selain itu, ternyata banyak pula pelajaran yang didapatkan para peserta didik pada saat proses penyelesaian tugas ini.  Salahsatunya adalah Anisa, yang menyatakan sangat senang karena merasa sudah bisa ‘menulis’ meski perlu diperbaiki dua kali. “Kata Anisa, dirinya merasa seperti wartawati saat mewawancarai targetnya,” jelas Rismawati bersemangat.

Peserta didik lainnya, Akbar, juga mengaku senang karena gara-gara tugas praktik menulis tersebut, dirinya dapat bertemu pamannya sebagai narasumber. Dan ia belajar  banyak soal teknik mengumpulkan data.

“Melalui penugasan yang saya berikan, peserta didik mendapatkan banyak pelajaran. Mereka bukan saja mengetahui penyakit/kelainan yang berkaitan dengan sistem gerak, tetapi juga belajar menulis, dan berkomunikasi dengan orang lain. Semoga proses pembelajaran jarak jauh yang mereka lakukan di tengah pandemi ini, berkesan pada mereka dan dapat terus berkembang,” harap Rismawati. (mea)

Anisa, siswa kelas VIII B MTsN. 2 Asahan, Sumatera Utara, mengaku senang dtugaskan guru IPA-nya, menulis artikel untuk materi Penyakit/Kelainan pada Sistem Gerak Manusia.

KISARAN, SUMUTPOS.CO – Sukarnya melaksanakan proses pembelajaran aktif  selama masa pandemi Covid-19, membuat Rismawati Ramadhani, guru IPA MTsN. 2 Asahan, Sumatera Utara, mencoba membuat peserta didik tetap dapat belajar aktif dari rumah.

“Kebetulan saya mendapatkan Pelatihan Menulis Praktik Baik dan Kolom Pintar Bersama Tanoto Foundation dan Harian Sumut Pos. Sebagai seorang guru IPA, saya tergerak meneruskan ilmu yang saya peroleh kepada anak didik saya. Caranya, dengan menugaskan anak didik membuat sebuah tulisan/artikel untuk materi Penyakit/Kelainan pada Sistem Gerak Manusia,” kata Rismawati Ramadhani, kepada Sumut Pos, Minggu (1/11).

Penugasan tersebut diberikannya kepada peserta didik Kelas VIII A dan VIII B MTs Negeri 2 Asahan. Waktu penugasan selama dua minggu, yaitu sejak tanggal 27 September hingga 12 Oktober 2020. Pemberian tugas dilakukan melalui aplikasi Google Classroom.

“Cara kerjanya, saya minta peserta didik mengamati orang-orang di lingkungan sekitar (keluarga atau tetangga) yang menderita penyakit atau kelainan pada sistem gerak. Kemudian menentukan salahsatu penderita untuk diwawancarai. Peserta didik membuat beberapa pertanyaan sebagai langkah mengumpulkan data, yaitu dengan  pertanyaan 5W + 1H. Di sini, saya memberi contoh-contoh pertanyaan,” ungkap

“Cara kerjanya, saya minta peserta didik mengamati orang-orang di lingkungan sekitar (keluarga atau tetangga) yang menderita penyakit atau kelainan pada sistem gerak. Kemudian menentukan salahsatu penderita untuk diwawancarai. Peserta didik membuat beberapa pertanyaan sebagai langkah mengumpulkan data, yaitu dengan  pertanyaan 5W + 1H. Di sini, saya memberi contoh-contoh pertanyaan,” ungkap

“Cara kerjanya, saya minta peserta didik mengamati orang-orang di lingkungan sekitar (keluarga atau tetangga) yang menderita penyakit atau kelainan pada sistem gerak. Kemudian menentukan salahsatu penderita untuk diwawancarai. Peserta didik membuat beberapa pertanyaan sebagai langkah mengumpulkan data, yaitu dengan  pertanyaan 5W + 1H. Di sini, saya memberi contoh-contoh pertanyaan,” ungkap salahsatu fasilitator daerah komunikasi Asahan Program Pintar Tanoto Foundation ini.

Selanjutnya, peserta didik mewawancarai penderita berdasarkan  pertanyaan yang sudah dibuat, dan menuliskan jawabannya. “Satu hal yang saya tegaskan, wawancara dilakukan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Yakni tetap pakai masker dan jaga jarak. Usai wawancara, cuci tangan dengan sabun,” terang Rismawati lugas.

Jika informasi seputar penyakit dari narasumber kurang jelas, peserta didik diarahkan untuk mencari informasi tambahan dari buku, majalah, koran, tim medis, dan lain-lain.

Peserta didik juga diminta membuat foto/dokumentasi saat wawancara. Setelah seluruh proses selesai, peserta didik menuliskan seluruh data yang dihimpun lewat wawancara tadi.

“Waktu pengiriman tugas paling lama dua minggu. Namun jika tugas sudah selesai sebelum waktunya, boleh dikirim untuk diperiksa dan akan dikembalikan untuk diperbaiki,” cetusnya.

Risma juga melakukan tanya jawab via WA Group, bagi peserta didik yang ingin bertanya.

Ternyata respon para peserta didik cukup antusias. “Baru dua hari berjalan setelah pemberian tugas,  salahseorang peserta didik bernama Anisa, kelas VIII B sudah mengirimkan tulisannya. Saya senang sekali, meski ternyata tulisannya masih sebatas menulis jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang dibuat,” kata Rismawati sembari tertawa geli.

Karena itu, ia kembali menjelaskan soal tugas dimaksud. “Untungnya, Anisa legowo menerima penjelasan saya, dan mohon izin untuk memperbaiki tulisannya,” tuturnya lagi.

Setelah satu minggu pemberian tugas, beberapa peserta didik mengirimkan tulisan tentang hasil pengamatan dan wawancara mereka terhadap penderita penyakit/kelainan yang yang berkaitan dengan sistem gerak. Ia pun memeriksa dan memberikan masukan untuk perbaikan tulisan.

Setelah dua minggu batas akhir pengumpulan tugas, peserta didik mengirimkan hasil tulisannya. “Beraneka ragam hasil tulisan mereka. Tapi sebagai seorang guru, saya senang sekali, karena tujuan dari pembelajaran saya tercapai. Yaitu peserta didik mengenal penyakit/kelainan yang berkaitan dengan sistem gerak. Hal ini terlihat dari hasil tulisan mereka yang benar-benar membahas tentang  jenis penyakit /kelainan yang berkaitan dengan sistem gerak,” katanya.

Selain itu, ternyata banyak pula pelajaran yang didapatkan para peserta didik pada saat proses penyelesaian tugas ini.  Salahsatunya adalah Anisa, yang menyatakan sangat senang karena merasa sudah bisa ‘menulis’ meski perlu diperbaiki dua kali. “Kata Anisa, dirinya merasa seperti wartawati saat mewawancarai targetnya,” jelas Rismawati bersemangat.

Peserta didik lainnya, Akbar, juga mengaku senang karena gara-gara tugas praktik menulis tersebut, dirinya dapat bertemu pamannya sebagai narasumber. Dan ia belajar  banyak soal teknik mengumpulkan data.

“Melalui penugasan yang saya berikan, peserta didik mendapatkan banyak pelajaran. Mereka bukan saja mengetahui penyakit/kelainan yang berkaitan dengan sistem gerak, tetapi juga belajar menulis, dan berkomunikasi dengan orang lain. Semoga proses pembelajaran jarak jauh yang mereka lakukan di tengah pandemi ini, berkesan pada mereka dan dapat terus berkembang,” harap Rismawati. (mea)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/