MEDAN, SUMUTPOS.CO – Canakya Suman, terdakwa kasus peminjaman kredit di Bank Tabungan Negara (BTN) dengan modus mengagunkan 93 Serifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), dituntut selama 3 tahun 6 bulan penjara. Dia dinilai terbukti melakukan penggelapan 35 SHGB, yang merugikan BTN senilai Rp14,7 miliar.
Dalam nota tuntutan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) Nelson Victor, perbuatan Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) melanggar Pasal 372 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana. “Meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Canakya Suman dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan penjara,” ujarnya, dihadapan Hakim Ketua, Tengku Oyong, di Ruang Cakra 7 Pengadilan Negeri Medan.
Menurut JPU, hal yang memberatkan terdakwa karena telah merugikan PT Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan dan terdakwa belum berdamai dengan PT Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan. “Sedangkan hal yang meringankan terdakwa, karena bersikap sopan selama persidangan, mengakui perbuatannya dan belum pernah dihukum,” katanya.
Usai mendengarkan tuntutan, majelis hakim menunda persidangan pada Selasa 8 Desember 2020 dengan agenda nota pembelaan (pledoi) dari terdakwa.
Di luar persidangan, saat ditanya dasar JPU menjerat terdakwa dengan Pasal 372 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana, JPU mengatakan karena itu yang terbukti. “Berdasarkan saksi-saksi dan barang bukti di persidangan, karena terdakwa yang menyerahkan sertifikat,” tandasnya.
Mengutip dakwaan jaksa, kasus bermula pada tahun 2014, terdakwa Canakya sebagai Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) mengajukan kredit pinjaman kepada PT Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan dengan nilai sebesar Rp 39,5 miliar dengan jaminan sebanyak 93 buah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Agung Cemara Realty.
Dimana saksi Mujianto memberikan kuasa kepada terdakwa Canakya di Kantor Notaris Elvira untuk menjual 93 SHGB dan berdasarkan hal tersebut terdakwa mendapat pinjaman kredit sebesar Rp39,5 miliar.
Selanjutnya, lanjut Nelson, dihadapan saksi Notaris Elviera, terdakwa memberikan kuasa kepada saksi Ferry Sonefille Abdullah, SE selaku Kepala Kantor PT Bank Tabungan Negara Cabang Medan untuk menjual ke-93 SHGB yang dijadikan sebagai jaminan kredit sebelumnya.
Kemudian, pihak PT BTN Cabang Medan melakukan kesepakatan yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama Nomor : 00640/Mdn.I/A/III/2011 tentang Pelayanan Jasa Notaris Dan PPAT Dalam Pelaksanaan Pemberian Kredit Oleh Bank Negara.
Dimana pada awalnya, perjanjian tersebut berjalan lancar dimana sebanyak 58 SHGB telah dilakukan pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan. Namun, terhadap 35 SHGB yang belum dilakukan APHT, terdakwa Canakya menghubungi saksi Sulianto alias Pak Lek selaku staff notaris Elviera untuk meminta ke-35 SHGB yang sebelumnya terlebih dahulu memberitahukan kepada saksi Notaris Elviera.
Setelah 35 sertifikat tersebut berada pada saksi Sulianto langsung menghubungi terdakwa Canakya untuk janji bertemu di Cambridge Hotel dan menyerahkan sertifikat kepada terdakwa Canakya.
Dimana terdakwa Canakya memberikan uang kepada saksi Sulianto secara bervariasi dan seterusnya perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa Canakya hingga akhirnya ke-35 sertifikat tersebut berada di tangan terdakwa Canakya.
Pada Juni 2016 sampai dengan Maret 2019 terdakwa mengalihkan dan atau menjual ke-35 sertifikat tersebut kepada orang lain tanpa seizin dari pihak PT BTN. Akibat perbuatan terdakwa Canakya, PT BTN Cabang Medan mengalami kerugian berupa hilangnya 35 SHGB yang bernilai kurang lebih sebesar Rp14.775.000.000. (man)