MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mempertahankan keberlanjutan merupakan tujuan utama hadirnya Sustainable Living Lab (SL2), di samping menghadirkan sebuah solusi inovatif yang dapat mengatasi tantangan situasional, sosial, dan juga lingkungan.
“Sebenarnya kita ingin mencoba mendorong inovasi sosial di Kota Medan, jadi tidak terbatas di Kota Medan saja. Kita sebut Emerging City Innovation Forum atau Forum Inovasi Kota Berkembang. Apa yang kita mau lihat ini, kita jangan terbatas mengkotakkan diri pada satu kota, tapi kita lebih melihat bagaimana bisa membangun suatu komunitas yang memiliki satu kemampuan untuk berinovasi dengan baik, dengan benar,” ujar Country Director Sustainable Living Lab (SL2), Antony Simon, Sabtu (9/1/2021) di Markas SL2 Jalan RA Kartini, Medan.
Salah satunya caranya, imbuh Tony, adalah keinginan mereka membawa para inovator inovator bekerja berdasarkan data, dan bukan hanya berdasarkan obrolan yang informal saja.
“Jadi kita harus coba bagaimana kita bisa mengakses data-data yang sudah tersedia banyak seperti di Google Scholar, Google Patens, kita bisa mengakses situs itu semua. Kita semua di Indonesia tinggal memanfaatkannya saja, sekarang tantangannya bagaimana kita bisa berkolaborasi. Tentunya apa yang kita kerjakan harus ada satu konsensus,” ungkap Tony.
“Sebenarnya, apa sih yang dibutuhkan oleh kota kita ini atau komunitas kita ini? bukan saja di Medan, tapi bisa di mana saja, baik dari pertanian, akses pangan, kemudian kita mau membeli mesin produksinya dari mana, apakah kita bisa memproduksi itu sendiri atau tidak. Jadi community innovation, inovasi yang bukan datang dari perusahaan-perusahaan, tapi lebih dari akar rumput yang naik ke atas untuk memberikan sebuah solusi,” timpalnya.
Antony menerangkan, SL2 ini sudah berdiri sekitar 10 tahun di luar negeri, sedangkan di Medan baru berdiri sejak 2020 kemarin.
“Jadi jaringan kita dari anak anak muda di asia yang ingin memberikan dampak secara luas kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan lokalitas di kota tersebut. Tentu adalah sustainable, suatu kesinambungan. Jadi bukan mendikte, tapi kita lebih mencoba ingin mengajak mereka untuk melihat apa sebenarnya yang dibutuhkan kota ini ataupun komunitas. Dan bagaimana kita bisa membantu serta membawa perubahan yang positif,” bilangnya.
Meski tahun 2020 adalah masa pandemi covid 19, lanjut Tony, namun tak membuat mereka berhenti untuk berinovasi. Mereka telah menyiapkan suatu platform maupun desain pendidikan.
“Tapi pendidikan itu anak-anak tidak perlu datang ke ke tempat kita atau siapapun. Anak anak bisa membeli atau bisa mendapatkan sheetboard itu secara cuma-cuma, namun yang penting mereka harus memiliki satu ide yang kreatif, bagaimana bisa mengembangkan suatu produk, tanpa harus belajar dari awal. Misalkan tentang PCB design yang mungkin anak-anak elektronika saja yang mengerti dan pahami. Tapi kita inginnya siapapun, termasuk anak dari jurusan arsitektur juga bisa berkontribusi dalam menciptakan suatu produk yang memang khas Kota Medan dan dibutuhkan masyarakat,” jelasnya.
Kehadiran SL2 ini, sambung Tony, cenderung menerima yang menjadi kebijakan ataupun di suatu daerah. Menunggu agar peraturan itu untuk berubah, kata dia, tentu sulit. Satu-satunya cara adalah bagaimana beradaptasi.
“Kunci dari kita banyak belajar dari Covid 19, adalah beradaptasi yang membuat kita dapat menyesuaikan diri. Jadi peraturan-peraturan selama ini belum ada masalah yang berarti, justru kita menggunakan peraturan yang ada bagaimana agar dapat menjadi satu dukungan kepada kita, menjadi satu yang membedakan kita dengan berbagai barang atau produk inovasi lainnya yang ada di luar negeri. Itu yang harus kita identifikasi. Jadi kita bukan menentang arus, tapi kita coba mengikuti arus itu dan memberikan nilai tambah selama kita melakukan proses-proses tersebut,” tandasnya. (adz)