26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Hukuman Syamsul Bertambah

Kalah Banding, Wajib Bayar Rp8,5 Miliar

JAKARTA-Beban Syamsul Arifin makin berat. Mantan bupati Langkat itu harus lebih lama lagi mendekam di bui. Dia juga harus lebih dalam lagi merogoh koceknya.

Ini menyusul putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang menjatuhkan vonis kepada gubernur Sumut nonaktif itu empat tahun penjara. Yang mengejutkan lagi, putusan banding mewajibkan Syamsul membayar uang kerugian negara dalam kasus korupsi APBD Langkat sebesar Rp8.512.900.231.

Padahal, putusan di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor)  hanya menjatuhkan vonis 2,5 tahun penjara dan tidak memerintahkan Syamsul membayar uang kerugian negara satu sen pun.

Juru Bicara PT DKI Ahmad Sobari menjelaskan, putusan banding PT DKI itu bernomor 38/Pid/TPK/2001/PT DKI, tertanggal 24 Nopember 2011. “Amar putusan, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang merupakan gabungan beberapa perbuatan yang berdiri sendiri yang dilakukan bersama-sama,” terang Ahmad Sobari dalam keterangannya lewat layanan pesan singkat kepada Sumut Pos, Senin (12/12).

Majelih hakim PT DKI yang diketuai M Yusran Thawab menyatakan Syamsul  melanggar Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 (b) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat (1) KUHP.  Dakwaan primer yang dibuat Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dinyatakan terbukti.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa empat tahun penjara dan denda Rp2 juta subsider dua bulan kurungan. Menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti sebesar Rp8.512.900.231,” terang Sobari.
PT DKI juga memerintahkan agar Syamsul tetap dalam tahanan. Anggota majelis hakim PT yakni Nasaruddin Tapo, Adam Hidayat, As’ad Al Ma’ruf, dan Amiek Sumindriyatmi.

Dengan putusan ini, PT DKI membatalkan putusan Pengadilan Tipikor, yang menyatakan Syamsul melanggar pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menanggapi putusan ini, anggota kuasa hukum Syamsul, Abdul Hakim Siagian, mengaku pihaknya secara formal belum menerima salinan putusan banding dari PT DKI. Hanya diakui, pihaknya sudah mendengar informasi mengenai putusan PT DKI yang lebih berat dari putusan tingkat pertama itu.

Dijelaskan Abdul Hakim, setelah nanti menerima salinan putusan, maka tim kuasa hukum beserta Syamsul, akan mempelajari putusan. “Begitu sudah menerima putusan secara formal, kita akan kaji, pelajari secara seksama, untuk menentukan sikap, apakah akan menerima putusan banding ini, ataukah akan mengajukan kasasi,” terang Abdul Hakim, kemarin.

Seperti diketahui, pada 15 Agustus 2012, majelis hakim pengadilan tipikor menjatuhkan vonis 2,5 tahun penjara kepada Syamsul. Mantan bupati Langkat yang terjerat perkara korupsi APBD Langkat itu juga didenda Rp150 juta. Hanya saja, majelis hakim pengadilan tipikor yang diketuai Tjokorda Rae Suamba tidak memerintahkan Syamsul membayar uang kerugian negara.

Menurut hitung-hitungan hakim pengadilan tipikor, uang kas Pemkab Langkat yang bobol sebesar Rp 98,7 miliar. Dari jumlah itu, yang dinikmati Syamsul dan keluarganya sebesar Rp 57,749 miliar. Lantaran Syamsul sudah mengembalikan uang ke kas Pemkab Langkat sebesar Rp80,103 miliar, maka Syamsul tidak perlu lagi mengembalikan uang kerugian negara. Sedang selisihnya atau kelebihannya, kata hakim, itu memang tanggung jawab Syamsul sebagai pimpinan.

Vonis pengadilan tipikor ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Syamsul 5 tahun penjara. JPU juga meminta majelis hakim dalam putusannya mewajibkan mantan bupati Langkat itu membayar denda Rp500 juta, subsidair 6 bulan kurungan. Dalam tuntutannya, JPU juga meminta agar Syamsul membayar kekurangan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp8,218 miliar.

Keluarga dan Pendukung Diharapkan Sabar

Mengenai hal itu,  politisi PDI P Sumut Syamsul Hilal kepada Sumut Pos, kemarin (12/12) menyarankan agar Syamsul Arifin serta keluarganya, ikhlas menerima putusan itu. Apa yang menjadi putusan pengadilan, merupakan risiko menjadi orang besar.

Syamsul Hilal juga menyarankan agar pendukung Syamsul Arifin juga ikhlas menerima dan jangan terpancing melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. “Ini juga masih tingkat banding. Ada tingkat kasasi. Di tingkat ini baru dipastikan, apakah akan ditetapkan atau bisa turun lagi atau lebih tinggi lagi. Pendukungnya diharapkan jangan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum,” sarannya.

Sementara itu, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Nuriyono SH menyatakan, pada kasus yang menimpa Syamsul Arifin, terlebih mengenai vonis tersebut, pada prinsipnya bukan terletak pada vonisnya melainkan pada proses peradilannya. “Bukan masalah tinggi rendahnya vonis yang diberikan, tapi proses peradilan yang berjalan. Kalau peradilannya berjalan, berarti hukum itu berjalan,” bebernya.

Sementara itu, anggota DPRD Sumut dari Fraksi Golkar Richard Eddy M Lingga yang dikonfirmasi Sumut Pos melalui layanan pesan singkat mengenai hal tersebut, enggan berkomentar. “Saya no comment deh,” balasnya.
Sedangkan anggota DPRD Sumut dari Fraksi PKS Muhammad Nuh yang juga dikonfirmasi melalui layanan pesan singkat terkait hal itu, langsung menghubungi Sumut Pos guna menanyakan kebenarannya. “Benar seperti itu?” tanyanya. (sam/ari)

Kalah Banding, Wajib Bayar Rp8,5 Miliar

JAKARTA-Beban Syamsul Arifin makin berat. Mantan bupati Langkat itu harus lebih lama lagi mendekam di bui. Dia juga harus lebih dalam lagi merogoh koceknya.

Ini menyusul putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang menjatuhkan vonis kepada gubernur Sumut nonaktif itu empat tahun penjara. Yang mengejutkan lagi, putusan banding mewajibkan Syamsul membayar uang kerugian negara dalam kasus korupsi APBD Langkat sebesar Rp8.512.900.231.

Padahal, putusan di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor)  hanya menjatuhkan vonis 2,5 tahun penjara dan tidak memerintahkan Syamsul membayar uang kerugian negara satu sen pun.

Juru Bicara PT DKI Ahmad Sobari menjelaskan, putusan banding PT DKI itu bernomor 38/Pid/TPK/2001/PT DKI, tertanggal 24 Nopember 2011. “Amar putusan, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang merupakan gabungan beberapa perbuatan yang berdiri sendiri yang dilakukan bersama-sama,” terang Ahmad Sobari dalam keterangannya lewat layanan pesan singkat kepada Sumut Pos, Senin (12/12).

Majelih hakim PT DKI yang diketuai M Yusran Thawab menyatakan Syamsul  melanggar Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 (b) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat (1) KUHP.  Dakwaan primer yang dibuat Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dinyatakan terbukti.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa empat tahun penjara dan denda Rp2 juta subsider dua bulan kurungan. Menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti sebesar Rp8.512.900.231,” terang Sobari.
PT DKI juga memerintahkan agar Syamsul tetap dalam tahanan. Anggota majelis hakim PT yakni Nasaruddin Tapo, Adam Hidayat, As’ad Al Ma’ruf, dan Amiek Sumindriyatmi.

Dengan putusan ini, PT DKI membatalkan putusan Pengadilan Tipikor, yang menyatakan Syamsul melanggar pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menanggapi putusan ini, anggota kuasa hukum Syamsul, Abdul Hakim Siagian, mengaku pihaknya secara formal belum menerima salinan putusan banding dari PT DKI. Hanya diakui, pihaknya sudah mendengar informasi mengenai putusan PT DKI yang lebih berat dari putusan tingkat pertama itu.

Dijelaskan Abdul Hakim, setelah nanti menerima salinan putusan, maka tim kuasa hukum beserta Syamsul, akan mempelajari putusan. “Begitu sudah menerima putusan secara formal, kita akan kaji, pelajari secara seksama, untuk menentukan sikap, apakah akan menerima putusan banding ini, ataukah akan mengajukan kasasi,” terang Abdul Hakim, kemarin.

Seperti diketahui, pada 15 Agustus 2012, majelis hakim pengadilan tipikor menjatuhkan vonis 2,5 tahun penjara kepada Syamsul. Mantan bupati Langkat yang terjerat perkara korupsi APBD Langkat itu juga didenda Rp150 juta. Hanya saja, majelis hakim pengadilan tipikor yang diketuai Tjokorda Rae Suamba tidak memerintahkan Syamsul membayar uang kerugian negara.

Menurut hitung-hitungan hakim pengadilan tipikor, uang kas Pemkab Langkat yang bobol sebesar Rp 98,7 miliar. Dari jumlah itu, yang dinikmati Syamsul dan keluarganya sebesar Rp 57,749 miliar. Lantaran Syamsul sudah mengembalikan uang ke kas Pemkab Langkat sebesar Rp80,103 miliar, maka Syamsul tidak perlu lagi mengembalikan uang kerugian negara. Sedang selisihnya atau kelebihannya, kata hakim, itu memang tanggung jawab Syamsul sebagai pimpinan.

Vonis pengadilan tipikor ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Syamsul 5 tahun penjara. JPU juga meminta majelis hakim dalam putusannya mewajibkan mantan bupati Langkat itu membayar denda Rp500 juta, subsidair 6 bulan kurungan. Dalam tuntutannya, JPU juga meminta agar Syamsul membayar kekurangan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp8,218 miliar.

Keluarga dan Pendukung Diharapkan Sabar

Mengenai hal itu,  politisi PDI P Sumut Syamsul Hilal kepada Sumut Pos, kemarin (12/12) menyarankan agar Syamsul Arifin serta keluarganya, ikhlas menerima putusan itu. Apa yang menjadi putusan pengadilan, merupakan risiko menjadi orang besar.

Syamsul Hilal juga menyarankan agar pendukung Syamsul Arifin juga ikhlas menerima dan jangan terpancing melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. “Ini juga masih tingkat banding. Ada tingkat kasasi. Di tingkat ini baru dipastikan, apakah akan ditetapkan atau bisa turun lagi atau lebih tinggi lagi. Pendukungnya diharapkan jangan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum,” sarannya.

Sementara itu, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Nuriyono SH menyatakan, pada kasus yang menimpa Syamsul Arifin, terlebih mengenai vonis tersebut, pada prinsipnya bukan terletak pada vonisnya melainkan pada proses peradilannya. “Bukan masalah tinggi rendahnya vonis yang diberikan, tapi proses peradilan yang berjalan. Kalau peradilannya berjalan, berarti hukum itu berjalan,” bebernya.

Sementara itu, anggota DPRD Sumut dari Fraksi Golkar Richard Eddy M Lingga yang dikonfirmasi Sumut Pos melalui layanan pesan singkat mengenai hal tersebut, enggan berkomentar. “Saya no comment deh,” balasnya.
Sedangkan anggota DPRD Sumut dari Fraksi PKS Muhammad Nuh yang juga dikonfirmasi melalui layanan pesan singkat terkait hal itu, langsung menghubungi Sumut Pos guna menanyakan kebenarannya. “Benar seperti itu?” tanyanya. (sam/ari)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/