MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Edy Rahmayadi memberi sinyal akan dibukanya kembali pembelajaran tatap muka di Provinsi Sumatera Utara. Edy mengatakan, lebih cepat dibuka belajar tatap muka di sekolah akan lebih baik. Namun sebelum dibuka kembali, terlebih akan dilakukan evaluasi.
“Kan tinggal cari waktu, lebih cepat lebih baik, kita lakukan evaluasi,” ujar Edy Rahmayadi menjawab wartawan di Medan, Kamis (18/3).
Namun gubernur tidak mengungkap kapan persisnya akan dibuka belajar tatap muka, meskipun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengizinkan Juli tahun ini. “Dalam waktu dekat kita lakukan evaluasi, pantas? kita lakukan (buka belajar tatap muka) di sekolah,” kata Edy.
Namun Edy Rahmayadi telah menginstruksikan ke dinas pendidikan untuk melakukan peninjauan akan kesiapan sekolah membuka belajar tatap muka. Proses itu diketahui masih berlangsung.
Sementara, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengaku optimis, semua sekolah dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) pada tahun ajaran baru 2021/2022 yang jatuh pada Juli mendatang. Alasannya, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di rentang usia 3 sampai 30 tahun memiliki risiko rendah tertular Covid-19.
“Dari sisi fatality rate, itu orang muda apalagi anak-anak, itu sangat sangat kecil, itu dari fatality ya, semua riset global menunjukkan bahwa anak-anak itu rate infection-nya itu lebih rendah daripada orang-orang dewasa atau yang lebih dewasa,” ujarnya dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI secara daring, Kamis (18/3).
Kata dia, kelompok usia 3–30 tahun memilik faktor risiko yang jauh lebih rendah dibandingkan kelompok usia lainnya. Sedangkan kelompok di atas umur 40-60 itu jauh lebih tinggi resikonya. “Kita semua tahu ini adalah fakta. Kalau dari sisi terinfeksi Covid itu sangat cepat sembuhnya,” jelasnya.
Adapun, transmisi virus pada anak bukan berada di sekolah, kebanyakan berada pada aktivitas sosial antara orang dewasa ke anak-anak. “Transmisi pada anak itu tidak terjadi bukan pada saat PTM di dalam kelas, tapi aktivitas sosial luar kelas,” ujarnya.
Oleh karena itu, ketika guru dan tenaga kependidikan sudah divaksinasi yang ditargetkan selesai pada Juni ini, itu adalah waktu yang pas untuk sekolah kembali dibuka. Namun tetap menerapkan protokol kesehatan.
“Itulah di mana sekolah harus melakukan opsi tatap muka. Dari 23 negara di Asia Timur dan Pasifik, 85 persen negara itu sudah buka sekolahnya, kita tertinggal dalam bagian 15 persen yang masih melakukan sebagian doang, atau bisa dibilang tertutup, kita mau ketinggalan seberapa jauh? Di Amerika saja dengan kondisi Covid yang parah walaupun vaksinasi cepat, mereka sudah 40 persen melakukan PTM,” tutur Nadiem.
Ia juga mengungkapkan, di zona hijau saat ini sekolah yang melaksanakan PTM baru 56 persen. Sementara itu, untuk zona kuning sebesar 28 persen. “Ini adalah keputusan pemda, belum yakin, masih belum membuka sekolah atau berbagai macam alasan lainnya,” ujarnya.
Selain itu, ia juga membeberkan dampak negatif apabila sekolah tetap menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Mulai dari anak putus sekolah hingga persepsi orang tua yang berubah kalau sekolah tidak memberikan peran apapun dalam pendidikan anak.
“Penurunan capaian belajar sudah pasti terjadi di dunia, khususnya Indonesia kesenjangan semakin melebar. Perbedaan akses dan kualitas membuat kesenjangan makin lebar, learning loss juga makin berkembang jika tidak PTM,” tutur dia.
Meskipun baru 15 persen, ia berharap dengan adanya vaksinasi Covid-19 terhadap para pendidik dan tenaga kependidikan yang ditargetkan sekitar 5 juta dapat meningkatkan angka partisipasi pembukaan sekolah di Indonesia. “Ini angka harus naik cepat, makanya dengan vaksinasi ini salah satu solusi untuk kita mendorong (PTM),” tegas mantan bos Gojek itu.
Diketahui, pandemi Covid-19 sudah berlangsung di Indonesia selama 1 tahun. Dalam perkembangan virus tersebut, banyak sektor yang mengalami hambatan, termasuk pendidikan yang terpaksa ditutup pada awal munculnya virus.
Namun, perlahan-lahan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri, sekolah sudah mulai dapat kembali melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) secara penuh dengan izin pemerintah daerah (pemda) pada Januari 2021 dan tetap menerapkan protokol kesehatan di lingkungan sekolah.
Meskipun sudah boleh dibuka, namun kenyataannya dari seluruh sekolah yang ada di Indonesia, baru 15 persen saja yang melaksanakan PTM.
Sebelumnya, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy meminta agar daerah yang telah berstatus zona hijau dan kuning kembali menggelar kegiatan belajar mengajar tatap muka. Hal ini disampaikan Muhadjir saat melakukan kunjungan ke daerah Gunungsitoli, Kepulauan Nias, Sumatera Utara, Rabu (17/3). Di wilayah ini, proses belajar mengajar tatap muka telah dilakukan, Muhadjir pun ingin wilayah lain melakukan keputusan serupa.
“Saya juga sarankan wilayah zona hijau dan kuning seperti di Kepulauan Nias ini sudah harus ada proses belajar mengajar. Jangan ikut-ikutan yang lain yang memang posisinya berada di status zona merah,” kata Muhadjir.
Dalam kesempatan itu, Muhadjir mengatakan telah dimulainya kegiatan belajar mengajar secara tatap mula di wilayah yang jauh dari ibukota, seperti Kepulauan Nias bisa menjadi kesempatan untuk mengejar ketertinggalam berkaitan dengan pembelajaran dari kota-kota besar. “Justru kesempatan sekarang bagi wilayah yang tertinggal seperti Kepulauan Nias ini untuk mengejar siswa-siswa yang berada di kota yang lebih terdepan,” kata dia.
Muhadjir juga mengapresiasi pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tatap muka yang telah dimulai di Kota Gunungsitoli dan Kepulauan Nias. Menurutnya, pelaksanaan belajar tatap muka ini telah mematuhi protokol kesehatan dengan baik, seperti kewajiban menggunakan masker bagi murid dan guru, serta diterapkannya sistem shift untuk menerapkan jaga jarak antar murid. “Saya lihat sudah bagus sekali. Mematuhi protokol kesehatan, kemudian dibikin shift masuk sekolahnya,” kata dia.
Di wilayah Kota Gunungsitoli sendiri, per 16 Maret jumlah kasus Covid-19 sejak awal masuknya kasus pada Juni 2020 berjumlah 694 kasus, dengan rincian 17 kematian dan sembuh 677 kasus. Saat ini diketahui tidak ada kasus aktif.
Muhadjir juga melakukan dialog sengan petugas tracer di kantor Walikota Gunungsitoli. Dari laporan para dokter petugas tracing Covid-19 Muhadjir mengetahui bahwa masyarakat masih banyak yang bandel dan menolak untuk dilakukan tracing oleh petugas.
Muhadjir menyebut, kasus penolakan terhadap petugas tracer memang masih sering terjadi di masyarakat. Karena itu, dia meminta agar pihak satgas petugas tracer bekerja sama dengan RT/RW bersama Babinsa dan Babinkamtibmas untuk menggencarkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang Covid-19. “Kalau kita melakukan edukasi pendidikan sosialisasi kepada masyarakat secara luas itu pelan-pelan nanti akan diterima kepada masyarakat. Karena itu saya mohon juga kepada pihak Pemerintah Kota untuk melakukan sosialisasi dan edukasi tentang Covid-19,” ujarnya.
“Ini mohon betul-betul dikobarkan agar masyarakat sadar betul Covid-19 ini nyata dan berbahaya. Covid ini sangat berbahaya terutama untuk lansia dan yang memiliki komorbid (penyakit penyerta),” lanjutnya. (bbs/jpc)