Oleh:Bambang Sukmadji
Bermula dari minat baca masyarakat kita yang rendah dan hampir melingkungi semua lapisan masyarakat, ditambah dengan daya beli yang terus merambat turun dari tahun ke tahun menjadikan faktor penyebab utama terganjalnya perkembangan media cetak di tanah air. Meski beberapa media cetak baik lokal maupun nasional telah berhasil menyelipkan sebuah eksistensi beberapa dasawarsa, namun masih banyak media cetak yang telah merana ditelan keterpurukan multidimensional masyarakat kita.
Meskipun kehadiran media cetak di masyarakat sosial adalah sesuatu yang bersifat esensi dalam ruang lingkup pencerdasan, pengembangan Iptek, informasi maupun fungsi penanaman nilai-nilai dasar pada masyarakat tersebut.
Berbagai carapun kemudian diusung oleh banyak media cetak agar mampu bertahan menjalankan fungsinya sebagai agent of social canging, demi sebuah eksistensi yang apa adanya, dari mulai mengurangi jumlah halaman dan kolom, tidak memberi honor pada penulis hingga upaya yang paling ekstrim dengan mem-PHK-kan jurnalis atau karyawan lainnya. Konsekuensi dari kiat tersebut adalah dapat kita cermati hilangnya sebuah fungsi ideal dari sebuah media informasi. Salah satu contohnya adalah lenyapnya halaman untuk menggali aspirasi sastra, seperti halaman cerpen, puisi, prosa dan lainnya, untuk usia baca dewasa hingga anak-anak.
Harapan pebisnis media hingga kinipun tinggal hanya sebuah harapan. Sebuah harapan agar pemerintah memberikan subsidi kertas untuk semua media cetak, sehingga harga per edisi menjadi relatif lebih murah. Apabila harapan ini betul-betul terwujud maka harapan semua media cetak untuk bermetamorfosis menjadi media 12 jam-an menjadi lebih terbuka. Di samping faktor kendala tersebut di atas, hadirnya koran Online inipun secara perlahan mampu mengancam sebuah eksistensi koran cetak.
Dengan hadirnya kompleksitas meradangnya media cetak, secara otomatis menimbulkan dampak tersendiri untuk penulis produktif yang masih melekatkan idealisme pada benaknya. Hal ini cukup beralasan karena di tanah air sebuah profesi penulis hanya mampu dilakukan secara sambilan, apalagi dengan banyaknya media cetak yang belum mampu memberi honor selayaknya.
Tentunya kendala tersebut tidak menjadi masalah bila niatan awal penulisan sebuah sudut pandang, semata-mata hanya untuk melemparkan gagasan dan pencerahan kepada publik atau hanya sekadar menyalurkan sebuah talen karena menulis bagaimanapun adalah suatu seni.
Berkat capaian teknologi informatika yang menggemakan dunia maya lahirlah ratusan media online yang lebih longgar untuk menerima tulisan penulis yang terpinggirkan. Sehingga mencuatlah banyak penulis untuk koran online atau citizen journalist (CJ). Tentunya perbedaan kedua media pun tidak pernah digubris oleh penulis idealis tersebut, selama mereka mampu mengusung sebuah ide gagasan kepada publik. Mereka telah menjadikan media seperti ini tak lebih hanya sebagai mesin pestranfer antara CJ dengan publik. Karena fungsi primer dari media ini sebenarnya adalah sebagai agen pencerahan publik, yang meliputi fungsi to inform (menginformasikan), to educate (mendidik ), to influence (mempengaruhi), to entertain (menghibur), dan to mediate (mediasi).
Di samping itu juga koran online lebih menantang dalam menawarkan berita faktual dan nonfaktual karena aspek variatifnya, dengan berbagai kriteria penyajiannya seperti variasi mainstream news sites untuk sistem yang menawarkan informasi dan berita faktual, index and category sites adalah sajian yang bersifat optional yang ditawarkan pada publik, meta and comment sites sebuah situs mengenai media berita dan isu-isu media secara umum, dan terkadang juga dikaitkan atau diasosiasikan sebagai pengawas media dan share and discussion sites yaitu sebuah situs yang memanfaatkan potensi teknologi internet sebagai wadah dan sarana untuk saling bertukar pikiran, cerita, dan sebagainya.
Sebuah tindakan bijaksana perlu dikedepankan untuk media cetak dalam menyikapi atau menampung gagasan penulis tersebut, yang belum tentu lebih jelek kepiawaian dalam meretas redaksional sebuah tulisan. Bagi sebuah media cetak perlu pula memandang bahwa setiap penulis pinggiran tersebut memiliki gaya penulisan yang bervariasi, mencakup ketajaman, sudut pandang, idealisme dan muatan sastranya. Dengan menggenapkan mereka dalam jajaran penulis yang direngkuhnya, semakin komprehensif sudut pandang dan gaya penulisan media cetaknya.
Sebuah kendala lainnya turut pula menciptakan terpinggirnya beberapa menulis yang tidak memiliki senioritas akademik sesuai dengan tulisannya, adalah aspek penerbit, hubungan pertemanan atau link dengan redaksi, sehingga terjadi penilaian subyektif pada naskah penulis terpinggirkan. Akan tetapi, sebagian penulis pinggiran ini lebih memilih menuangkan tulisannya pada blog miliknya sendiri karena beberapa alasan, diantaranya adalah keluwesan dalam menata lay out halaman blog, posting, tagging dan lain sebagainya. Di samping itu kelebihan blog ataupun domain yang dikelonya bisa di-publish tanpa membentur batasan.
Penulis pinggiran merasa bahwa mengelola blog pribadinya adalah sama saja dengan menjadi tuan. Apalagi dengan lengkapnya fasilitas aplikasi yang gratis seperti facebook, tweter, Album Picasa, Google+, 4Shared.com, Linked.com dan lain sebagainya. Penulis terpinggirkan ini lebih leluasa lagi mempublish tulisannya menembus dunia nyata tanpa tepi. Maka kini merekapun telah menjadi penulis yang tidak kesepian lagi. Namun justru dengan sebuah talen yang menonjol, ketajaman dan kualitas tulisan yang lebih baik, mereka lebih mampu mendapatkan kepuasan tersendiri ketimbang ditayang media cetak.
*Guru MA Futuhiyyah 1 Mranggen,
Demak Jateng