JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menemukan jenis varian baru Virus Corona di Indonesia, yaitu varian Delta Plus. Varian yang memiliki nama lain B.1.617.2.1 atau AY.1 ini ditemukan di Jambi dan Mamuju, Sulawesi Barat. Varian ini merupakan mutasi turunan dari Virus Corona varian Delta yang masuk variant of concern WHO, karena sifatnya yang mudah menular dan menimbulkan gejala berat.
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah Jambi, Nirwan Satria kaget saat mendapatkan kabar varian Delta Plus ditemukan di daerahnya. Berdasarkan informasi yang dia terima, varian ini memiliki kemampuan tingkat penularan yang lebih cepat.
“Jujur kami kaget bahwa varian Delta Plus itu munculnya di Jambi,” kata Nirwan dalam konpers mengenai update kondisi dokter oleh Tim Mitigasi IDI yang digelar secara virtual, Rabu (28/7).
Mulanya, menurut Nirwan, laju penularan kasus Covid-19 di Provinsi Jambi mengalami kenaikan signifikan. Pada 18 Juli lalu, kata Nirwan, tiba-tiba positif Covid-19 meningkat menjadi 442 kasus dalam satu hari.
Padahal, pada hari-hari sebelumnya rata-rata kasus harian di Jambi berada di bawah 100 kasus. “Biasanya rata-rata kami di bawah 100, itu pada 18 Juli tiba-tiba naik menjadi 442 orang kasus positifnya,” kata Nirwan.
Mulanya Nirwan merasa heran mendapati kasus Covid-19 di wilayahnya melonjak tajam. Beberapa waktu kemudian, ia mengetahui bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan genome sequence, ternyata ditemukan varian Delta Plus di wilayahnya. “Polanya inikan meningkat terus, dipikir apa masalahnya meningkat? Nah, dari Kemenkes biasanya ada genome sequence, diekstrak ternyata muncullah (Delta Plus),” ujarnya.
Nirwan mengatakan, temuan varian Delta Plus ini disampaikan salah satunya oleh Ketua Eijkman Profesor Amin Soebandrio. Hingga saat ini, Nirwan mengatakan pihaknya belum mengetahui jumlah pasien yang terpapar varian tersebut, di mana mereka dirawat, serta bagaimana kondisinya. “Jujur kami tidak punya data detail begitu, tapi kami infokan bahwa di Jambi sudah masuk varian Delta Plus, sama dengan di Mamuju,” jelas Nirwan.
Meski demikian, Nirwan menyebut saat ini jumlah kasus positif di wilayahnya menurun menjadi sekitar 200 kasus per hari. Virus corona varian delta plus adalah jenis teranyar dari virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Varian ini disebut-sebut sudah menyebar di sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Sebelumnya, Juru Bicara Satgas Covid-19 Provinsi Jambi Johansyah mengungkapkan, ada tujuh pasien di RS Raden Mattaher yang telah terkomfirmasi virus corona varian delta. Dari jumlah itu, dua orang terjangkit varian AY.1 atau varian delta plus. “Kita akan lakukan pelacakan segera terhadap pasien yang terserang varian delta,” kata Johansyah melalui sambungan telepon, Rabu (28/7).
Ia mengatakan, informasi terkait Covid-19 varian delta ini sudah diterima Pemprov Jambi pada Selasa (27/7) kemarin. Kasus ini ditemukan saat RS Raden Mattaher mengirimkan 454 sampel ke Lembaga Biologi Molekuler Eijkman pada akhir Juni lalu. Dari tujuh pasien yang positif varian delta ini, menurut Johansyah, dua orang terjangkit varian AY.1 atau delta plus dan lima orang terserang varian AY.3.
Sudah Sembuh
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan, tiga pasien yang positif Covid-19 dari varian delta plus atau AY.1 sudah sembuh. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, tiga kasus Covid-19 akibat varian delta plus ini terdeteksi di dua provinsi, yaitu dua kasus di Jambi dan satu kasus di Sulawesi Barat. “Sehat, kan sampelnya diambil satu bulan lalu,” kata Nadia, Rabu (28/7).
Nadia mengatakan, tiga kasus tersebut ditemukan pada Bulan Juli ini, karena sampel yang diperiksa diambil pada Bulan Juni. Selain itu, ia mengatakan, kasus Covid-19 dari varian delta plus terjadi karena adanya transmisi lokal. “Ini karena transmisi lokal,” ujar dia.
Lebih lanjut, Nadia mengatakan, varian delta plus ini masuk kategori variant of concern (VoC) sama seperti varian delta B.1.617.2. Bahkan, keduanya memiliki kecepatan penularan yang sama. “Ini masuk VoC ya. Tidak ada (perbedaan), hanya mutasi spike-nya saja, (kecepatan penularan) sama,” ucap Nadia.
Lantas, apa perbedaan varian Delta dengan Delta Plus?
Menurut Kepala Ilmuwan WHO Dr Soumya Swaminathan dalam Twitter resmi WHO, varian Delta pertama kali terdeteksi di India, dan tercipta akibat gabungan mutasi. Sehingga menyebabkan varian tersebut menjadi lebih menular dibandingkan virus aslinya.
Varian tersebut disebut dua kali lebih menular dari virus corona biasa. Artinya, apabila seseorang terpapar varian ini, mereka mungkin punya lebih banyak viral load atau muatan virus.
Menurut Soumnya, viral load atau muatan virus tersebut dapat lebih mudah menularkan ke orang lain. “Kemungkinan satu orang tidak hanya dapat menularkan virus ke dua orang, tetapi dapat menularkan virus ke empat, enam, atau bahkan delapan orang,” kata Soumya seperti yang dikutip dari Twitter, Rabu (28/7).
Sedangkan Delta Plus, menurut Soumnya lebih berbahaya dibandingkan varian Delta. Hal ini dikarenakan varian ini memiliki mutasi lain, yang juga terlihat pada varian Betta yang pertama kali teridentifikasi di Afrika Selatan dan Gamma dan pertama kali teridentifikasi di Brasil. Itulah sebabnya mengapa ada penyematan kata plus di belakang namanya.
“Disebut plus karena memiliki mutasi lain, yang juga terlihat pada varian Beta dan gamma, yang berpotensi juga berdampak pada pembunuhan antibodi virus. Jadi ada sedikit kekhawatiran bahwa strain ini mungkin menjadi lebih mematikan karena resisten terhadap vaksin dan obat,” kata Soumya.
Lalu, apa perbedaan gejala yang dirasakan penderita varian Delta dan Delta Plus? Adapun gejala yang dari Varian Delta yakni, Demam, Batuk, Kehilangan penciuman atau rasa, Sakit tenggorokan, Nyeri otot, Diare,dan Mual. Sedangkan gejala dari Varian Delta Plus yakni, Batuk, Diare, Demam, Sakit kepala, Ruam kulit, Perubahan warna jari tangan dan kaki, Nyeri dada, dan Sesak napas. Gejala lain yang teridentifikasi oleh para ahli dan dikaitkan dengan varian ini adalah, sakit perut, mual dan kehilangan nafsu makan.
Sementara itu, ahli virologi Louisiana State University, Jeremy Kamil menyatakan sejauh ini belum ada studi yang secara spesifik membahas corona varian delta plus.Begitu pula untuk efektivitas vaksin. Peneliti masih terus mengkaji efektivitas vaksin terhadap corona varian delta plus. Studi pada varian delta sebelumnya, vaksin terbukti bisa membantu meringankan kondisi Covid-19.
Dikutip dari Medical News Today, vaksin Pfizer dan AstraZeneca sangat efektif mencegah varian delta. Vaksin Pfizer memiliki efektivitas 96 persen dan AstraZeneca 92 persen setelah dosis kedua. Orang-orang yang belum divaksin juga lebih rentan terkena virus corona varian delta.(kps/cnn/cnbc/bbs)