25 C
Medan
Monday, May 6, 2024

Anggaran 2017 Terbatas, Dana Aspirasi DPR Ditolak

Foto: Sofyansyah/radar bogor/jpnn Wakil Presiden, Jusuf Kalla meninjau proyek Pusat Pelatihan dan Pendidikan Olahraga di Hambalang, Kabupaten Bogor, Minggu, (4/09/ 2016). Kalla  melihat langsung proyek tersebut yang mangkrak akibat kasus korupsi.
Foto: Sofyansyah/radar bogor/jpnn
Wakil Presiden, Jusuf Kalla meninjau proyek Pusat Pelatihan dan Pendidikan Olahraga di Hambalang, Kabupaten Bogor, Minggu, (4/09/ 2016). Kalla melihat langsung proyek tersebut yang mangkrak akibat kasus korupsi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Keinginan DPR untuk mendapatkan dana aspirasi bertepuk sebelah tangan. Pemerintah hampir pasti menolak usul tersebut lantaran kondisi perekonomian negara belum terlalu baik.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menegaskan kembali, kondisi keuangan negara tahun ini belum sebaik tahun lalu. Kondisi tahun depan pun diprediksi belum terlalu menggembirakan karena kondisi perekonomian global.

Usul dana aspirasi itu memang akan dimasukkan dalam APBN 2017 dan sudah dibahas dalam sebulan terakhir. ’’Tapi, 2017 kondisi keuangan negara tidak sebaik tahun-tahun lalu,’’ ujar JK.

Dana aspirasi merupakan istilah yang digulirkan DPR. Dana tersebut ditujukan untuk merealisasikan janji-janji legislator kepada konstituen mereka. Biasanya berupa proyek pembangunan.

Menurut JK, selama ini pemerintah memperlakukan proyek tersebut seperti proyek biasa. Bila usul proyek dianggap mendesak dan dananya ada, proyek akan dikerjakan. ’’Kalau baik, program itu disetujui. Kalau tidak sesuai perencanaan, tentu tidak,’’ tegas JK.

Namun, sebenarnya istilah dana aspirasi tidak dikenal dalam APBN. ’’Tidak ada itu, hanya program,’’ tegas JK.

Bukan hanya DPR yang mengusulkan tambahan anggaran. Kalangan DPRD pun ingin mendapat tambahan anggaran. Mereka meminta kenaikan gaji saat kondisi perekonomian kurang baik.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Toni Sumarsono menuturkan, usul DPRD untuk kenaikan gaji itu akan dituangkan dalam peraturan pemerintah (PP). PP itu sudah di tangan presiden. ’’Beliau sudah janji semuanya. Prinsipnya, sudah merupakan usul dari 10 atau 13 tahun yang lalu,’’ ujarnya.

Sumarsono mengungkapkan, prinsipnya, Kemendagri memandang ada perubahan undang-undang, yakni dari UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah menjadi UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. ’’Ya, UU berubah, PP-nya masih lama. Saya kira penyesuaian-penyesuaian ini adalah aspirasi 17 ribu DPRD se-Indonesia yang oleh pemerintah pusat harus direspons,’’ ungkapnya.

Meski begitu, dia menegaskan, pemerintah pusat hanya akan mengatur komponennya. Misalnya, keinginan DPR untuk reses yang dulu diatur sesuai pengeluaran akan diminta agar dibayarkan seluruhnya atau lumpsum.

’’Tapi, catatan terakhir kembali kepada APBD masing-masing. Kalau mau gajinya naik tinggi, ya PAD-nya harus digenjot,’’ tegasnya.

Sebelumnya, Forum Indonesia untuk transparansi anggaran (Fitra) menolak usulan DPR soal dana aspirasi daerah dalam APBN 2017. Manajer Advokasi dan Investigasi Fitra, Apung Widadi menilai, dana aspirasi hanya modus DPR untuk mendapatkan dana guna membiayai kegiatan politik mereka. Jika usulan tersebut disetujui, kata dia, maka akan mengancam uang negara sebesar Rp22,8 triliun.

“Jika rumus transaksi korupsi itu 7-8 persen, maka dalam setahun akan ada Rp22,8 triliun uang yang lenyap,” ujar Apung, dalam sebuah forum diskusi di Jakarta Pusat, Jumat (2/9).

Menurut dia, usulan dana aspirasi muncul karena DPR menggunakan celah Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Pasal 80 UU tersebut menyebut bahwa anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan di daerah pemilihan (dapil). Oleh DPR, pasal ini dijadikan pintu masuk dan ditafsirkan bahwa dewan juga berhak mencairkan dana pembangunan untuk dibawa sendiri oleh mereka ke daerah.

Padahal, kata Apung, Undang-Undang Keuangan Negara tidak mengenal adanya nomenklatur dana aspirasi. Karenanya, Fitra menyatakan dana aspirasi adalah dana siluman anggota DPR yang harus ditolak. Apung menegaskan, penolakan terhadap usulan tersebut sangat mendesak karena dana aspirasi biasanya akan mendompleng Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU).

Dalam kesempatan yang sama, pengamat politik Ray Rangkuti menilai usulan dana aspirasi merupakan upaya anggota DPR untuk menyiapkan diri menghadapi pemilu legislatif 2019 mendatang. Dewan membutuhkan dana untuk membangun dapilnya untuk memunculkan kesan bahwa ia telah bekerja. “Dengan kata lain, ini cara untuk mengamankan suara mereka di dapil,” kata Ray. (jun/c5/oki/jpg)

Foto: Sofyansyah/radar bogor/jpnn Wakil Presiden, Jusuf Kalla meninjau proyek Pusat Pelatihan dan Pendidikan Olahraga di Hambalang, Kabupaten Bogor, Minggu, (4/09/ 2016). Kalla  melihat langsung proyek tersebut yang mangkrak akibat kasus korupsi.
Foto: Sofyansyah/radar bogor/jpnn
Wakil Presiden, Jusuf Kalla meninjau proyek Pusat Pelatihan dan Pendidikan Olahraga di Hambalang, Kabupaten Bogor, Minggu, (4/09/ 2016). Kalla melihat langsung proyek tersebut yang mangkrak akibat kasus korupsi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Keinginan DPR untuk mendapatkan dana aspirasi bertepuk sebelah tangan. Pemerintah hampir pasti menolak usul tersebut lantaran kondisi perekonomian negara belum terlalu baik.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menegaskan kembali, kondisi keuangan negara tahun ini belum sebaik tahun lalu. Kondisi tahun depan pun diprediksi belum terlalu menggembirakan karena kondisi perekonomian global.

Usul dana aspirasi itu memang akan dimasukkan dalam APBN 2017 dan sudah dibahas dalam sebulan terakhir. ’’Tapi, 2017 kondisi keuangan negara tidak sebaik tahun-tahun lalu,’’ ujar JK.

Dana aspirasi merupakan istilah yang digulirkan DPR. Dana tersebut ditujukan untuk merealisasikan janji-janji legislator kepada konstituen mereka. Biasanya berupa proyek pembangunan.

Menurut JK, selama ini pemerintah memperlakukan proyek tersebut seperti proyek biasa. Bila usul proyek dianggap mendesak dan dananya ada, proyek akan dikerjakan. ’’Kalau baik, program itu disetujui. Kalau tidak sesuai perencanaan, tentu tidak,’’ tegas JK.

Namun, sebenarnya istilah dana aspirasi tidak dikenal dalam APBN. ’’Tidak ada itu, hanya program,’’ tegas JK.

Bukan hanya DPR yang mengusulkan tambahan anggaran. Kalangan DPRD pun ingin mendapat tambahan anggaran. Mereka meminta kenaikan gaji saat kondisi perekonomian kurang baik.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Toni Sumarsono menuturkan, usul DPRD untuk kenaikan gaji itu akan dituangkan dalam peraturan pemerintah (PP). PP itu sudah di tangan presiden. ’’Beliau sudah janji semuanya. Prinsipnya, sudah merupakan usul dari 10 atau 13 tahun yang lalu,’’ ujarnya.

Sumarsono mengungkapkan, prinsipnya, Kemendagri memandang ada perubahan undang-undang, yakni dari UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah menjadi UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. ’’Ya, UU berubah, PP-nya masih lama. Saya kira penyesuaian-penyesuaian ini adalah aspirasi 17 ribu DPRD se-Indonesia yang oleh pemerintah pusat harus direspons,’’ ungkapnya.

Meski begitu, dia menegaskan, pemerintah pusat hanya akan mengatur komponennya. Misalnya, keinginan DPR untuk reses yang dulu diatur sesuai pengeluaran akan diminta agar dibayarkan seluruhnya atau lumpsum.

’’Tapi, catatan terakhir kembali kepada APBD masing-masing. Kalau mau gajinya naik tinggi, ya PAD-nya harus digenjot,’’ tegasnya.

Sebelumnya, Forum Indonesia untuk transparansi anggaran (Fitra) menolak usulan DPR soal dana aspirasi daerah dalam APBN 2017. Manajer Advokasi dan Investigasi Fitra, Apung Widadi menilai, dana aspirasi hanya modus DPR untuk mendapatkan dana guna membiayai kegiatan politik mereka. Jika usulan tersebut disetujui, kata dia, maka akan mengancam uang negara sebesar Rp22,8 triliun.

“Jika rumus transaksi korupsi itu 7-8 persen, maka dalam setahun akan ada Rp22,8 triliun uang yang lenyap,” ujar Apung, dalam sebuah forum diskusi di Jakarta Pusat, Jumat (2/9).

Menurut dia, usulan dana aspirasi muncul karena DPR menggunakan celah Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Pasal 80 UU tersebut menyebut bahwa anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan di daerah pemilihan (dapil). Oleh DPR, pasal ini dijadikan pintu masuk dan ditafsirkan bahwa dewan juga berhak mencairkan dana pembangunan untuk dibawa sendiri oleh mereka ke daerah.

Padahal, kata Apung, Undang-Undang Keuangan Negara tidak mengenal adanya nomenklatur dana aspirasi. Karenanya, Fitra menyatakan dana aspirasi adalah dana siluman anggota DPR yang harus ditolak. Apung menegaskan, penolakan terhadap usulan tersebut sangat mendesak karena dana aspirasi biasanya akan mendompleng Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU).

Dalam kesempatan yang sama, pengamat politik Ray Rangkuti menilai usulan dana aspirasi merupakan upaya anggota DPR untuk menyiapkan diri menghadapi pemilu legislatif 2019 mendatang. Dewan membutuhkan dana untuk membangun dapilnya untuk memunculkan kesan bahwa ia telah bekerja. “Dengan kata lain, ini cara untuk mengamankan suara mereka di dapil,” kata Ray. (jun/c5/oki/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/