26 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Aceh Diobok-obok, Mirip Masa DOM

Polda Kejar Pemesan Senjata

LHOKSEUMAWE-Kasus penembakan di Aceh hingga ditangkapnya penyelundupan senjata mencuatkan beragam pernyataan. Prediksi, analisis, hingga wacana muncul. Kasus belum selesai, teror lain malah muncul.
Terbaru, tower Saluran Udara Tegangan Tinggi (Sutet) LSW-IDI 354, di Desa Matang Sijuek Barat, Kecamatan Baktiya Barat, Aceh Utara mendadak tumbang.

Menara tersebut digergaji oleh orang tak dikenal (OTK), Minggu (8/1) dini hari sekira pukul 02.30 WIB. Akibat kejadian ini, suplay listrik dari Belawan-Sumatera Utara ke sebagian pelanggan PLN di tujuh kabupaten/kota jadi terganggung.

“Sekarang barang bukti itu sudah kita amankan di Polres Aceh Utara.  Selain barang tersebut, di lokasi yang berlumpur juga terlihat jejak kaki yang diduga milik para pelaku. Pelaku kita duga lebih dari satu orang,” terang Kasat Reskrim Polres Aceh Utara AKP Marzuki kepada Rakyat Aceh (grup Sumut Pos).

Aksi brutal tersebut, dinilai oleh seorang warga saat melihat kondisi tower yang berada di pertengahan tambak petani merupakan tindakan menyengsarakan umat. “Ini ada upaya mengobok-obok Aceh seperti masa darurat militer (DOM, Red) dahulu. Tentu saja imbasnya terhadap perekonomian masyarakat terganggu, terutama yang berada di pedesaan akibat arus listrik lumpuh total,” cecar Mursidin dengan nada gemas.

Akibat tumbangnya tower interkoneksi yang berjarak  40 km arah barat Kota Lhokseumawe  atau 10 km arah utara ibu kota Aceh Utara, Lhoksukon, secara langsung masyarakat dari Panton Labu hingga Banda Aceh, mengalami gangguan.
“Untuk memperbaiki secara darurat tower yang tumbang ini paling tidak memerlukan waktu seminggu. Dan, biaya satu tower pun cukup mahal yaitu mencapai satu miliar,” jelas pihak PLN cabang Lhokseumawe, ranting Geudong, M Nasir.

Sementara itu, sebanyak 35 warga Jawa yang bermukim di Aceh memilih pulang kembali ke kampung halaman mereka. Ke-35 warga Kebumen, Jawa Tengah itu tiba di pool bus PMTOH di Ring Road, Medan. Selanjutnya, ke-35 warga Kebumen, Jawa Tengah itu kembali ke kampung halamannya di Kebumen, Jawa Tengah, pada pukul 10.00 WIB kemarin.

“Saya dan beberapa teman-teman di Aceh tinggal di Pango Raja dan saya sudah tinggal tiga bulan di Aceh. Kami terpaksa mengundurkan diri untuk sementara waktu menunggu keadaan di Aceh kembali tenang. Saya sehari-harinya bekerja sebagai kernet bangunan di sana,” kata Daryono (33).

Warkum (36), warga Sempor, Kebumen, Jawa Tengah ini juga mengatakan hal serupa. Warkum mengaku, bahwa yang ditembak itu kebanyakan warga Banyuwangi. “Kami berada di Aceh untuk mengerjakan proyek pembangunan gedung kantor kecamatan di Ulee Kareeng, Banda Aceh,” tuturnya.

Suyono (56), warga Dusun Candirenggo, Kebumen, Jawa Tengah juga menyuarakan isi hatinya. Mereka terpaksa memilih pulang demi keamanan dan kenyamanan, situasi di Aceh sudah tidak kondusif lagi. “Kita senang bisa tiba di Medan ini dengan selamat. Kita memilih pulang karena takut menjadi korban penembakan di Aceh,” tegasnya.
Menyikapi berbagai masalah di Aceh, analis politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Warjio kepada Sumut Pos menyatakan, apa yang terjadi merupakan ajang mencari keuntungan dari pihak-pihak tertentu. “Ini harus segera diungkap, jangan sampai menjadi hal yang merugikan bagi kelompok tertentu kendati ini sudah menjadi rahasia umum dari yang lalu-lalu,” ulasnya.

Warjio juga menilai, kepentingan yang sarat dalam insiden berdarah di Aceh ini, tidak terlepas dari akan segera diselenggarakannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Aceh beberapa waktu ke depan.

Sehingga, ada kelompok-kelompok yang mencari-cari isu yang kemudian dicuatkan sehingga menjadi perhatian publik. Kemudian, orang-orang yang memainkan isu mendapat keuntungan dari insiden yang sengaja diciptakan itu.
Selain itu pula, untuk mengungkap kejadian itu, sambungnya, bukan hanya menangkap pelaku di belakang layar sekaligus pelaku penembakannya saja, tapi juga meredam perederan senjata api ilegal di Aceh yang sangat marak, dimana pasokannya juga dari sejumlah daerah seperti Malaysia, Filipina termasuk juga dari Sumut.

“Ini juga harus segera diungkap. Semuanya ada aktornya. Kita minta pemerintah segera menuntaskan kasus ini, jangan berlarut-larut dan jangan sampai nantinya merugikan kelompok atau etnis tertentu,” tegasnya.

AC Manullang: Ada Permainan CIA

Pengamat intelijen DR AC Manullang menilai, kasus penembakan beruntut yang terjadi di Aceh dilatarbelakangani sejumlah persoalan. Menurut mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) itu, ada sejumlah kemungkinan terkait siapa aktor yang bermain di belakang masalah ini.

Pertama, dilihat masih tampaknya faksi yang terdapat di tubuh Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Besar kemungkinan terjadi gejolak di Bumi Serambi Mekkah ini merupakan bentuk pertarungan antara faksi GAM yang tetap kukuh menghendaki Aceh Merdeka, dengan faksi yang sudah menerima model otonomi khusus.

“Jadi, ini masih ada kaitannya dengan MoU Helsinki. Pertarungan antara GAM lama yang maunya merdeka, dengan GAM baru yang menerima otonomi khusus. Irwandi Yusuf itu GAM baru yang menerima otonomi khusus Aceh,” ujar AC Manullang saat dihubungi Sumut Pos, Minggu (8/1).

Kemungkinan kedua, berdasarkan pengamatan AC Manullang, intelijen asing yakni Central Intelligence Agency (CIA), ikut mendompleng persoalan yang muncul di Aceh. Menurutnya, AS selalu memainkan isu-isu yang berbau Islam untuk menguji panas dinginnya politik di Indonesia.

Menurut Manullang, mulai dari benturan jamaah Ahmadiyah dengan warga di Cikeusik, hingga persoalan konflik pembakaran Ponpes Syiah di Madura, merupakan bagian dari permainan CIA. “Islam diadu dengan Islam, termasuk di Aceh yang selalu diisukan akan menjadi negara Islam di Indonesia. Jadi, saya mohon rakyat Aceh sadar, tidak mudah terpancing,” ujarnya.

Pola penyusupan intelijen CIA ini, lanjutnya, sudah menggunakan penduduk setempat untuk menggerakkan operasinya. Para penyelundup senjata, termasuk yang tertangkap di Langkat, menurut Manullang, juga diatur oleh intel asing. “Penyelundup-penyelundup itu diatur oleh mereka. Operasi intelejin asing ini menggunakan penduduk setempat, bahkan tidak tertututup kemungkinan orang-orang dari Jakarta. Mereka terlatih, bukan orang-orang sembarangan, terorganisir rapi,” urainya.

Kemungkinan ketiga, yang kait-mengkait dengan kemungkinan pertama dan kedua, adalah urusan politik di dalam negeri. Manullang mensinyalir, ada kekuatan politik yang menjadikan Aceh sebagai barometer untuk mengukur tensi politik di tanah air. “Ini daerah dijadikan daerah percobaan, bisa panas, bisa dingin. Ini urusannya pemilu 2014, sekarang sudah 2012. Aceh dijadikan kuda troya,” katanya.

Manullang menampik kemungkinan oknum petinggi militer ikut bermain dengan tujuan ada anggaran untuk operasi pengamanan. “Bohong itu, tidak mungkin militer. Bohong, karena Aceh itu strategis,” cetusnya.

Polda Kejar Pemesan Senjata

Sementara itu, tertangkapnya 2 pria penyelundup senjata api ilegal di Langkat, Sumatera Utara, akan dikembangkan pihak Polda Aceh yang bekerjasama dengan Poldasu. Seorang pelaku disinyalir sebagai pemesan senpi tersebut sedang dilacak. Menurut Kabid Humas Polda Aceh Kombes Pol Gustav Leo, petugas telah berkoordinasi untuk mengejar kawanan pemesan senpi di Wilayah Aceh Timur. “Kami sedang menyelidiki dan mendalami serta mengejar, seseorang yang dikatakan kedua tersangka penyelundupan senjata api ilegal itu. Ada yang memesannya dari Aceh Timur,” tukasnya kepada Metro Aceh (grup Sumut Pos).

Disinggung apakah dua orang yang diduga menyelundupkan senjata, ada kaitannya dengan rentetan aksi penembakan brutal di sejumlah tempat di Aceh, Kabid Humas Polda Aceh belum bisa memastikan keterlibatan tersebut.
Dikatakannya lagi, kedua tersangka yang membawa dua pucuk senjata dan 18 butir peluru yang tertangkap tangan oleh kepolisian Langkat, tidak dipindahkan atau dikirim ke Polda Aceh. Pasalnya, ujar Gustav Leo, lokasi penangkapan di Sumut, jadi pemeriksaan dan proses hukumnya juga di daerah tersebut.

Hanya saja, ucapnya, pihaknya akan membantu Poldasu mengejar seseorang yang memesan senjata dari kedua tersangka. Selain itu, tetap menyelidiki dan menindaklanjuti apakah keduanya memiliki keterkaitan dengan sejumlah aksi kekerasan menggunakan senjata api, dua bulan terakhir ini. (agt/ung/ian/jpnn/sam/ari/jon)

AC Manullang:  Ada Permainan CIA

Pengamat intelijen DR AC Manullang menilai, kasus penembakan beruntut yang terjadi di Aceh dilatarbelakangani sejumlah persoalan. Menurut mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) itu, ada sejumlah kemungkinan terkait siapa aktor yang bermain di belakang masalah ini.

Pertama, dilihat masih tampaknya faksi yang terdapat di tubuh Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Besar kemungkinan terjadi gejolak di Bumi Serambi Mekkah ini merupakan bentuk pertarungan antara faksi GAM yang tetap kukuh menghendaki Aceh Merdeka, dengan faksi yang sudah menerima model otonomi khusus.

“Jadi, ini masih ada kaitannya dengan MoU Helsinki. Pertarungan antara GAM lama yang maunya merdeka, dengan GAM baru yang menerima otonomi khusus. Irwandi Yusuf itu GAM baru yang menerima otonomi khusus Aceh,” ujar AC Manullang saat dihubungi Sumut Pos, Minggu (8/1).

Kemungkinan kedua, berdasarkan pengamatan AC Manullang, intelijen asing yakni Central Intelligence Agency (CIA), ikut mendompleng persoalan yang muncul di Aceh. Menurutnya, AS selalu memainkan isu-isu yang berbau Islam untuk menguji panas dinginnya politik di Indonesia.

Menurut Manullang, mulai dari benturan jamaah Ahmadiyah dengan warga di Cikeusik, hingga persoalan konflik pembakaran Ponpes Syiah di Madura, merupakan bagian dari permainan CIA. “Islam diadu dengan Islam, termasuk di Aceh yang selalu diisukan akan menjadi negara Islam di Indonesia. Jadi, saya mohon rakyat Aceh sadar, tidak mudah terpancing,” ujarnya.

Pola penyusupan intelijen CIA ini, lanjutnya, sudah menggunakan penduduk setempat untuk menggerakkan operasinya. Para penyelundup senjata, termasuk yang tertangkap di Langkat, menurut Manullang, juga diatur oleh intel asing. “Penyelundup-penyelundup itu diatur oleh mereka. Operasi intelejin asing ini menggunakan penduduk setempat, bahkan tidak tertututup kemungkinan orang-orang dari Jakarta. Mereka terlatih, bukan orang-orang sembarangan, terorganisir rapi,” urainya.

Kemungkinan ketiga, yang kait-mengkait dengan kemungkinan pertama dan kedua, adalah urusan politik di dalam negeri. Manullang mensinyalir, ada kekuatan politik yang menjadikan Aceh sebagai barometer untuk mengukur tensi politik di tanah air. “Ini daerah dijadikan daerah percobaan, bisa panas, bisa dingin. Ini urusannya pemilu 2014, sekarang sudah 2012. Aceh dijadikan kuda troya,” katanya.

Manullang menampik kemungkinan oknum petinggi militer ikut bermain dengan tujuan ada anggaran untuk operasi pengamanan. “Bohong itu, tidak mungkin militer. Bohong, karena Aceh itu strategis,” cetusnya. (sam)

Polda Kejar Pemesan Senjata

LHOKSEUMAWE-Kasus penembakan di Aceh hingga ditangkapnya penyelundupan senjata mencuatkan beragam pernyataan. Prediksi, analisis, hingga wacana muncul. Kasus belum selesai, teror lain malah muncul.
Terbaru, tower Saluran Udara Tegangan Tinggi (Sutet) LSW-IDI 354, di Desa Matang Sijuek Barat, Kecamatan Baktiya Barat, Aceh Utara mendadak tumbang.

Menara tersebut digergaji oleh orang tak dikenal (OTK), Minggu (8/1) dini hari sekira pukul 02.30 WIB. Akibat kejadian ini, suplay listrik dari Belawan-Sumatera Utara ke sebagian pelanggan PLN di tujuh kabupaten/kota jadi terganggung.

“Sekarang barang bukti itu sudah kita amankan di Polres Aceh Utara.  Selain barang tersebut, di lokasi yang berlumpur juga terlihat jejak kaki yang diduga milik para pelaku. Pelaku kita duga lebih dari satu orang,” terang Kasat Reskrim Polres Aceh Utara AKP Marzuki kepada Rakyat Aceh (grup Sumut Pos).

Aksi brutal tersebut, dinilai oleh seorang warga saat melihat kondisi tower yang berada di pertengahan tambak petani merupakan tindakan menyengsarakan umat. “Ini ada upaya mengobok-obok Aceh seperti masa darurat militer (DOM, Red) dahulu. Tentu saja imbasnya terhadap perekonomian masyarakat terganggu, terutama yang berada di pedesaan akibat arus listrik lumpuh total,” cecar Mursidin dengan nada gemas.

Akibat tumbangnya tower interkoneksi yang berjarak  40 km arah barat Kota Lhokseumawe  atau 10 km arah utara ibu kota Aceh Utara, Lhoksukon, secara langsung masyarakat dari Panton Labu hingga Banda Aceh, mengalami gangguan.
“Untuk memperbaiki secara darurat tower yang tumbang ini paling tidak memerlukan waktu seminggu. Dan, biaya satu tower pun cukup mahal yaitu mencapai satu miliar,” jelas pihak PLN cabang Lhokseumawe, ranting Geudong, M Nasir.

Sementara itu, sebanyak 35 warga Jawa yang bermukim di Aceh memilih pulang kembali ke kampung halaman mereka. Ke-35 warga Kebumen, Jawa Tengah itu tiba di pool bus PMTOH di Ring Road, Medan. Selanjutnya, ke-35 warga Kebumen, Jawa Tengah itu kembali ke kampung halamannya di Kebumen, Jawa Tengah, pada pukul 10.00 WIB kemarin.

“Saya dan beberapa teman-teman di Aceh tinggal di Pango Raja dan saya sudah tinggal tiga bulan di Aceh. Kami terpaksa mengundurkan diri untuk sementara waktu menunggu keadaan di Aceh kembali tenang. Saya sehari-harinya bekerja sebagai kernet bangunan di sana,” kata Daryono (33).

Warkum (36), warga Sempor, Kebumen, Jawa Tengah ini juga mengatakan hal serupa. Warkum mengaku, bahwa yang ditembak itu kebanyakan warga Banyuwangi. “Kami berada di Aceh untuk mengerjakan proyek pembangunan gedung kantor kecamatan di Ulee Kareeng, Banda Aceh,” tuturnya.

Suyono (56), warga Dusun Candirenggo, Kebumen, Jawa Tengah juga menyuarakan isi hatinya. Mereka terpaksa memilih pulang demi keamanan dan kenyamanan, situasi di Aceh sudah tidak kondusif lagi. “Kita senang bisa tiba di Medan ini dengan selamat. Kita memilih pulang karena takut menjadi korban penembakan di Aceh,” tegasnya.
Menyikapi berbagai masalah di Aceh, analis politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Warjio kepada Sumut Pos menyatakan, apa yang terjadi merupakan ajang mencari keuntungan dari pihak-pihak tertentu. “Ini harus segera diungkap, jangan sampai menjadi hal yang merugikan bagi kelompok tertentu kendati ini sudah menjadi rahasia umum dari yang lalu-lalu,” ulasnya.

Warjio juga menilai, kepentingan yang sarat dalam insiden berdarah di Aceh ini, tidak terlepas dari akan segera diselenggarakannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Aceh beberapa waktu ke depan.

Sehingga, ada kelompok-kelompok yang mencari-cari isu yang kemudian dicuatkan sehingga menjadi perhatian publik. Kemudian, orang-orang yang memainkan isu mendapat keuntungan dari insiden yang sengaja diciptakan itu.
Selain itu pula, untuk mengungkap kejadian itu, sambungnya, bukan hanya menangkap pelaku di belakang layar sekaligus pelaku penembakannya saja, tapi juga meredam perederan senjata api ilegal di Aceh yang sangat marak, dimana pasokannya juga dari sejumlah daerah seperti Malaysia, Filipina termasuk juga dari Sumut.

“Ini juga harus segera diungkap. Semuanya ada aktornya. Kita minta pemerintah segera menuntaskan kasus ini, jangan berlarut-larut dan jangan sampai nantinya merugikan kelompok atau etnis tertentu,” tegasnya.

AC Manullang: Ada Permainan CIA

Pengamat intelijen DR AC Manullang menilai, kasus penembakan beruntut yang terjadi di Aceh dilatarbelakangani sejumlah persoalan. Menurut mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) itu, ada sejumlah kemungkinan terkait siapa aktor yang bermain di belakang masalah ini.

Pertama, dilihat masih tampaknya faksi yang terdapat di tubuh Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Besar kemungkinan terjadi gejolak di Bumi Serambi Mekkah ini merupakan bentuk pertarungan antara faksi GAM yang tetap kukuh menghendaki Aceh Merdeka, dengan faksi yang sudah menerima model otonomi khusus.

“Jadi, ini masih ada kaitannya dengan MoU Helsinki. Pertarungan antara GAM lama yang maunya merdeka, dengan GAM baru yang menerima otonomi khusus. Irwandi Yusuf itu GAM baru yang menerima otonomi khusus Aceh,” ujar AC Manullang saat dihubungi Sumut Pos, Minggu (8/1).

Kemungkinan kedua, berdasarkan pengamatan AC Manullang, intelijen asing yakni Central Intelligence Agency (CIA), ikut mendompleng persoalan yang muncul di Aceh. Menurutnya, AS selalu memainkan isu-isu yang berbau Islam untuk menguji panas dinginnya politik di Indonesia.

Menurut Manullang, mulai dari benturan jamaah Ahmadiyah dengan warga di Cikeusik, hingga persoalan konflik pembakaran Ponpes Syiah di Madura, merupakan bagian dari permainan CIA. “Islam diadu dengan Islam, termasuk di Aceh yang selalu diisukan akan menjadi negara Islam di Indonesia. Jadi, saya mohon rakyat Aceh sadar, tidak mudah terpancing,” ujarnya.

Pola penyusupan intelijen CIA ini, lanjutnya, sudah menggunakan penduduk setempat untuk menggerakkan operasinya. Para penyelundup senjata, termasuk yang tertangkap di Langkat, menurut Manullang, juga diatur oleh intel asing. “Penyelundup-penyelundup itu diatur oleh mereka. Operasi intelejin asing ini menggunakan penduduk setempat, bahkan tidak tertututup kemungkinan orang-orang dari Jakarta. Mereka terlatih, bukan orang-orang sembarangan, terorganisir rapi,” urainya.

Kemungkinan ketiga, yang kait-mengkait dengan kemungkinan pertama dan kedua, adalah urusan politik di dalam negeri. Manullang mensinyalir, ada kekuatan politik yang menjadikan Aceh sebagai barometer untuk mengukur tensi politik di tanah air. “Ini daerah dijadikan daerah percobaan, bisa panas, bisa dingin. Ini urusannya pemilu 2014, sekarang sudah 2012. Aceh dijadikan kuda troya,” katanya.

Manullang menampik kemungkinan oknum petinggi militer ikut bermain dengan tujuan ada anggaran untuk operasi pengamanan. “Bohong itu, tidak mungkin militer. Bohong, karena Aceh itu strategis,” cetusnya.

Polda Kejar Pemesan Senjata

Sementara itu, tertangkapnya 2 pria penyelundup senjata api ilegal di Langkat, Sumatera Utara, akan dikembangkan pihak Polda Aceh yang bekerjasama dengan Poldasu. Seorang pelaku disinyalir sebagai pemesan senpi tersebut sedang dilacak. Menurut Kabid Humas Polda Aceh Kombes Pol Gustav Leo, petugas telah berkoordinasi untuk mengejar kawanan pemesan senpi di Wilayah Aceh Timur. “Kami sedang menyelidiki dan mendalami serta mengejar, seseorang yang dikatakan kedua tersangka penyelundupan senjata api ilegal itu. Ada yang memesannya dari Aceh Timur,” tukasnya kepada Metro Aceh (grup Sumut Pos).

Disinggung apakah dua orang yang diduga menyelundupkan senjata, ada kaitannya dengan rentetan aksi penembakan brutal di sejumlah tempat di Aceh, Kabid Humas Polda Aceh belum bisa memastikan keterlibatan tersebut.
Dikatakannya lagi, kedua tersangka yang membawa dua pucuk senjata dan 18 butir peluru yang tertangkap tangan oleh kepolisian Langkat, tidak dipindahkan atau dikirim ke Polda Aceh. Pasalnya, ujar Gustav Leo, lokasi penangkapan di Sumut, jadi pemeriksaan dan proses hukumnya juga di daerah tersebut.

Hanya saja, ucapnya, pihaknya akan membantu Poldasu mengejar seseorang yang memesan senjata dari kedua tersangka. Selain itu, tetap menyelidiki dan menindaklanjuti apakah keduanya memiliki keterkaitan dengan sejumlah aksi kekerasan menggunakan senjata api, dua bulan terakhir ini. (agt/ung/ian/jpnn/sam/ari/jon)

AC Manullang:  Ada Permainan CIA

Pengamat intelijen DR AC Manullang menilai, kasus penembakan beruntut yang terjadi di Aceh dilatarbelakangani sejumlah persoalan. Menurut mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) itu, ada sejumlah kemungkinan terkait siapa aktor yang bermain di belakang masalah ini.

Pertama, dilihat masih tampaknya faksi yang terdapat di tubuh Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Besar kemungkinan terjadi gejolak di Bumi Serambi Mekkah ini merupakan bentuk pertarungan antara faksi GAM yang tetap kukuh menghendaki Aceh Merdeka, dengan faksi yang sudah menerima model otonomi khusus.

“Jadi, ini masih ada kaitannya dengan MoU Helsinki. Pertarungan antara GAM lama yang maunya merdeka, dengan GAM baru yang menerima otonomi khusus. Irwandi Yusuf itu GAM baru yang menerima otonomi khusus Aceh,” ujar AC Manullang saat dihubungi Sumut Pos, Minggu (8/1).

Kemungkinan kedua, berdasarkan pengamatan AC Manullang, intelijen asing yakni Central Intelligence Agency (CIA), ikut mendompleng persoalan yang muncul di Aceh. Menurutnya, AS selalu memainkan isu-isu yang berbau Islam untuk menguji panas dinginnya politik di Indonesia.

Menurut Manullang, mulai dari benturan jamaah Ahmadiyah dengan warga di Cikeusik, hingga persoalan konflik pembakaran Ponpes Syiah di Madura, merupakan bagian dari permainan CIA. “Islam diadu dengan Islam, termasuk di Aceh yang selalu diisukan akan menjadi negara Islam di Indonesia. Jadi, saya mohon rakyat Aceh sadar, tidak mudah terpancing,” ujarnya.

Pola penyusupan intelijen CIA ini, lanjutnya, sudah menggunakan penduduk setempat untuk menggerakkan operasinya. Para penyelundup senjata, termasuk yang tertangkap di Langkat, menurut Manullang, juga diatur oleh intel asing. “Penyelundup-penyelundup itu diatur oleh mereka. Operasi intelejin asing ini menggunakan penduduk setempat, bahkan tidak tertututup kemungkinan orang-orang dari Jakarta. Mereka terlatih, bukan orang-orang sembarangan, terorganisir rapi,” urainya.

Kemungkinan ketiga, yang kait-mengkait dengan kemungkinan pertama dan kedua, adalah urusan politik di dalam negeri. Manullang mensinyalir, ada kekuatan politik yang menjadikan Aceh sebagai barometer untuk mengukur tensi politik di tanah air. “Ini daerah dijadikan daerah percobaan, bisa panas, bisa dingin. Ini urusannya pemilu 2014, sekarang sudah 2012. Aceh dijadikan kuda troya,” katanya.

Manullang menampik kemungkinan oknum petinggi militer ikut bermain dengan tujuan ada anggaran untuk operasi pengamanan. “Bohong itu, tidak mungkin militer. Bohong, karena Aceh itu strategis,” cetusnya. (sam)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/