26 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Jelajah Lingkungan Sekolah: Siswa Mengalami, Bukan Menghafal

Ika Indriani, guru kelas 4 UPTD SDN 06 Sei Suka Deras, Kabupaten Batu Bara, membawa murid-muridnya menjelajah lingkungan sekolah untuk belajar teori sekaligus praktek.

BATUBARA, SUMUTPOS.CO – Ingin murid-muridnya merasakan pembelajaran yang menyenangkan, dan dapat menghubungkan teori dengan dunia nyata para murid –baik dalam kehidupan keluarga ataupun di lingkungan masyarakat–, seorang guru SD di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, melakukan terobosan proses pembelajaran dengan model contextual teaching learning (CTL).

“Pada Selasa 5 Oktober 2021 lalu, saya melakukan proses pembelajaran dengan model kontekstual learning, yang saya rancang untuk menggali informasi melalui pengamatan terhadap tanaman dan hewan di sekitar lingkungan sekolah,” kata Ika Indriani, guru kelas 4 UPTD SDN 06 Sei Suka Deras, Kabupaten Batu Bara, kepada Sumut Pos, kemarin.

Kebetulan, di sekolah itu banyak pohon–pohon jenis buah–buahan. Ada pohon mangga, pohon jambu bol yang sudah langka, pohon alpukat, dan lainnya. Sebagai objek pembelajaran, Ika yang juga guru Fasilitator Daerah (Fasda) Komunikasi Batubara Tanoto Foundation, mengajak murid-muridnya mengamati pohon mangga yang ada di depan ruang kelas 4.

“Saat rencana pembelajaran ini saya sampaikan, murid-murid kelas 4B sangat antusias menantikan praktek pembelajaran yang akan kami lakukan. Murid-murid tampak senang sekali. Saya arahkan mereka mengamati pohon mangga yang sedang berbuah. Saya memberikan lembar kerja yang akan mereka isi.

“Dengan tetap mematuhi protocol kesehatan (prokes) seperti memakai masker, anak-anak mendekati dan mengamati bagian-bagian pohon mangga,” terangnya.
Seorang siswi bernama Khara, tampak mengamati bagian buah mangga yang masih mengkal. Lantas ia membuat catatan tentang buah yang ia amati.

Murid laki-laki lainnya mengamati bagian bunga dari pohon mangga. Sebelumnya telah diterangkan, bahwa fungsi bunga pohon buah adalah sebagai tempat berlangsungnya perkembangbiakan tumbuhan. “Saya terangkan bahwa serangga dan hewan yang tertarik pada bunga pohon, akan membantu proses penyerbukan pada tumbuhan. Saya informasikan apa fungsi dari masing-masing bagian tumbuhan. Anak-anak menyimak serta melakukan tanya jawab dengan antusias,” katanya.

Pembelajaran praktek langsung dengan menjelajah lingkungan sekolah itu berlangsung sekitar 40 menit.

Mengapa butuh waktu cukup lama?

“Karena membimbing murid-murid sekolah dasar melakukan pembelajaran kontekstual, membutuhkan waktu dan perhatian yang benar-benar fokus, agar tujuan pembelajaran tercapai. Anak-anak juga mendapat pengalaman yang luar biasa, karena dapat melihat dan menghubungkan pelajaran dengan dunia nyata mereka dalam kehidupan sehari-hari,” kata Ika kalem.

Seorang siswi bernama Khara, tampak mengamati bagian buah mangga yang masih mengkal. Lantas ia membuat catatan tentang buah yang ia amati.

Usai mengamati pohon mangga, Ika mengajak muird-muridnya kembali berjalan-jalan menjelajah di sekitar lingkungan sekolah. Ana-anak tampak menemukan beberapa hewan, seperti ayam, kucing, kumbang, semut, kupu- kupu, lalat, dan ulat.

“Saya menugaskan mereka mengamati bagian tubuh dari hewan yang diamati. Setelah mereka selesai melakukan pengamatan dari penjelajahan di lingkungan sekitar sekolah, anak-anak kembali saya arahkan memasuki ruang kelas, dan saya melanjutkan pembelajaran,” jelasnya.

Ia memberi kesempatan kepada beberapa siswa untuk membacakan hasil pengamatannya. “Dan wah… anak-anak ternyata luar biasa. Terbukti, murid kelas 4 pun mampu membuat laporan kegiatan dan mempresentasikannya di depan kelas dengan baik,” kata Ika semringah.

Menurutnya, pembelajaran kontekstual sangat membantu guru di dalam membekali siswa masa pandemi ini, baik pengetahuan secara teoritis maupun praktik. Dalam hal ini, kata Ika, guru harus pandai mencari dan menciptakan kondisi belajar yang memudahkan siswa memahami dan memaknai materi pelajaran yang mereka pelajari.

“Sejak kecil, setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang akan terbentuk dari pengalaman. Nah, saya yakin pembelajaran yang berpusat pada murid dan berpihak pada anak akan konsisten diterapkan di sekolah,” katanya.

Kepala Sekolah tempat Ika mengajar, Ibu Sri Siswati, S.Pd, memberikan dukungan penuh kepada guru-gurunya untuk mengembangkan metode mengajar dan model pembelajaran yang sesuai dengan situasi lingkungan dan kebutuhan siswa. “Mudah-mudahan apa yang diharapkan beliau dapat kami laksanakan dengan konsisten,” kata Ika.

Adapun kelebihan dari pembelajaran kontekstual, menurut Ika, antara lain pembelajaran menjadi lebih bermakna dan real (nyata). “Siswa akan menghubungkan pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Pelajaran itu akan tertanam lebih erat di dalam memori para murid,” katanya.

Kedua, pembelajaran menjadi lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan kepada siswa, karena CTL mengandung unsur menemukan sendiri.

“Siswa mengalami, bukan menghafal,” cetusnya.
Ketiga, kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik secara fisik maupun mental. Hal ini akan meningkatkan cara berpikir kritis dan kreatif pada murid.

“Begitu banyak hal kecil yang bila kita lakukan dengan cara hebat, yang akan membuat hasil yang luar biasa. Semoga semangat murid-murid saya tak akan kendor, dan saya akan selalu belajar membuat suasana menyenangkan agar pembelajaran lebih bermakna,” pungkasnya. (ika/mea)

Ika Indriani, guru kelas 4 UPTD SDN 06 Sei Suka Deras, Kabupaten Batu Bara, membawa murid-muridnya menjelajah lingkungan sekolah untuk belajar teori sekaligus praktek.

BATUBARA, SUMUTPOS.CO – Ingin murid-muridnya merasakan pembelajaran yang menyenangkan, dan dapat menghubungkan teori dengan dunia nyata para murid –baik dalam kehidupan keluarga ataupun di lingkungan masyarakat–, seorang guru SD di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, melakukan terobosan proses pembelajaran dengan model contextual teaching learning (CTL).

“Pada Selasa 5 Oktober 2021 lalu, saya melakukan proses pembelajaran dengan model kontekstual learning, yang saya rancang untuk menggali informasi melalui pengamatan terhadap tanaman dan hewan di sekitar lingkungan sekolah,” kata Ika Indriani, guru kelas 4 UPTD SDN 06 Sei Suka Deras, Kabupaten Batu Bara, kepada Sumut Pos, kemarin.

Kebetulan, di sekolah itu banyak pohon–pohon jenis buah–buahan. Ada pohon mangga, pohon jambu bol yang sudah langka, pohon alpukat, dan lainnya. Sebagai objek pembelajaran, Ika yang juga guru Fasilitator Daerah (Fasda) Komunikasi Batubara Tanoto Foundation, mengajak murid-muridnya mengamati pohon mangga yang ada di depan ruang kelas 4.

“Saat rencana pembelajaran ini saya sampaikan, murid-murid kelas 4B sangat antusias menantikan praktek pembelajaran yang akan kami lakukan. Murid-murid tampak senang sekali. Saya arahkan mereka mengamati pohon mangga yang sedang berbuah. Saya memberikan lembar kerja yang akan mereka isi.

“Dengan tetap mematuhi protocol kesehatan (prokes) seperti memakai masker, anak-anak mendekati dan mengamati bagian-bagian pohon mangga,” terangnya.
Seorang siswi bernama Khara, tampak mengamati bagian buah mangga yang masih mengkal. Lantas ia membuat catatan tentang buah yang ia amati.

Murid laki-laki lainnya mengamati bagian bunga dari pohon mangga. Sebelumnya telah diterangkan, bahwa fungsi bunga pohon buah adalah sebagai tempat berlangsungnya perkembangbiakan tumbuhan. “Saya terangkan bahwa serangga dan hewan yang tertarik pada bunga pohon, akan membantu proses penyerbukan pada tumbuhan. Saya informasikan apa fungsi dari masing-masing bagian tumbuhan. Anak-anak menyimak serta melakukan tanya jawab dengan antusias,” katanya.

Pembelajaran praktek langsung dengan menjelajah lingkungan sekolah itu berlangsung sekitar 40 menit.

Mengapa butuh waktu cukup lama?

“Karena membimbing murid-murid sekolah dasar melakukan pembelajaran kontekstual, membutuhkan waktu dan perhatian yang benar-benar fokus, agar tujuan pembelajaran tercapai. Anak-anak juga mendapat pengalaman yang luar biasa, karena dapat melihat dan menghubungkan pelajaran dengan dunia nyata mereka dalam kehidupan sehari-hari,” kata Ika kalem.

Seorang siswi bernama Khara, tampak mengamati bagian buah mangga yang masih mengkal. Lantas ia membuat catatan tentang buah yang ia amati.

Usai mengamati pohon mangga, Ika mengajak muird-muridnya kembali berjalan-jalan menjelajah di sekitar lingkungan sekolah. Ana-anak tampak menemukan beberapa hewan, seperti ayam, kucing, kumbang, semut, kupu- kupu, lalat, dan ulat.

“Saya menugaskan mereka mengamati bagian tubuh dari hewan yang diamati. Setelah mereka selesai melakukan pengamatan dari penjelajahan di lingkungan sekitar sekolah, anak-anak kembali saya arahkan memasuki ruang kelas, dan saya melanjutkan pembelajaran,” jelasnya.

Ia memberi kesempatan kepada beberapa siswa untuk membacakan hasil pengamatannya. “Dan wah… anak-anak ternyata luar biasa. Terbukti, murid kelas 4 pun mampu membuat laporan kegiatan dan mempresentasikannya di depan kelas dengan baik,” kata Ika semringah.

Menurutnya, pembelajaran kontekstual sangat membantu guru di dalam membekali siswa masa pandemi ini, baik pengetahuan secara teoritis maupun praktik. Dalam hal ini, kata Ika, guru harus pandai mencari dan menciptakan kondisi belajar yang memudahkan siswa memahami dan memaknai materi pelajaran yang mereka pelajari.

“Sejak kecil, setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang akan terbentuk dari pengalaman. Nah, saya yakin pembelajaran yang berpusat pada murid dan berpihak pada anak akan konsisten diterapkan di sekolah,” katanya.

Kepala Sekolah tempat Ika mengajar, Ibu Sri Siswati, S.Pd, memberikan dukungan penuh kepada guru-gurunya untuk mengembangkan metode mengajar dan model pembelajaran yang sesuai dengan situasi lingkungan dan kebutuhan siswa. “Mudah-mudahan apa yang diharapkan beliau dapat kami laksanakan dengan konsisten,” kata Ika.

Adapun kelebihan dari pembelajaran kontekstual, menurut Ika, antara lain pembelajaran menjadi lebih bermakna dan real (nyata). “Siswa akan menghubungkan pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Pelajaran itu akan tertanam lebih erat di dalam memori para murid,” katanya.

Kedua, pembelajaran menjadi lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan kepada siswa, karena CTL mengandung unsur menemukan sendiri.

“Siswa mengalami, bukan menghafal,” cetusnya.
Ketiga, kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik secara fisik maupun mental. Hal ini akan meningkatkan cara berpikir kritis dan kreatif pada murid.

“Begitu banyak hal kecil yang bila kita lakukan dengan cara hebat, yang akan membuat hasil yang luar biasa. Semoga semangat murid-murid saya tak akan kendor, dan saya akan selalu belajar membuat suasana menyenangkan agar pembelajaran lebih bermakna,” pungkasnya. (ika/mea)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/