LANGKAT, SUMUTPOS.CO – Pasca terkuak ke permukaan terkait dugaan perbudakan dengan temuan kerangkeng jerjak besi di belakang rumah Bupati Langkat non aktif, Terbit Rencana Peranginangin, tim gabungan Polda Sumut melakukan penggerebekan, di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, kemarin (24/1). Namun, penggerebekan ini dikabarkan mendapat penghalangan dari masyarakat sekitar.
Namun kini, korban dugaan perbudakan tersebut sudah tidak ada lagi di bilik yang dipagar jeruji besi tersebut. Badan Narkotika Nasional Kabupaten Langkat sudah melakukan asesmen terhadap mereka di Kantor Camat Kuala, Jalan Binjai-Kuala, Kelurahan Bela Rakyat, Selasa (25/1).
Pelaksana Tugas Kepala BNNK Langkat, Rusmiati menjelaskan, pihaknya sudah melakukan survei ke panti rehabilitasi tersebut pada tahun 2017. Mereka melihat keadaan dua bilik tersebut yang dinyatakan tidak layak.
“Setelah melihat, tidak layaknya dalam arti kata mereka belum punya izin. Pada saat itu juga Kasi Rehabilitasi sudah menyarankan kepada adik Pak Bupati karena pada saat itu keterangan Pak Bupati bahwa panti rehabilitasi itu sudah dikelola oleh adiknya, Ibu Ketua DPRD sekarang, Ibu Sribana, dulu yang kelola pada saat itu, mungkin sampai saat ini ya,” kata Rusmiati di Kantor Camat Kuala.
Menurut dia, Kasi Rehabilitasi BNNK Langkat menyarankan untuk melengkapi sejumlah persyaratan tersebut agar panti rehabilitasi ini dinyatakan legal atau resmi. “Kasi Rehabilitasi juga meninggal kontak person,” tambah dia.
Disoal apa saja persyaratan mendirikan sebuah panti rehabilitasi, dia tak dapat menjelaskan secara rinci. Dia hanya bilang perlu izin yang sesuai standar operasional prosedur.
“Untuk proses itu, Kasi Rehab yang tau,” ujarnya.
Ditanya mengenai kedatangan tim dari Komisi Pemberantasan Korupsi yang berbuntut kerangkeng tersebut menguak ke permukaan, dia tidak tahu. “Tetapi pada hari Kamis semalam, kami sudah mendampingi orang Polres dan dari Dit Narkoba Polda. Di situ kami mendengar keterangan dari pengawas ada sekitar 48 orang,” ujar dia.
“Di situ hanya dua kamar. Yang satu kamar keterangan dia (pengawas) 21 orang, satu kamar lagi 27 orang,” ujar dia.
Karena Rusmiati sudah melihat lokasi tersebut, disoal apakah mirip seperti penjara atau kerangkeng, dia menjawab tidak tahu. “Saya tidak pernah melihat penjara yang selayaknya, cuma di situ kamar di luarnya ada pagar besi,” jawab Rusmiati.
“Pada saat kami ke situ, mereka di dalam.
Sekembalinya kami pulang, kami tidak tau dan sebelum kami hadir di situ, kami tidak tau bagaimana mereka,” ujar dia.
Lantas apa upaya yang akan dilakukan, Rusmiati bingung menjawabnya. Dia menyarankan untuk konfirmasi langkah lebih lanjut ke BNNP Sumut karena mereka sebagai pembina.
“Kami ke situ semalam sore tidak ada orang lagi di dalam. Dari Bapak Dir Polda bahwa kami harus melaksanakan asesmen hari ini di kantor ini (Kantor Camat Kuala) dikumpulkan oleh Camat sekitar 30 orang,” ujar dia.
Sementara, Pengawas Kerangkeng, Suparman Peranginangin menepis kalau dua bilik yang ada di belakang rumah Bupati Langkat non aktif adalah tempat penyiksaan dari para pekerja pabrik kelapa sawit milik tersangka dugaan suap fee proyek, Terbit Rencana Peranginangin. Menurut dia, kerangkeng tersebut dihuni oleh pecandu narkotika yang dititipkan oleh keluarga.
Bahkan, menurutnya, kerangkeng tersebut merupakan tempat isolasi pertama bagi warga binaan yang baru masuk. “Untuk sehari-harinya, mereka tekankan dulu olahraga dan kerohanian. Yang ahli bekerja di kebun, saya rasa tidak ada. Pembinaan kita, tempah skill mereka di tempat yang kita namakan itu pabrik,” ujar dia yang juga menjabat Kepala Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala ini.
Langkah dibuatnya panti rehabilitasi berbentuk bak penjara ini, kata dia, adalah keinginan Bupati Langkat non aktif memberantas narkoba. Usai terjerat narkoba, mantan pecandu memiliki keahlian atau skil.
“Skil yang sesuai dengan yang di pabrik. Contohnya sortasi buah sawit, milah-milah dari situ. Bisa juga langsung (diangkat) karyawan (di PKS milik Bupati Langkat non aktif),” ujar dia.
Namun demikian, sambungnya, jika pihak keluarga sesuai kesepakatan dipulangkan usai direhab, pihaknya akan mengembalikan. “Dan satu lagi, begitu mereka keluar dari sini, kita akan melihat bahwa keluar mereka dari sini sudah ada skil. Di mana mereka kerja, sudah ada skil,” tambah dia.
Suparman menambahkan, jam kerja warga binaan yang direhabilitasi dengan karyawan sama. Mulai pukul 7.30 WIB sampai 17.30 WIB.
Mengenai makan yang dua kali saja, dia menjawab tidak benar. “Yang benar makan orang ini cukup tiga kali sehari. Bahkan berlebih,” bebernya.
“Kalau masih tahap pembinaan, isolasi namanya. Bukan kerja, tapi dilatih skil. Dan makan di tempat kerja,” tambah dia.
Disoal ada warga binaan di kerangkeng yang mengalami luka lebam di wajah, dia menjawab tidak tahu. Menurutnya, kerangkeng yang beredar di media sosial itu adalah tempat isolasi.
“Enggak ada orang berantam. Di pabrik juga tidak ada. Pengawas pun saya, sehari-hari (saya) bukan di situ. Mengawasi keadaan dan kesehatannya (saja saya),” ujar dia.
Dia melanjutkan, tempat pembinaan tersebut gratis. Tidak ada keluarga warga binaan yang menitipkan sanak saudaranya dipungut biaya.
“Di mana sih ada tempat pembinaan yang bergaji, bahkan kalaupun rehab resmi bayar enggak? Di mana ada gajinya ada pembinaan? Tujuannya membentuk skil orang ini, dari tidak mampu bekerja, mampu bekerja. Karyawan kita banyak, mereka hanya diperbantukan dan sidampingi oleh karyawan. Pabrik kelapa sawit, memang di situ tempat pelatihan ini,” tukasnya. (ted)