JAKARTA- Rencana pembatasan konsumsi atau kenaikan harga BBM subsidi terus menggelinding. Berbagai opsi terus bermunculan. Namun, yang justru terlewatkan adalah persiapan pemerintah daerah (pemda) untuk menghadapi kebijakan tersebut.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Ibrahim Hasyim mengatakan, semua pihak tidak boleh terlalu larut dalam spekulasi tentang berbagai opsi pembatasan BBM. Terutama bagi pemda yang nanti akan menjadi bagian penting dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. “Intinya, apapun opsinya, pemda harus sudah mulai siap-siap,” ujar Ibrahim saat dihubungi Jawa Pos (grup Sumut Pos) kemarin (22/1).
Menurut Ibrahim, saat ini semua pihak harus bersabar untuk menunggu kepastian opsi apa yang akan diambil terkait BBM. Apakah pembatasan konsumsi atau kenaikan harga. Rangkaian pembicaraan antara pemerintah yang diwakili Menteri ESDM Jero Wacik dan Komisi VII DPR, rencananya baru akan dilakukan pada Kamis (26/1) mendatang. “Ini harus disadari oleh pemda,” katanya.
Ibrahim mengatakan, jika opsi pembatasan BBM yang diambil, maka persiapan intensif harus segera dilakukan oleh pemda-pemda di wilayah Jawa-Bali. Adapun jika kenaikan harga BBM yang diambil, maka pemda-pemda seluruh Indonesia harus bersiap. “Pemda harus bersiap karena kebijakan ini pasti akan menimbulkan dampak yang tidak kecil di masyarakat,” ucapnya.
Ibrahim menyebut, dampak yang harus diwaspadai adalah terjadinya keresahan di kalangan masyarakat yang bisa berujung pada aksi demonstrasi.
“Dampak lain yang harus diwaspadai adalah lonjakan harga oleh spekulan yang bisa menyusahkan masyarakat,” sebutnya.
Lalu, apa yang harus dilakukan pemda? Menurut Ibrahim, BPH Migas sebagai otoritas yang mengawasi distribusi BBM, sudah memiliki nota kesepahaman (MoU) dengan beberapa pemerintah provinsi. “Salah satunya dengan Jawa Timur,” ujarnya.
Menurut Ibrahim, Pemerintah Provinsi Jawa Timur bisa menjadi contoh bagi pemda lain agar lebih partisipatif dalam upaya pengawasan distribusi BBM di daerah. “Saya dengar, Jatim akan mengumpulkan pemkab atau pemkot di empat lokasi, Madiun, Malang, Bojonegoro, dan Sampang untuk sosialisasi persiapan partisipasi dalam distribusi BBM di daerah. Ini sangat positif,” katanya.
Kerja sama pemda dengan BPH Migas dan kepolisian, lanjut dia, sangat bermanfaat dalam hal pengawasan BBM di daerah, mulai dari pengoplosan, penyelundupan, maupun penyelewengan BBM subsidi kepada pihak-pihak yang tidak berhak.
Ibrahim mengatakan, selama ini MoU memang lebih banyak dilakukan dengan pemerintah provinsi. Karena itu, pemerintah provinsi lah yang harus aktif untuk menyosialisasikan kerjasama tersebut di wilayahnya.
“Kami sebenarnya ingin kerjasama sampai tingkat kabupaten/kota, karena kuota BBM kan sekarang dibagi per kabupaten/kota. Tapi, agak susah, karena selain jumlahnya banyak, kadang pemdanya tidak siap,” terangnya.
Karena itu, lanjut Ibrahim, pemda harus mulai aktif untuk bersama-sama BPH Migas dan Kepolisian mempersiapkan langkah antisipasif terhadap rencana kebijakan pembatasan BBM subsidi. “Jika pemda sudah siap-siap, ekses negatif yang bisa timbul dari kebijakan tersebut bisa diminimalisasi,” katanya. (owi/ca/jpnn)