26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Ludah, Mie, DPR

Oleh: H Affan Bey Hutasuhut
Wakil Pimpinan Umum Sumut Pos

Sekarang ini kan khalayak makin kencang mencibir gaya hidup mewah anggota dewan  di Senayan. Sudahlah kerap mangkir, gaji besar, fasilitas makin wah, tapi bukannya malah tambah pintar berkaca. Masak harga satu kursi di ruang rapat Banggar har ganya sampe Rp24 juta. Kalau mau hidup serba mengikilap, sono jadi selebritis aja dah.

Di tengah orang masih bersungut-sungut, hidup ala selebritis ini rupanya, menular juga ke   wakil rakyat di Gedung DPRD Sumut. Setiap hari kerja tampak berderet mobil mengkilap-meski tidak sekelas Senayan yang ada harganya diatas Rp1 miliar – berjejer di areal parkir. Stelan busana yang dibalut dengan jas yang harganya rata-rata diatas Rp3 juta, membuat tampilan mereka semakin keren.  Apa lagi cincin di jari sebagian mereka tampak kemilau karena bertahtakan berlian.

Aroma pun semerbak mewangi begitu memasuki ruang kerja yang mulia ini. Kalau mau fit, ada berbagai fasilitas olahraga yang berkelas. Kening berkerut karena capek memikirkan nasib rakyat, arahkan saja mata ke taman asri yang berada di areal gedung.

Sayangnya, karena kondisi kantin di gedung  ini malu-malui, sebagian besar mereka ogah makan siang di situ. Namanya ‘selebritis’, tentu tak pantas makan di ruang pendinginnya cuma kipas angin, duduk di kursi plastik, penjual dan pelayannya pun selalu berpeluh. Makanya, hanya beberapa saja yang mau minum di warung kopi seraya berbincang dengan wong cilik.

Sebenarnya virus yang merayap di tubuh mereka ini memang belum sedahsyat sejawatnya di Senayan. Dan kita pun tak ingin pula hidup wakil rakyat ini nyaris sama penderitaannya dengan warga miskin. Cuma takutnya, kalau pola hidup konsumtif ini remnya blong, bisa berabe.

Kata orang pandai, perilaku konsumtif adalah perilaku individu yang mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan dan tidak terencana terhadap jasa dan barang. Dan yang dikonsumsi itu bisa saja kurang atau bahkan tidak diperlukan. Sikap ini terjadi lebih banyak karena didorong nafsu untuk memuaskan kesenangan.

Semoga wakil rakyat ini belum terjebak kepada pola hidup konsumtif ini. Kalau pun ada yang, ya merenung lah. Pantaskah fasilitas gedung dan gaya hidup mewah, sementara rakyat masih hidup seadanya. Data BPS Sumut mengungkapkan bahwa jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara hingga September 2011 masih bertengger diangka 1.421.400 orang (10,83 persen).. Penghasilannya pun hanya sebesar Rp263.209, per kapita per bulan.

Karena itu, jangan heran kalau mereka datang beramai-ramai naik angkot atau truk untuk menyampaikan aspirasi ke Gedung Dewan. Kalau tuntutan belum tersalurkan mereka bisa seharian tidur-tiduran di emperan gedung yang mengkilap. Atau menginap di tenda yang dipasang di halaman gedung. Sesekali terlihat omak-omak menyusui atau melap ingus anaknya yang terus meronta. Ada pula yang seenaknya membuang ludah atau sampah pembungkus makanan.

Jangan marah, itulah kehidupan mereka yang sesungguhnya. Tugas kita bersamalah yang mengangkat harkat hidup mereka. Ini bisa berjalan, kalau yang bekerja adalah nurani, bukan segala fasilitas mewah itu. Gaya hidup serba wah jangan-jangan bisa membuat kita malah lupa dan bahkan jijik melihat orang kampung yang tinggal nun jauh di dusun. (*)

Oleh: H Affan Bey Hutasuhut
Wakil Pimpinan Umum Sumut Pos

Sekarang ini kan khalayak makin kencang mencibir gaya hidup mewah anggota dewan  di Senayan. Sudahlah kerap mangkir, gaji besar, fasilitas makin wah, tapi bukannya malah tambah pintar berkaca. Masak harga satu kursi di ruang rapat Banggar har ganya sampe Rp24 juta. Kalau mau hidup serba mengikilap, sono jadi selebritis aja dah.

Di tengah orang masih bersungut-sungut, hidup ala selebritis ini rupanya, menular juga ke   wakil rakyat di Gedung DPRD Sumut. Setiap hari kerja tampak berderet mobil mengkilap-meski tidak sekelas Senayan yang ada harganya diatas Rp1 miliar – berjejer di areal parkir. Stelan busana yang dibalut dengan jas yang harganya rata-rata diatas Rp3 juta, membuat tampilan mereka semakin keren.  Apa lagi cincin di jari sebagian mereka tampak kemilau karena bertahtakan berlian.

Aroma pun semerbak mewangi begitu memasuki ruang kerja yang mulia ini. Kalau mau fit, ada berbagai fasilitas olahraga yang berkelas. Kening berkerut karena capek memikirkan nasib rakyat, arahkan saja mata ke taman asri yang berada di areal gedung.

Sayangnya, karena kondisi kantin di gedung  ini malu-malui, sebagian besar mereka ogah makan siang di situ. Namanya ‘selebritis’, tentu tak pantas makan di ruang pendinginnya cuma kipas angin, duduk di kursi plastik, penjual dan pelayannya pun selalu berpeluh. Makanya, hanya beberapa saja yang mau minum di warung kopi seraya berbincang dengan wong cilik.

Sebenarnya virus yang merayap di tubuh mereka ini memang belum sedahsyat sejawatnya di Senayan. Dan kita pun tak ingin pula hidup wakil rakyat ini nyaris sama penderitaannya dengan warga miskin. Cuma takutnya, kalau pola hidup konsumtif ini remnya blong, bisa berabe.

Kata orang pandai, perilaku konsumtif adalah perilaku individu yang mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan dan tidak terencana terhadap jasa dan barang. Dan yang dikonsumsi itu bisa saja kurang atau bahkan tidak diperlukan. Sikap ini terjadi lebih banyak karena didorong nafsu untuk memuaskan kesenangan.

Semoga wakil rakyat ini belum terjebak kepada pola hidup konsumtif ini. Kalau pun ada yang, ya merenung lah. Pantaskah fasilitas gedung dan gaya hidup mewah, sementara rakyat masih hidup seadanya. Data BPS Sumut mengungkapkan bahwa jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara hingga September 2011 masih bertengger diangka 1.421.400 orang (10,83 persen).. Penghasilannya pun hanya sebesar Rp263.209, per kapita per bulan.

Karena itu, jangan heran kalau mereka datang beramai-ramai naik angkot atau truk untuk menyampaikan aspirasi ke Gedung Dewan. Kalau tuntutan belum tersalurkan mereka bisa seharian tidur-tiduran di emperan gedung yang mengkilap. Atau menginap di tenda yang dipasang di halaman gedung. Sesekali terlihat omak-omak menyusui atau melap ingus anaknya yang terus meronta. Ada pula yang seenaknya membuang ludah atau sampah pembungkus makanan.

Jangan marah, itulah kehidupan mereka yang sesungguhnya. Tugas kita bersamalah yang mengangkat harkat hidup mereka. Ini bisa berjalan, kalau yang bekerja adalah nurani, bukan segala fasilitas mewah itu. Gaya hidup serba wah jangan-jangan bisa membuat kita malah lupa dan bahkan jijik melihat orang kampung yang tinggal nun jauh di dusun. (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/