30.5 C
Medan
Thursday, October 10, 2024
spot_img

Trump Kecele Lagi

Dahlan Iskan

SUMUTPOS.CO – Ia sewot: tidak mau ber-summit (bertemu/konferensi tingkat tinggi) dengan Presiden Trump. Padahal Trump sudah begitu gegap gempitanya.

Tempat summit-nya pun sudah ditentukan: Singapura. Bahkan Trump sudah seperti menitikkan air liur: bisa dapat hadiah Nobel Perdamaian.

Ia memilih tiba-tiba: summit sendiri dengan Xi Jinping. Diam-diam. Di kota Dalian, Tiongkok. Yang begitu dekat dengan Pyongyang. Ibu kota Korea Utara.

Hanya –meminjam istilah orang Jawa di pegunungan– seperokok-an jauhnya: rokok belum habis sudah tiba. Dengan pesawat kecil pakai baling-baling yang ia naiki.

Tumben ia berani naik pesawat. Inilah pertama kali ia naik pesawat. Sejak jadi presiden. Mungkin karena dijamin keamanannya oleh Tiongkok.

Trump menuduh: summit diam-diam itulah yang membuat summit gegap-gempita di Singapura itu batal. Atau mundur. Presiden Xi Jinping dianggap seperti membisikkan pada ia –Kim Jong-un– di summit rahasia itu.

Saya lantas banyak ditanya. Di beberapa kesempatan di Amerika ini: apakah prospek perdamaian di semenanjung Korea ini suram?

Saya jawab dengan mantab –seperti saya ini ahli tentang Korea beneran: dengan atau tanpa Trump perdamaian akan jalan terus.

Sikap ‘mendadak ramah’-nya Kim Jong-un itu sebenarnya sudah terjadi sebelum tekanan Trump. Yakni setelah kunjungannya dengan kereta siluman ke Beijing itu.

Beijing seperti membisikinya: teruslah dengan komunismu, tapi jangan miskin begitu. Lihatlah kami: bisa kaya tetap dengan pakai komunis.

Bisikan itu tampaknya dilanjutkan lagi. Di summit di Dalian dua minggu lalu.

Lihat: kami bisa membangun kapal induk sendiri. Tanpa Amerika. (Saat itu Xi Jinping memang lagi meresmikan kapal induk pertama buatan Tiongkok di galangan kapal kota Dalian. Pesawat-pesawat tempurnya turun-naik di geladak kapal itu).

Kebetulan Kim lagi punya alasan kuat. Untuk batalkan summit dengan Trump. Ini dia: Kim sudah menunjukkan kerelaannya berdamai. Kok tetap ada latihan perang bersama: militer Korsel dan Amerika.

Seperti sedang menekan Korut. Kim marah: kok pertanda-pertanda yang ia berikan tidak diimbangi dengan pertanda-pertanda baik dari Selatan. Bahkan kok justru pertanda-pertanda gelap yang datang.

Padahal Kim sudah berjanji akan mengakhiri proyek nuklirnya. Sudah mau bertemu Presiden Korea Selatan. Sudah mau memulangkan tiga tawanan Amerika.

Dan jangan disepelekan pertanda satu ini: Kim sudah mau membongkar pengeras suara yang dipasang di sepanjang perbatasan.

Kim masih memberikan pertanda satu lagi: mengubah waktu di Korut. Agar jamnya sama dengan di Korsel. Selama ini waktu di Korut setengah jam lebih dulu dari Korsel (seperti pokoknya harus beda).

Dahlan Iskan

SUMUTPOS.CO – Ia sewot: tidak mau ber-summit (bertemu/konferensi tingkat tinggi) dengan Presiden Trump. Padahal Trump sudah begitu gegap gempitanya.

Tempat summit-nya pun sudah ditentukan: Singapura. Bahkan Trump sudah seperti menitikkan air liur: bisa dapat hadiah Nobel Perdamaian.

Ia memilih tiba-tiba: summit sendiri dengan Xi Jinping. Diam-diam. Di kota Dalian, Tiongkok. Yang begitu dekat dengan Pyongyang. Ibu kota Korea Utara.

Hanya –meminjam istilah orang Jawa di pegunungan– seperokok-an jauhnya: rokok belum habis sudah tiba. Dengan pesawat kecil pakai baling-baling yang ia naiki.

Tumben ia berani naik pesawat. Inilah pertama kali ia naik pesawat. Sejak jadi presiden. Mungkin karena dijamin keamanannya oleh Tiongkok.

Trump menuduh: summit diam-diam itulah yang membuat summit gegap-gempita di Singapura itu batal. Atau mundur. Presiden Xi Jinping dianggap seperti membisikkan pada ia –Kim Jong-un– di summit rahasia itu.

Saya lantas banyak ditanya. Di beberapa kesempatan di Amerika ini: apakah prospek perdamaian di semenanjung Korea ini suram?

Saya jawab dengan mantab –seperti saya ini ahli tentang Korea beneran: dengan atau tanpa Trump perdamaian akan jalan terus.

Sikap ‘mendadak ramah’-nya Kim Jong-un itu sebenarnya sudah terjadi sebelum tekanan Trump. Yakni setelah kunjungannya dengan kereta siluman ke Beijing itu.

Beijing seperti membisikinya: teruslah dengan komunismu, tapi jangan miskin begitu. Lihatlah kami: bisa kaya tetap dengan pakai komunis.

Bisikan itu tampaknya dilanjutkan lagi. Di summit di Dalian dua minggu lalu.

Lihat: kami bisa membangun kapal induk sendiri. Tanpa Amerika. (Saat itu Xi Jinping memang lagi meresmikan kapal induk pertama buatan Tiongkok di galangan kapal kota Dalian. Pesawat-pesawat tempurnya turun-naik di geladak kapal itu).

Kebetulan Kim lagi punya alasan kuat. Untuk batalkan summit dengan Trump. Ini dia: Kim sudah menunjukkan kerelaannya berdamai. Kok tetap ada latihan perang bersama: militer Korsel dan Amerika.

Seperti sedang menekan Korut. Kim marah: kok pertanda-pertanda yang ia berikan tidak diimbangi dengan pertanda-pertanda baik dari Selatan. Bahkan kok justru pertanda-pertanda gelap yang datang.

Padahal Kim sudah berjanji akan mengakhiri proyek nuklirnya. Sudah mau bertemu Presiden Korea Selatan. Sudah mau memulangkan tiga tawanan Amerika.

Dan jangan disepelekan pertanda satu ini: Kim sudah mau membongkar pengeras suara yang dipasang di sepanjang perbatasan.

Kim masih memberikan pertanda satu lagi: mengubah waktu di Korut. Agar jamnya sama dengan di Korsel. Selama ini waktu di Korut setengah jam lebih dulu dari Korsel (seperti pokoknya harus beda).

Artikel Terkait

Wayan di New York

Bulan Madu Mahathir

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/