MEDAN, SUMUTPOS.CO – Keberadaan Financial Technology (Fintech) Lending atau yang juga disebut Peer-to-Peer (P2P) Lending sangat dibutuhkan masyarakat sebagai alternatif pendanaan maupun investasi. Mengingat, Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) ini merupakan salah satu inovasi pada bidang keuangan dengan pemanfaatan teknologi.
Dengan Fintech Lending ini, sangat dimungkinkan agar pemberi maupun penerima pinjaman bisa melakukan transaksi pinjam meminjam tanpa harus bertatap muka. Apalagi di era teknologi digital seperti saat ini, masyarakat kerap membutuhkan pelayanan pendanaan yang cepat.
Hal itu diucapkan Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Financial Technology, Tris Yulianta dalam kegiatan Pelatihan Wartawan Media Massa dengan tema ‘Mengenal Fintech Lending Sebagai Alternatif Pendanaan Masyarakat’ yang digelar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumut di Hotel J.W Marriot Kota Medan, Senin (28/3).
“Keberadaan P2P Lending sudah sangat terbukti sebagai alternatif pendanaan masyarakat. Kemudahan dan kecepatan yang ditawarkan P2P Lending membuat keberadaannya ditengah-tengah masyarakat cepat diterima dan berkembang dengan pesat. Masyarakat bisa segera mendapatkan uang yang dibutuhkannya tanpa harus pergi ke bank dan menjalani prosedur yang ada di perbankan,” ucap Tris.
Dalam kegiatan yang turut dihadiri Direktur Humas OJK Pusat Darmansyah, Kepala OJK Regional V Sumatera Bagian Utara Yusup Anshori, Ketua Bidang IT PWI Pusat Auri Jaya, dan sejumlah narasumber lainnya itu, Tris Yulianta juga mengatakan bahwa kehidupan masyarakat saat ini tidak bisa terlepas dari Fintech Pending yang salah satunya produknya adalah Pinjaman Online (Pinjol).
Buruknya, kata Tris Yulianta, saat ini ada begitu banyak pinjol ilegal. Dengan karakteristik pendanaan yang cepat, yakni hanya bermodalkan KTP, masyarakat banyak yang tertipu dan terjebak dengan sistem transaksi pinjam meminjam kapan saja dan dimana saja tanpa adanya batasan ruang dan waktu.
Padahal, masyarakat dapat dengan mudah membedakan mana pinjol legal dan mana pinjol ilegal. Tak ubahnya di pinjol ilegal, pada pinjol legal yang bagian dari P2P Lending, masyarakat juga bisa mendapatkan pendanaan yang sama cepatnya.
“Masyarakat dapat melihat mana fintech legal di
www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/financial-technology/Default.aspx. Saat ini, ada 102 penyelenggara P2P Lending yang terdaftar atau berizin di OJK. Selain yang tidak terdaftar atau tidak berizin, maka dapat kami pastikan bahwa itu adalah fintech ilegal,” ujarnya.
Ditegaskan Tris, OJK melalui Satgas Waspada Investasi (SWI) juga menerima aduan masyarakat tentang banyaknya pelanggaran ataupun keberadaan pinjol ilegal di nomor 157 atau melalui email konsumen@ojk.go.id atau melalui layanan pengaduan pinjol ilegal melalui Satgas Waspada Investasi (SWI) di nomor (021) 1500655 atau melalui email waspadainvestasi@ojk.go.id. Hingga saat ini, sebanyak 3.784 pinjol ilegal sudah ditutup oleh OJK.
Tak cuma itu, dalam Fintech Lending Resmi yang memiliki izin, OJK juga memastikan bahwa konsumen, baik itu kreditur atau lender (pemberi pinjaman) maupun debitur atau borrower (penerima pinjaman), dilindungi oleh OJK, khususnya perlindungan data yang akan dilindungi oleh UU PDP (Perlindungan Data Pribadi) yang saat ini masih digodok.
Tak cuma itu, kedepannya OJK juga akan terus memperbaiki pembatasan akses data pribadi.
“Salah satu contoh yang paling nyata, penagihan secara tidak beretika kerap kali dilakukan pinjol ilegal. Penagihan dilakukan dengan cara kasar, baik secara verbal maupun fisik. Sedangkan di Fintech Lending Resmi, penagihan wajib dilakukan sesuai prosedur dan dilakukan petugas yang sudah bersertifikasi. Bila ada penagihan oleh Fintech Lending resmi yang diluar prosedur, laporkan pada OJK,” tegas Tris.
Dijelaskan Tris, berdasarkan data yang ada di pihaknya, 90 persen pinjaman di Fintech Lending merupakan pinjaman berjumlah kecil, yakni pinjaman dibawah Rp1 juta dengan waktu pelunasan rata-rata satu bulan.
Dan hebatnya, sebanyak lebih dari 77 ribu orang di Indonesia sudah menggunakan fintech lending. Tercatat, ratusan triliun rupiah sudah disalurkan kepada masyarakat, khususnya kepada pelaku UMKM.
“Namun kembali kita ingatkan, masyarakat jangan sampai terjebak di Fintech Ilegal atau Pinjol Ilegal. Bijaklah dengan bertransaksi di Fintech Lending resmi, maka masyarakat akan bisa mendapatkan manfaatnya secara maksimal,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Bidang IT PWI, Auri Jaya, mengatakan program pelatihan tersebut merupakan hasil kolaborasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Sebab dalam situasi seperti saat ini, sangat diperlukan pemahaman kepada masyarakat tentang keberadaan Fintech Lending.
“Fintech ini makhluk baru, karena banyak kemunculan platform terkait keuangan. Pinjol menjadi kasus yang sangat luar biasa, karena cara menagihnya dengan cara-cara yang tidak lazim atau tidak sesuai prosedur. Ini perlu pendalaman yang lebih dari OJK, pinjol seperti apa yang diperbolehkan OJK,” tuturnya.
Selain itu, Direktur Hubungan Masyarakat OJK Pusat, Darmansyah, mengaku bahwa pelatihan yang dilaksanakan dilakukan untuk meningkatkan literasi kepada wartawan di Sumatera Utara. Dengan adanya pelatihan itu, wartawan dapat memahami dan menginformasikan kepada masyarakat tentang manfaat Fintech Lending.
“Media massa sangat dibutuhkan untuk menyampaikan informasi ini kepada masyarakat melalui medianya masing-masing,” sebutnya.
Terakhir, Kepala OJK Regional V Sumatera Bagian Utara, Yusup Ansori, menyebutkan bahwa Fintech Lending merupakan salah satu keunggulan sumber pendanaan bagi masyarakat yang kesulitan memenuhi persyaratan yang ditetapkan perbankan. Dengan adanya keberadaan pinjaman online legal, masyarakat sangat terbantu, terlebih lagi dalam menggerakkan roda perekonomian di masa pandemi Covid-19. (map)