29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Mantan Kadisdik Tebingtinggi Didakwa Korupsi Pekerjaan Renovasi Museum

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Kepala Dinas Pendidikan (Kadis) Tebingtinggi, Drs H Pardamean Siregar MAP kembali diadili secara virtual, di Ruang Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (28/3). Dia bersama Wakil Direktur CV Bima Mitra Sakti, Suryanto selaku rekanan, didakwa atas kasus dugaan korupsi pekerjaan Renovasi Gedung Museum, yang merugikan negara Rp266 juta.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Tebingtinggi menguraikan dalam dakwaannya, pada Tahun 2019 Dinas pendidikan Kota Tebingtinggi memperoleh Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp2 miliar, untuk kegiatan Pekerjaan Renovasi Gedung Museum sesuai dengan Nomor DPA SKPD Nomor: 1.16 01 18 08 5 2.

“Selanjutnya Wali Kota Tebingtinggi melimpahkan wewenang kepada SKPD Dinas Pendidikan Kota Tebingtinggi yang disebut pejabat pembuat komitmen (PPK) dana alokasi umum (DAU) menetapkan terdakwa Pardamean Siregar selaku pengguna anggaran (PA) sekaligus PPK,” ujar JPU.

Kemudian, terang JPU, terdakwa Suryanto selaku Wadir I CV Bimo Mitra Sakti berdasarkan akta notaris Febry Wenny Nasution SH, ditunjuk selaku rekanan sesuai dengan Surat Perjanjian Kontrak Nomor : 425/3154/ Disdik-TT/K-L/VIII/2019 pada 8 Agustus 2019, terhadap pekerjaan Renovasi Gedung Museum TA 2019, pada Disdik Kota Tebingtinggi.

“Perbuatan kedua terdakwa telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp266 juta lebih,” ungkap JPU.

Atas perbuatan kedua terdakwa, JPU menjerat kedua terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b,  ayat (2) dan ayat (3) UU No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 tahun 2001  tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

”Atau Pasal Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan ayat (3) UU No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Dikarenakan tim penasihat hukum kedua terdakwa tidak mengajukan keberatan atas surat dakwaan (eksepsi), majelis hakim diketuai Sulhanuddin menunda sidang hingga pekan depan, dengan agenda keterangan saksi.

Di luar persidangan, Eilen Prahmayanthy Siregar SH selaku tim penasihat hukum terdakwa Suryanto, mengaku jika perkara kliennya sebelumnya telah dihentikan (SP3) oleh Polres Tebingtinggi.

“Oleh Kejaksaan (Tebingtinggi) ini dinaikkan lagi, katanya ada novum (bukti baru). Bukti baru itu diambil dari kesaksian ahli yang diambil mereka (kejaksaan),” ungkapnya, didampingi Fadhlan Maulana SH dan Mursyda SH, dari Kantor Hukum Ciri Keadilan.

Mereka kecewa, lantaran kejaksaan tidak menyebutkan apakah saksi ahli tersebut merupakan ahli kontruksi atau tidak. Bahkan kata Eilen lagi, tentang adanya selisih anggaran menurutnya hanya sekira Rp800 ribu.

“Kenapa dibikin 39 juta dalam laporan mereka. Satu item aja yang kami hitung, ternyata cuma 800 ribu,” bebernya.

Menurutnya, terdakwa Suryanto sebagai rekanan yang mengerjakan proyek renovasi museum tidak secara terang diberitahukan dimana kerugian negara senilai Rp266 juta seperti di katakan JPU.

“Dan tidak ada diberikan terlebih dahulu waktu sanggahan terhadap pemeriksaan oleh ahli konsultan, terkesan sewenang-wenangnya jaksa menaikkan kasus ini atau dengan cepatnya P21 kan perkara,” jelasnya.

Terkait pengajuan penangguhan penahanan terdakwa Suryanto, Eilen berharap hakim mengabulkannya. “Karna kami lihat Suryanto ini perkaranya seperti dipaksakan, dan Suryanto ini memiliki anak yang harus ditanggungnya,” pungkasnya. (man)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Kepala Dinas Pendidikan (Kadis) Tebingtinggi, Drs H Pardamean Siregar MAP kembali diadili secara virtual, di Ruang Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (28/3). Dia bersama Wakil Direktur CV Bima Mitra Sakti, Suryanto selaku rekanan, didakwa atas kasus dugaan korupsi pekerjaan Renovasi Gedung Museum, yang merugikan negara Rp266 juta.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Tebingtinggi menguraikan dalam dakwaannya, pada Tahun 2019 Dinas pendidikan Kota Tebingtinggi memperoleh Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp2 miliar, untuk kegiatan Pekerjaan Renovasi Gedung Museum sesuai dengan Nomor DPA SKPD Nomor: 1.16 01 18 08 5 2.

“Selanjutnya Wali Kota Tebingtinggi melimpahkan wewenang kepada SKPD Dinas Pendidikan Kota Tebingtinggi yang disebut pejabat pembuat komitmen (PPK) dana alokasi umum (DAU) menetapkan terdakwa Pardamean Siregar selaku pengguna anggaran (PA) sekaligus PPK,” ujar JPU.

Kemudian, terang JPU, terdakwa Suryanto selaku Wadir I CV Bimo Mitra Sakti berdasarkan akta notaris Febry Wenny Nasution SH, ditunjuk selaku rekanan sesuai dengan Surat Perjanjian Kontrak Nomor : 425/3154/ Disdik-TT/K-L/VIII/2019 pada 8 Agustus 2019, terhadap pekerjaan Renovasi Gedung Museum TA 2019, pada Disdik Kota Tebingtinggi.

“Perbuatan kedua terdakwa telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp266 juta lebih,” ungkap JPU.

Atas perbuatan kedua terdakwa, JPU menjerat kedua terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b,  ayat (2) dan ayat (3) UU No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 tahun 2001  tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

”Atau Pasal Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan ayat (3) UU No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Dikarenakan tim penasihat hukum kedua terdakwa tidak mengajukan keberatan atas surat dakwaan (eksepsi), majelis hakim diketuai Sulhanuddin menunda sidang hingga pekan depan, dengan agenda keterangan saksi.

Di luar persidangan, Eilen Prahmayanthy Siregar SH selaku tim penasihat hukum terdakwa Suryanto, mengaku jika perkara kliennya sebelumnya telah dihentikan (SP3) oleh Polres Tebingtinggi.

“Oleh Kejaksaan (Tebingtinggi) ini dinaikkan lagi, katanya ada novum (bukti baru). Bukti baru itu diambil dari kesaksian ahli yang diambil mereka (kejaksaan),” ungkapnya, didampingi Fadhlan Maulana SH dan Mursyda SH, dari Kantor Hukum Ciri Keadilan.

Mereka kecewa, lantaran kejaksaan tidak menyebutkan apakah saksi ahli tersebut merupakan ahli kontruksi atau tidak. Bahkan kata Eilen lagi, tentang adanya selisih anggaran menurutnya hanya sekira Rp800 ribu.

“Kenapa dibikin 39 juta dalam laporan mereka. Satu item aja yang kami hitung, ternyata cuma 800 ribu,” bebernya.

Menurutnya, terdakwa Suryanto sebagai rekanan yang mengerjakan proyek renovasi museum tidak secara terang diberitahukan dimana kerugian negara senilai Rp266 juta seperti di katakan JPU.

“Dan tidak ada diberikan terlebih dahulu waktu sanggahan terhadap pemeriksaan oleh ahli konsultan, terkesan sewenang-wenangnya jaksa menaikkan kasus ini atau dengan cepatnya P21 kan perkara,” jelasnya.

Terkait pengajuan penangguhan penahanan terdakwa Suryanto, Eilen berharap hakim mengabulkannya. “Karna kami lihat Suryanto ini perkaranya seperti dipaksakan, dan Suryanto ini memiliki anak yang harus ditanggungnya,” pungkasnya. (man)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/