Pembongkaran Masjid Al-Ikhlas dan Raudhatul Islam
Polda Sumut meminta umat Islam tidak terprovokasi dengan masalah tanah serta pembongkaran Masjid Al-Ikhlas dan Masjid Raudhatul Islam.
“Saya malu dengan tindakan organisasi Islam yang mudah terpancing dengan menimbulkan kekacauan di kota ini. Tidak seharusnya seperti itu, Katanya umat Islam itu rahmatan mana rahmatannya?” kata Kapolda Sumut, Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro di sela-sela rapat terbatas di rumah dinas Wali Kota Medan, Minggu (29/1).
Menurutnya, kekondusifan Kota Medan harus dijaga agar jangan sampai terganggu, karena bisa merembet ke kota lainnya di Sumatera.
“Jangan sampai kejadian di depan Hotel Emerald terulang lagi. Jangan bawa-bawa agama dalam persoalan ini. Jangan sampai hanya karena keinginan sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan agama membuat kota ini tidak lagi dikenal sebagai kota damai,” ucapnya.
Untuk itu, lanjut Wisjnu, seluruh ulama dan tokoh agama dan masyarakat lainnya diminta untuk turut bersama membangun kekondusifan Kota Medan yang sudah terjaga.
“Seluruh organisasi masyarakat harus duduk bersama. Kami (polisi) siap membantu semuanya agar tercipta satu kesepahaman terhadap masalah ini,” ujarnya.
Diharapkannnya, seluruh tokoh agama dan masyarakat bisa memberikan pencerahan kepada seluruh umat tentang bagaimana cara menyelesaikan satu masalah. “Saya bertanggungjawab untuk mengamankan berbagai tindakan anarkis.Terlebih lagi untuk kasus Masjid Al-Ikhlas dan Masjid Raudhatul Islam yang berkaitan dengan pengusaha. Semuanya harus diselesaikan dengan kepala dingin. Kalau pengusaha itu salah, kita hukum sesuai dengan hukum berlaku tapi kalau tidak, bagaimana mau dihukum? Apa mau kota ini dianggap sebagai kota bar-bar?” bebernya.
Wali Kota Medan Rahudman Harahap menjelaskan, aksi yang dilakukan ormas Islam di depan Hotel Emerald Garden sudah mengganggu kekondusifan Kota Medan. Padahal selama setahun terakhir nilai investasi yang masuk ke kota ini cukup besar. Dengan kejadian tersebut dikhawatirkan investor enggan menanamkan modalnya.
“Satu tahun terakhir cukup besar investasi yang masuk ke sini (Medan). Kalau kejadian di Emerald itu terus terjadi investor menilai seolah-olah Medan tidak kondusif. Kita ingin Medan harus tetap dalam keadaan aman,” ucapnya.
Menurutnya, masyarakat bisa menyampaikan masalahnya ke pemerintah karena segala masalah di kota ini telah menjadi agenda Pemko untuk segera diselesaikan.
“Tidak perlu terprovokasi dengan apapun. Segala masalah menjadi agenda Pemko untuk segera diselesaikan,” pungkasnya.
Ketua Tim Koordinasi Penertiban Tanah Wakaf Kota Medan, Syafii mengatakan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, status tanah wakaf di satu lingkungan instansi merupakan kewenangan pemilik tanah di lingkungan masjid tersebut.
“Kalau ada mesjid di lingkungan universitas, institusi apapun termasuk pemerintahan maka pengesahan pengelolaan rumah ibadah tersebut dikembalikan ke instansi tersebut. Itu ada aturannya,” katanya.
Begitu juga dengan tanah wakaf yang bersertifikat dan akan diruislagh, harus sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 41 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 tahun 2006.
“Mekanisme ruislagh bisa dilakukan apabila menguntungkan bagi Umat Islam dan demi kemaslahatan umum. Jadi, walau sudah bersertifikat, namun bisa diruislagh pemilik tanah,” katanya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Medan, Moh Hatta menuturkan, persoalan Masjid Al-Ikhlas harus diselesaikan melalui jalur hukum. MUI sudah menyampaikan hal tersebut kepada instansi terkait karena sesuai dengan kompetensi MUI.
Penyelesaian hukum keagamaan harus bersamaan dengan hukum kenegaraan. Sampai sekarang belum ada keputusan dari pengajuan yang disampaikan MUI.
“Jadi seharusnya tidak boleh ada pengklaiman dari pihak manapun terhadap tanah tersebut,” ucapnya.
Menurutnya, untuk kasus Masjid Al-Ikhlas harus ada yuris prudensi yang memutuskan bahwa tanah masjid itu tanah wakaf atau tidak. Itu merupakan tanggungjawab pengadilan agama.
“Jadi harus jelas status hukumnya. Selama status hukumnya belum jelas seharusnya tidak boleh diklaim oleh siapapun,” ujarnya.
Diharapkannya perlu komunikasi intens dengan berbagai pihak. Tidak boleh ada yang ingin menang sendiri atau mengelompokkan diri sendiri karena akan mengganggu stabilitas kota ini.
“Semua pihak harus melihat dari sisi hukum. Jangan sampai memaksakan sehingga mengganggu stabilitas keamanan,” katanya. (adl)