26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Bakal Diperiksa sebagai Tersangka, Jumat, Penahanan 4 Petinggi ACT Diputuskan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kasus Aksi Cepat Tanggap (ACT) masuk babak baru. Bareskrim menetapkan empat petinggi ACT sebagai tersangka kasus penggelapan, Senin (25/7). Mereka diduga menyelewengkan uang donasi dengan membuat aturan pemotongan dana sebesar 20–30 persen. Salah satu penggelapan dilakukan dalam donasi Boeing Community Investment Fund (BCIF) sebesar Rp34 miliar untuk dana sosial korban pesawat Lion Air JT-610.

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri bakal memeriksa empat tersangka kasus penggelapan dalam jabatan di Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) pada Jumat (29/7) mendatang. Keempat tersangka yakni Ahyudin pada saat tindak pidana terjadi menjabat sebagai pendiri, ketua pengurus/presiden yayasan ACT periode 2005-2019, kemudian sebagai ketua pembina tahun 2019- 2022. Tersangka kedua, Ibnu Khajar sebagai Ketua Pengurus Yayasan ACT 2019 hingga saat inin

Tersangka ketiga, Hariyana Hermain sebagai pengawas yayasan ACT tahun 2019, kemudian sebagai anggota pembina 2020 sampai saat ini. Dan, Novariadi Imam Akbari sebagai anggota pembina yayasan ACT tahun 2019-2021, kemudian sebagai ketua pembina periode Januari 2022 hingga saat ini.

“Selanjutnya akan ada panggilan (tersangka) untuk datang pada hari Jumat, 29 Juli 2022,” kata Dittipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Whisnu Hermawan saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (26/7).

Setelah penetapan tersangka, penyidik belum melakukan penahanan terhadap keempat pengurus ACT tersebut, karena proses gelar perkara masing-masing berlangsung saat diumumkannya para tersangka pukul 15.40 WIB, Senin (25/7). Menurut Whisnu, ketentuan para tersangka akan ditahan atau tidak akan diputuskan setelah para tersangka menghadiri pemeriksaan Jumat (29/7) nanti. “Ya nanti diputuskan,” katanya.

Whisnu juga mengungkapkan, Bareskrim Polri akan memanggil pengurus koperasi syariah 212 terkait aliran dana donasi dari Yayasan ACT. Whisnu menyebutkan, pemanggilan itu kemungkinan bakal dilakukan pekan depan. Hal ini lantaran Bareskrim masih akan melakukan pemanggilan terhadap tersangka kasus ACT hari Jumat (29/7) mendatang. “Mungkin minggu depan, sekarang fokus pada tersangka dulu. Kita lagi undang pemanggilan untuk tersangka hari Jumat begitu,” kata Whisnu.

Ia pun mengungkap, pemanggilan pengurus koperasi syariah itu akan dilakukan setelah mendalami kasus dan tokoh-tokoh sentral yang berpengaruh. Termasuk pula, aliran dana dan fungsinya. “Lagi didalami semua, didalami semua dong, satu-satu didalami. Siapa pengurusnya, nanti ditanya, semua didalami, untuk apa, kan ada terafiliasi dengan perusahaannya,” ungkapnya.

Meski demikian, hingga saat ini, Whisnu belum bisa memastikan pihak-pihak yang akan dipanggil untuk melengkapi pemeriksaan dugaan penyelewengan dana ini.

Adapun tindak pidana yang diduga dilakukan oleh tersangka yakni melakukan pidana dan/atau penggelapan dalam jabatan dan/atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan tindak pidana informasi dan/atau tindak pidana yayasan dan/atau tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Sebelumnya, Wadireksus Bareskrim Polri Kombes Pol. Helfi Assegaf mengatakan para tersangka menerima dana dari Boeing untuk dana CSR ahli waris korban kecelakaan pesawat JT-610 yang terjadi 2018 silam. ACT menerima dana dari Boeing total Rp 138 miliar, kemudian digunakan untuk program yang telah dibuat kurang lebih Rp103 miliar, sisanya Rp34 miliar digunakan untuk tidak sesuai peruntukannya.

Assegaf menjelaskan, dana dari Boeing itu sebenarnya diperuntukkan keluarga korban kecelakaan Lion Air JT-610. Sesuai ketentuan, setiap korban mendapatkan Rp 2 miliar. “Tapi, masih ada dana ini yang seharusnya digunakan sesuai dengan keinginan para keluarga korban,” ujarnya.

Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menuturkan, Rp34 miliar itu digunakan untuk berbagai aktivitas seperti pembelian truk, dana talangan untuk dua perusahaan, koperasi syariah, dan pembangunan pesantren di Tasikmalaya. ’’Ketentuannya tidak boleh untuk itu,’’ terangnya.

Menurut dia, ada ketentuan bahwa pengurus ACT tidak diperbolehkan menerima gaji dari uang donasi. Namun, ternyata para pengurus tersebut mendapatkan gaji dari kegiatan pengumpulan donasi. “Petinggi ini digaji semua,” paparnya.

Perinciannya, Ketua Pembina ACT Ahyudin mendapat gaji sekitar Rp 45 juta. Lalu, Ketua Pengurus Yayasan ACT Ibnu Khajar Rp 150 juta. Sedangkan dua anggota pembinaan, Haryana dan Imam Akbari, menerima gaji Rp 50 juta hingga Rp 100 juta.

Penyidik saat ini menghitung akumulasi dana donasi yang dipotong. Jadi, nilai Rp 34 miliar yang diduga digelapkan itu hanya berasal dari program BCIF. Artinya, dana yang digelapkan ACT bisa jauh lebih besar. “Jumlah total donasi dan jumlah pemotongan donasi masih dihitung,” terangnya.

Penyidik juga tengah mendalami aliran dana yang digelapkan tersebut. Nanti dilakukan penyitaan terhadap berbagai aset yang diduga berasal dari hasil kejahatan. “Masih dilacak dananya mengalir ke mana saja,” paparnya.(jpc/cnni/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kasus Aksi Cepat Tanggap (ACT) masuk babak baru. Bareskrim menetapkan empat petinggi ACT sebagai tersangka kasus penggelapan, Senin (25/7). Mereka diduga menyelewengkan uang donasi dengan membuat aturan pemotongan dana sebesar 20–30 persen. Salah satu penggelapan dilakukan dalam donasi Boeing Community Investment Fund (BCIF) sebesar Rp34 miliar untuk dana sosial korban pesawat Lion Air JT-610.

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri bakal memeriksa empat tersangka kasus penggelapan dalam jabatan di Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) pada Jumat (29/7) mendatang. Keempat tersangka yakni Ahyudin pada saat tindak pidana terjadi menjabat sebagai pendiri, ketua pengurus/presiden yayasan ACT periode 2005-2019, kemudian sebagai ketua pembina tahun 2019- 2022. Tersangka kedua, Ibnu Khajar sebagai Ketua Pengurus Yayasan ACT 2019 hingga saat inin

Tersangka ketiga, Hariyana Hermain sebagai pengawas yayasan ACT tahun 2019, kemudian sebagai anggota pembina 2020 sampai saat ini. Dan, Novariadi Imam Akbari sebagai anggota pembina yayasan ACT tahun 2019-2021, kemudian sebagai ketua pembina periode Januari 2022 hingga saat ini.

“Selanjutnya akan ada panggilan (tersangka) untuk datang pada hari Jumat, 29 Juli 2022,” kata Dittipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Whisnu Hermawan saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (26/7).

Setelah penetapan tersangka, penyidik belum melakukan penahanan terhadap keempat pengurus ACT tersebut, karena proses gelar perkara masing-masing berlangsung saat diumumkannya para tersangka pukul 15.40 WIB, Senin (25/7). Menurut Whisnu, ketentuan para tersangka akan ditahan atau tidak akan diputuskan setelah para tersangka menghadiri pemeriksaan Jumat (29/7) nanti. “Ya nanti diputuskan,” katanya.

Whisnu juga mengungkapkan, Bareskrim Polri akan memanggil pengurus koperasi syariah 212 terkait aliran dana donasi dari Yayasan ACT. Whisnu menyebutkan, pemanggilan itu kemungkinan bakal dilakukan pekan depan. Hal ini lantaran Bareskrim masih akan melakukan pemanggilan terhadap tersangka kasus ACT hari Jumat (29/7) mendatang. “Mungkin minggu depan, sekarang fokus pada tersangka dulu. Kita lagi undang pemanggilan untuk tersangka hari Jumat begitu,” kata Whisnu.

Ia pun mengungkap, pemanggilan pengurus koperasi syariah itu akan dilakukan setelah mendalami kasus dan tokoh-tokoh sentral yang berpengaruh. Termasuk pula, aliran dana dan fungsinya. “Lagi didalami semua, didalami semua dong, satu-satu didalami. Siapa pengurusnya, nanti ditanya, semua didalami, untuk apa, kan ada terafiliasi dengan perusahaannya,” ungkapnya.

Meski demikian, hingga saat ini, Whisnu belum bisa memastikan pihak-pihak yang akan dipanggil untuk melengkapi pemeriksaan dugaan penyelewengan dana ini.

Adapun tindak pidana yang diduga dilakukan oleh tersangka yakni melakukan pidana dan/atau penggelapan dalam jabatan dan/atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan tindak pidana informasi dan/atau tindak pidana yayasan dan/atau tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Sebelumnya, Wadireksus Bareskrim Polri Kombes Pol. Helfi Assegaf mengatakan para tersangka menerima dana dari Boeing untuk dana CSR ahli waris korban kecelakaan pesawat JT-610 yang terjadi 2018 silam. ACT menerima dana dari Boeing total Rp 138 miliar, kemudian digunakan untuk program yang telah dibuat kurang lebih Rp103 miliar, sisanya Rp34 miliar digunakan untuk tidak sesuai peruntukannya.

Assegaf menjelaskan, dana dari Boeing itu sebenarnya diperuntukkan keluarga korban kecelakaan Lion Air JT-610. Sesuai ketentuan, setiap korban mendapatkan Rp 2 miliar. “Tapi, masih ada dana ini yang seharusnya digunakan sesuai dengan keinginan para keluarga korban,” ujarnya.

Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menuturkan, Rp34 miliar itu digunakan untuk berbagai aktivitas seperti pembelian truk, dana talangan untuk dua perusahaan, koperasi syariah, dan pembangunan pesantren di Tasikmalaya. ’’Ketentuannya tidak boleh untuk itu,’’ terangnya.

Menurut dia, ada ketentuan bahwa pengurus ACT tidak diperbolehkan menerima gaji dari uang donasi. Namun, ternyata para pengurus tersebut mendapatkan gaji dari kegiatan pengumpulan donasi. “Petinggi ini digaji semua,” paparnya.

Perinciannya, Ketua Pembina ACT Ahyudin mendapat gaji sekitar Rp 45 juta. Lalu, Ketua Pengurus Yayasan ACT Ibnu Khajar Rp 150 juta. Sedangkan dua anggota pembinaan, Haryana dan Imam Akbari, menerima gaji Rp 50 juta hingga Rp 100 juta.

Penyidik saat ini menghitung akumulasi dana donasi yang dipotong. Jadi, nilai Rp 34 miliar yang diduga digelapkan itu hanya berasal dari program BCIF. Artinya, dana yang digelapkan ACT bisa jauh lebih besar. “Jumlah total donasi dan jumlah pemotongan donasi masih dihitung,” terangnya.

Penyidik juga tengah mendalami aliran dana yang digelapkan tersebut. Nanti dilakukan penyitaan terhadap berbagai aset yang diduga berasal dari hasil kejahatan. “Masih dilacak dananya mengalir ke mana saja,” paparnya.(jpc/cnni/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/