25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Purnawirawan Jenderal Siapkan Kudeta SBY

Liputan Ekslusif Al Jazeera

JAKARTA- Televisi berita yang berbasis di Qatar, Al Jazeera, menurunkan laporan investigasi berjudul Plot to Topple Indonesian President Uncovered atau Plot untuk Menggulingkan Presiden Indonesia Terbongkar. Laporan ekslusif ini menceritakan temuan Al Jazeera tentang sejumlah jenderal purnawirawan yang secara rahasia telah mendukung kelompok-kelompok Islam garis keras untuk menumbangkan kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Termasuk di dalamnya, menyokong seorang ketua front Islam setempat untuk mengorganisir penyerangan di Cikeusik, Pandeglang, Banten, yang menewaskan tiga anggota Jemaat Ahmadiyah secara tragis. Diduga kuat, kata Al Jazeera, penyerangan ini dilakukan secara sistematis.

“Jenderal-jenderal ini menggunakan grup Islam garis keras untuk menggulingkan Presiden Yudhoyono, karena mereka menganggap SBY terlalu lemah dan terlalu reformis,” demikian dilaporkan koresponden Al Jazeera, Step Vassen, dalam rekaman yang ditayangkan Selasa malam, 22 Maret 2011.

Al Jazeera mewawancarai beberapa narasumber, salah satunya adalah Ketua Umum Gerakan Reformis Islam (GARIS), H Chep Hernawan. “Para pensiunan jenderal sudah muak dengan berbagai kebohongan presiden. Semula mereka berupaya menggunakan isu-isu lokal seperti korupsi, tapi gagal. Kini mereka menggunakan isu Ahmadiyah, dan berhasil,” kata dia. “Para jenderal itu mengatakan Ahmadiyah harus dilarang, atau bakal ada revolusi.”
Kepada Al Jazeera, Chep mengaku bahwa pada Januari lalu dia didekati oleh seorang pensiunan jenderal berbintang tiga. “Dia kasih semangat, pokoknya jalan terus. Ini namanya jihad. Jangan mundur, sehingga si pembohong itu bisa ditumbangkan,” Chep menirukan.

Yang menarik, Al Jazeera juga mewawancarai mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI (purn.) Tyasno Sudarto, yang selama ini memang dikenal sangat kritis terhadap pemerintahan SBY. Al Jazeera bahkan menyiarkan bahwa Tyasno menyatakan mendukung gerakan-gerakan Islam radikal untuk menggulingkan SBY melalui revolusi.
“Kami bekerja sama. Angle-nya atau jalan masuknya berbeda. Mereka berjuang atas nama Islam, kami menggunakan politik. Tapi kami punya tujuan yang sama, yaitu perubahan. Kami ingin menyelamatkan negara ini, bukan meruntuhkannya. Revolusi harus berjalan damai, bukan dengan pertumpahan darah,” demikian dinyatakan Tyasno di liputan itu.

Al Jazeera juga mewawancarai Al Khaththath, Sekjen Forum Umat Islam. Di video itu, Khaththath mengakui telah bertemu dengan jenderal purnawirawan yang ingin menggulingkan SBY. “Selain itu, saya tidak mau bicara apa-apa lagi,” kata Al Khaththath.

Video Al Jazeera juga menayangkan daftar “Dewan Revolusi Islam” yang beredar di internet. Tertera di situ, dewan ini dipimpin oleh Abu Bakar Ba’asyir sedangkan Tyasno Sudarto menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan.

Menanggapi soal berita ini, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, “Tidak ada itu, dan tidak pernah boleh ada di Indonesia. Tidak pernah ada laporan yang masuk ke kami soal kudeta dan sebagainya itu,” katanya usai mengikuti pembukaan acara The Jakarta International Defense Dialogue di Jakarta, Rabu (23/3) kemarin. “Itu tidak betul karena menghadapi proses seperti ini harus dilihat jernih permasalahannya, jadi tidak bisa digebyah-uyah.”
Ditanya soal langkah yang akan diambil pemerintah, Purnomo mengatakan pemerintah selama ini terus memantau di lapangan. “Dan kami juga tahu persis seberapa besar gerakan itu,” kata dia. “Kalaupun ada (upaya kudeta), akan kami hadapi. Kami punya informasinya. Dephan punya direktur intelijen, ada BIN, ada BAIS TNI, kami punya mata dan telinga,” ujarnya.

Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat, Letnan Jenderal (Purn) Soerjadi membantah keras soal ini. “Di tubuh TNI, darat, laut, udara tidak pernah diajarkan untuk berontak dan kudeta. Kalau ada jenderal yang kudeta, itu bukan TNI, Amerika mungkin iya,” kata dia.

Ia menyebutkan, banyak orang bilang bahwa kepemimpinan SBY ragu-ragu dan sama sekali tidak memperbaiki keadaan, tetapi para purnawirawan tidak mungkin merencanakan kudeta.

Menurut Soerjadi, reformis atau tidak, masyarakatlah yang menilai. Yang jelas, katanya, begitu reformasi bergulir, TNI sudah melakukan reformasi bertahap, dan sudah tertata semuanya. Yang belum jalan selama ini, lanjutnya, adalah reformasi birokrasi. Pemerintah mestinya fokus di reformasi birokrasi itu, ketimbang mengurus soal rumor yang tidak jelas juntrungannya.

Jadi, bagaimana sikap para purnawirawan menanggapi isu kudeta SBY?

“PPAD mendukung perubahan, tapi jangan seperti 1998 dulu. Kami ingin perubahan yang terkelola dan terkawal dengan baik, dengan agenda dan konsep yang jelas,” jawab Soerjadi.

Dia menduga isu purnawirawan jenderal akan kudeta adalah bentuk pengalihan isu. “Isu apa saja sekarang ini bisa dibuat,  untuk menggiring publik, menggiring pemerintah untuk lupa pada tugas pokoknya, menyejahterakan rakyat.”

Lebih jauh lagi, Soerjadi menduga, isu ini dikeluarkan untuk mendiskreditkan TNI. “Kok TNI disorot lagi, yang mulai baik-baik dirusak,” kata dia.

Soerjadi menarik benang merah antara isu ini dengan rumor adanya ‘Operasi Sajadah’,  Islamisasi warga Ahmadiyah yang disebut-sebut melibatkan TNI.

“Katanya melibatkan Pangdam Siliwangi, kan tidak ada itu. Pangdam hanya melakukan silaturahmi dan komunikasi dengan pesantren, tahu-tahu diisukan ‘Operasi Sajadah’,” kata dia.

Ia menduga isu tersebut untuk menimbulkan kesan TNI digunakan hanya oleh satu golongan saja, bahwa TNI tidak pluralis. “Padahal, TNI menganut prinsip-prinsip bhinekka tunggal ika, pluralis. Kelihatannya prinsip TNI ini dianggap sebagian orang menghambat laju federalisasi, neoliberal.”

Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR TB Hasanuddin menganggap keberadaan Dewan Revolusi Islam (DRI) sah-sah saja asalkan tidak memiliki tujuan makar.

“Dewan Revolusi, itu sudah revolusi, itu patut dipertanyakan. Tapi asal tak masuk ke ranah kegiatan massa apalagi menjelek-jelekan pemerintah,” kata Hasanuddin kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (23/3).
Politisi PDI Perjuangan ini menilai kegiatan anggota DRI tidak akan sampai pada rencana penggulingan pemerintahan. “Saya belum lihat di sana ada upaya makar. Kalau ketidaksukaan ya, tetapi upaya menggulingkan masih jauh,” sambungnya.

Sebelumnya, pendiri DRI Muhammad Al Khaththath mengatakan DRI yang terbentuk setahun lalu dimaksudkan untuk mengantisipasi kekosongan kekuasaan. Pasalnya, paripurna Pansus Angket Century di DPR kala itu memutuskan ada dugaan pelanggaran dalam kebijakan dana talangan Rp6,7 triliun.

Habib Rizieq Shihab, terang-terangan menolak keterlibatannya dalam DRI yang diposting atas nama Muhammad Al Khaththath. “Ane belum dengar, baru tadi dikasih tahu. Tanya saja sama yang memposting. Siapapun yang mengatasnamakan ormas Islam, saya pikir itu tidak benar,” kata Rizieq usai dialog ‘Permasalahan Ahmadiyah di Indonesia’ di Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, kemarin.

Dengan tegas, Rizieq mengklarifikasi pihaknya atau DPP FPI tidak pernah memposting kabinet Dewan Revolusi Islam yang tertayang di jejaring sosial Multiply. FPI tidak mengurusi hal itu. “FPI sedang fokus pembubaran Ahmadiyah. Kita tidak ada urusan dengan itu,” tukasnya.

Jika mengurusi hal tersebut, Rizieq khawatir FPI akan dianggap melakukan makar, atau mengalihkan isu. “Kalau mau (Dewan Revolusi), itu harus di koridor konstitusional,” ujarnya.

Kabar adanya kabinet DRI datang dari situs jejaring sosial Multiply. Melalui situs ini, Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al Khaththath mendeklarasikan kabinet DRI yang di dalamnya terdapat sejumlah tokoh ternama.
Nama Rizieq diplot untuk posisi Kepala Negara, dengan Wakil Kepala Negara Abu Jibril. Sedangkan Abu Bakar Baasyir dan KH Ma’ruf Amin masuk dalam daftar anggota Dewan Fuqoha DRI.

Beredarnya kabar rencana kudeta DRI di internet mengejutkan banyak pihak termasuk kepolisian. Mabes Polri mengaku akan mengkaji keberadaan gerakan tersebut. “Kami belum tahu tentang ini. Kami akan melihat ini apakah gerakan ini sudah terbangun atau belum,” kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Bahrul Alam.
Namun, Anton enggan membeberkan langkah apa saja yang akan dilakukan untuk mengkaji keberadaan DRI. “Kita lihat saja nanti,” singkatnya lagi. (net/bbs)

Liputan Ekslusif Al Jazeera

JAKARTA- Televisi berita yang berbasis di Qatar, Al Jazeera, menurunkan laporan investigasi berjudul Plot to Topple Indonesian President Uncovered atau Plot untuk Menggulingkan Presiden Indonesia Terbongkar. Laporan ekslusif ini menceritakan temuan Al Jazeera tentang sejumlah jenderal purnawirawan yang secara rahasia telah mendukung kelompok-kelompok Islam garis keras untuk menumbangkan kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Termasuk di dalamnya, menyokong seorang ketua front Islam setempat untuk mengorganisir penyerangan di Cikeusik, Pandeglang, Banten, yang menewaskan tiga anggota Jemaat Ahmadiyah secara tragis. Diduga kuat, kata Al Jazeera, penyerangan ini dilakukan secara sistematis.

“Jenderal-jenderal ini menggunakan grup Islam garis keras untuk menggulingkan Presiden Yudhoyono, karena mereka menganggap SBY terlalu lemah dan terlalu reformis,” demikian dilaporkan koresponden Al Jazeera, Step Vassen, dalam rekaman yang ditayangkan Selasa malam, 22 Maret 2011.

Al Jazeera mewawancarai beberapa narasumber, salah satunya adalah Ketua Umum Gerakan Reformis Islam (GARIS), H Chep Hernawan. “Para pensiunan jenderal sudah muak dengan berbagai kebohongan presiden. Semula mereka berupaya menggunakan isu-isu lokal seperti korupsi, tapi gagal. Kini mereka menggunakan isu Ahmadiyah, dan berhasil,” kata dia. “Para jenderal itu mengatakan Ahmadiyah harus dilarang, atau bakal ada revolusi.”
Kepada Al Jazeera, Chep mengaku bahwa pada Januari lalu dia didekati oleh seorang pensiunan jenderal berbintang tiga. “Dia kasih semangat, pokoknya jalan terus. Ini namanya jihad. Jangan mundur, sehingga si pembohong itu bisa ditumbangkan,” Chep menirukan.

Yang menarik, Al Jazeera juga mewawancarai mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI (purn.) Tyasno Sudarto, yang selama ini memang dikenal sangat kritis terhadap pemerintahan SBY. Al Jazeera bahkan menyiarkan bahwa Tyasno menyatakan mendukung gerakan-gerakan Islam radikal untuk menggulingkan SBY melalui revolusi.
“Kami bekerja sama. Angle-nya atau jalan masuknya berbeda. Mereka berjuang atas nama Islam, kami menggunakan politik. Tapi kami punya tujuan yang sama, yaitu perubahan. Kami ingin menyelamatkan negara ini, bukan meruntuhkannya. Revolusi harus berjalan damai, bukan dengan pertumpahan darah,” demikian dinyatakan Tyasno di liputan itu.

Al Jazeera juga mewawancarai Al Khaththath, Sekjen Forum Umat Islam. Di video itu, Khaththath mengakui telah bertemu dengan jenderal purnawirawan yang ingin menggulingkan SBY. “Selain itu, saya tidak mau bicara apa-apa lagi,” kata Al Khaththath.

Video Al Jazeera juga menayangkan daftar “Dewan Revolusi Islam” yang beredar di internet. Tertera di situ, dewan ini dipimpin oleh Abu Bakar Ba’asyir sedangkan Tyasno Sudarto menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan.

Menanggapi soal berita ini, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, “Tidak ada itu, dan tidak pernah boleh ada di Indonesia. Tidak pernah ada laporan yang masuk ke kami soal kudeta dan sebagainya itu,” katanya usai mengikuti pembukaan acara The Jakarta International Defense Dialogue di Jakarta, Rabu (23/3) kemarin. “Itu tidak betul karena menghadapi proses seperti ini harus dilihat jernih permasalahannya, jadi tidak bisa digebyah-uyah.”
Ditanya soal langkah yang akan diambil pemerintah, Purnomo mengatakan pemerintah selama ini terus memantau di lapangan. “Dan kami juga tahu persis seberapa besar gerakan itu,” kata dia. “Kalaupun ada (upaya kudeta), akan kami hadapi. Kami punya informasinya. Dephan punya direktur intelijen, ada BIN, ada BAIS TNI, kami punya mata dan telinga,” ujarnya.

Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat, Letnan Jenderal (Purn) Soerjadi membantah keras soal ini. “Di tubuh TNI, darat, laut, udara tidak pernah diajarkan untuk berontak dan kudeta. Kalau ada jenderal yang kudeta, itu bukan TNI, Amerika mungkin iya,” kata dia.

Ia menyebutkan, banyak orang bilang bahwa kepemimpinan SBY ragu-ragu dan sama sekali tidak memperbaiki keadaan, tetapi para purnawirawan tidak mungkin merencanakan kudeta.

Menurut Soerjadi, reformis atau tidak, masyarakatlah yang menilai. Yang jelas, katanya, begitu reformasi bergulir, TNI sudah melakukan reformasi bertahap, dan sudah tertata semuanya. Yang belum jalan selama ini, lanjutnya, adalah reformasi birokrasi. Pemerintah mestinya fokus di reformasi birokrasi itu, ketimbang mengurus soal rumor yang tidak jelas juntrungannya.

Jadi, bagaimana sikap para purnawirawan menanggapi isu kudeta SBY?

“PPAD mendukung perubahan, tapi jangan seperti 1998 dulu. Kami ingin perubahan yang terkelola dan terkawal dengan baik, dengan agenda dan konsep yang jelas,” jawab Soerjadi.

Dia menduga isu purnawirawan jenderal akan kudeta adalah bentuk pengalihan isu. “Isu apa saja sekarang ini bisa dibuat,  untuk menggiring publik, menggiring pemerintah untuk lupa pada tugas pokoknya, menyejahterakan rakyat.”

Lebih jauh lagi, Soerjadi menduga, isu ini dikeluarkan untuk mendiskreditkan TNI. “Kok TNI disorot lagi, yang mulai baik-baik dirusak,” kata dia.

Soerjadi menarik benang merah antara isu ini dengan rumor adanya ‘Operasi Sajadah’,  Islamisasi warga Ahmadiyah yang disebut-sebut melibatkan TNI.

“Katanya melibatkan Pangdam Siliwangi, kan tidak ada itu. Pangdam hanya melakukan silaturahmi dan komunikasi dengan pesantren, tahu-tahu diisukan ‘Operasi Sajadah’,” kata dia.

Ia menduga isu tersebut untuk menimbulkan kesan TNI digunakan hanya oleh satu golongan saja, bahwa TNI tidak pluralis. “Padahal, TNI menganut prinsip-prinsip bhinekka tunggal ika, pluralis. Kelihatannya prinsip TNI ini dianggap sebagian orang menghambat laju federalisasi, neoliberal.”

Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR TB Hasanuddin menganggap keberadaan Dewan Revolusi Islam (DRI) sah-sah saja asalkan tidak memiliki tujuan makar.

“Dewan Revolusi, itu sudah revolusi, itu patut dipertanyakan. Tapi asal tak masuk ke ranah kegiatan massa apalagi menjelek-jelekan pemerintah,” kata Hasanuddin kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (23/3).
Politisi PDI Perjuangan ini menilai kegiatan anggota DRI tidak akan sampai pada rencana penggulingan pemerintahan. “Saya belum lihat di sana ada upaya makar. Kalau ketidaksukaan ya, tetapi upaya menggulingkan masih jauh,” sambungnya.

Sebelumnya, pendiri DRI Muhammad Al Khaththath mengatakan DRI yang terbentuk setahun lalu dimaksudkan untuk mengantisipasi kekosongan kekuasaan. Pasalnya, paripurna Pansus Angket Century di DPR kala itu memutuskan ada dugaan pelanggaran dalam kebijakan dana talangan Rp6,7 triliun.

Habib Rizieq Shihab, terang-terangan menolak keterlibatannya dalam DRI yang diposting atas nama Muhammad Al Khaththath. “Ane belum dengar, baru tadi dikasih tahu. Tanya saja sama yang memposting. Siapapun yang mengatasnamakan ormas Islam, saya pikir itu tidak benar,” kata Rizieq usai dialog ‘Permasalahan Ahmadiyah di Indonesia’ di Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, kemarin.

Dengan tegas, Rizieq mengklarifikasi pihaknya atau DPP FPI tidak pernah memposting kabinet Dewan Revolusi Islam yang tertayang di jejaring sosial Multiply. FPI tidak mengurusi hal itu. “FPI sedang fokus pembubaran Ahmadiyah. Kita tidak ada urusan dengan itu,” tukasnya.

Jika mengurusi hal tersebut, Rizieq khawatir FPI akan dianggap melakukan makar, atau mengalihkan isu. “Kalau mau (Dewan Revolusi), itu harus di koridor konstitusional,” ujarnya.

Kabar adanya kabinet DRI datang dari situs jejaring sosial Multiply. Melalui situs ini, Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al Khaththath mendeklarasikan kabinet DRI yang di dalamnya terdapat sejumlah tokoh ternama.
Nama Rizieq diplot untuk posisi Kepala Negara, dengan Wakil Kepala Negara Abu Jibril. Sedangkan Abu Bakar Baasyir dan KH Ma’ruf Amin masuk dalam daftar anggota Dewan Fuqoha DRI.

Beredarnya kabar rencana kudeta DRI di internet mengejutkan banyak pihak termasuk kepolisian. Mabes Polri mengaku akan mengkaji keberadaan gerakan tersebut. “Kami belum tahu tentang ini. Kami akan melihat ini apakah gerakan ini sudah terbangun atau belum,” kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Bahrul Alam.
Namun, Anton enggan membeberkan langkah apa saja yang akan dilakukan untuk mengkaji keberadaan DRI. “Kita lihat saja nanti,” singkatnya lagi. (net/bbs)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/