SUMUTPOS.CO – Penyidik tim khusus Polri berangkat ke Magelang untuk menelusuri peristiwa yang sebenarnya terjadi, hingga memicu kemarahan Ferdy Sambo dan merencanakan pembunuhan atau penembakan terhadap Brigadir J. Hal ini dikemukakan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Komjen Pol. Agus Andrianto.
“Tim sedang ke Magelang untuk menelusuri kejadian di sana secara utuh kejadian bisa tergambar,” ujar Agus kepada wartawan di Jakarta, Minggu (14/8).
Menurut Agus, penelusuran ini untuk mengetahui faktor pemicu penembakan terhadap Brigadir J, sebagaimana yang diungkapkan Irjen Pol. Ferdy Sambo, saat diperiksa sebagai tersangka di Mako Brimob Polri, pada Kamis (11/8) lalu. Saat diperiksa,Sambo marah setelah mendapat laporan dari istrinya Putri Candrawathi.”Faktor pemicu kejadian sebagaimana diungkapkan Pak FS. Penyidik akan mengumpulkan barang bukti yang dibutuhkan untuk dalam penyidikan kasus tersebut,” bebernya.
Sebagaimana diketahui, karena sebelum penembakan terjadi di tempat kejadian perkara (TKP) rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Duren Tiga Nomor 46, Jakarta Selatan, Jumat (8/7), para tersangka, saksi dan juga korban baru pulang perjalanan dari Magelang.
Ferdy Sambo dalam berita acara pemeriksaannya (BAP) mengaku marah dan emosi setelah mendapatkan laporan dari istrinya, karena mengalami tindakan yang melukai harkat dan martabat keluarga yang terjadi di Magelang oleh Brigadir J.
“Rangkaian peristiwanya begitu kan enggak bisa kami hilangkan. Yang pasti apa yang terjadi ya Allah SWT, almarhum dan Ibu PC. Kalaupun Pak FS dan saksi-saksi lainnya seperti Kuat, Ricky, Susi dan Richard hanya bisa menjelaskan sepengetahuan mereka,” kata Agus menerangkan.
Dalam penelusuran ke Magelang ini, kata Agus, penyidik tidak menyertakan Putri Candrawathi. Namun, penyidikan menjadikan keterangan Putri sebagai dasar dalam proses penyiidkan. “Kami juga mendasari keterangan yang bersangkutan (Putri) juga dalam proses penyidikan yang kami lakukan,” ujarnya.
Dalam kasus ini, peristiwa dugaan pelecehan terhadap Putri Candrawathi dengan terlapor Brigadir J telah dihentikan laporannya, pada Jumat (12/8) usai gelar perkara, karena tidak terjadi peristiwa pidana tersebut. Termasuk juga laporan dugaan percobaan pembunuhan terhadap Bharada E oleh Brigadir J, dihentikan.
Agus menambahkan, tim khusus Polri secepatnya untuk menuntaskan kasus penembakan terhadap Brigadir J sesuai arahan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo. “Semoga segera bisa dituntaskan,” kata Agus.
Penyidik tim khusus Polri telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah dinas Irjen Pol. Ferdy Sambo yang terjadi Jumat (8/7) lalu. Keempat tersangka adalah Irjen Pol. Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka RR dan Kuat Maruf alias KM.
Keempat tersangka dijerat dengan pasal pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati, atau pidana penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.
Komnas HAM Tetap Dalami Laporan Istri Sambo
Meski telah dihentikan oleh kepolisian, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tetap berupaya mendalami dugaan kekerasan seksual yang dilaporkan Putri Candrawathi ke Polres Metro Jakarta Selatan. Pendalaman itu dilakukan guna menelusuri motif kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menerangkan penghentian perkara dugaan kekerasan seksual maupun ancaman pembunuhan yang dilaporkan Putri dan Bharada E ke Polrestro Jaksel adalah wewenang penyidik. Tentu, kata dia, kewenangan itu harus dihormati. Meski begitu, pelaporan itu tetap harus didalami lantaran masih satu rangkaian dengan kasus pembunuhan.
Pelaporan kekerasan seksual dan ancaman pembunuhan disebut oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri bukan sebuah peristiwa pidana. Sehingga, mereka memutuskan untuk menghentikan dua penyidikan yang tercatat dilaporkan ke Polrestro Jakarta Selatan pada 9 Juli lalu tersebut.
Bareskrim menilai pelaporan tersebut dinilai sebagai bagian dari upaya menghalang-halangi penyidikan (obstruction of justice) dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. Saat itu, Irjen Pol Ferdy Sambo yang masih menjabat Kadivpropam Polri diduga mengarang cerita terjadinya baku tembak di rumah dinasnya di Kompleks Duren Tiga Nomor 46, Pancoran, Jakarta Selatan.
Untuk menguatkan cerita baku tembak tersebut, maka Putri dan Bharada E diduga diminta untuk membuat laporan ke Polrestro Jakarta Selatan. Putri melaporkan kasus dugaan pelecehan atau kekerasan seksual dengan Laporan Polisi Nomor 1630/B/VII/2022/SPKT Polres Metro Jakarta Selatan. Dengan waktu kejadian adalah Jumat (8/7) pukul 17.00.
Sementara Bharada Richard Eliezer atau Bharada E membuat laporan dugaan percobaan pembunuhan. Laporan itu dibuat dengan pelapor Briptu Marten Gabe, rekan Bharada E. Kedua laporan tersebut menjadikan Brigadir Yosua sebagai terlapor. Baik terlapor kasus dugaan pelecehan seksual maupun dugaan percobaan pembunuhan.
Dari situlah alasan Komnas HAM perlu mendalami dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan Putri. Apalagi sampai saat ini motif pembunuhan Yosua belum klir. Khususnya motif yang membuat Sambo begitu emosi dan marah sehingga memutuskan membunuh Yosua. Sejauh ini, Sambo menyebut kemarahan itu karena Yosua melukai harkat dan martabat keluarganya.
“Kami harap penelusuran (motif) tidak perlu diekspose karena sensitif bagi keluarga J (Yosua, Red) maupun ibu PC (Putri Candrwathi, Red),” kata Taufan. Komnas HAM akan menggandeng para ahli untuk mengungkap motif tersebut. “Biarlah kami tangani (penelusuran motif pembunuhan, Red) bersama ahli,” imbuhnya.
Selain menelusuri motif, Komnas HAM akan menggelar olah tempat kejadian perkara (TPK) pembunuhan Yosua di Kompleks Duren Tiga. Rencananya pengecekan akan dilakukan hari ini (15/7) pukul 10.30. “Peninjauan langsung ke lokasi peristiwa diharapkan semakin membuat terangnya peristiwa,” kata Taufan.
Selain itu, Komnas HAM rencananya akan kembali meminta keterangan Bharada E. “Kami juga menunggu autopsi ulang (jasad Yosua), dan menganalisis digital forensik,” terangnya. Semua tahapan pemantauan dan penyelidikan itu akan disusun, dan dilaporkan ke Presiden, DPR dan Kapolri.
Sementara itu, lima perwira menengah atau pamen Polda Metro Jaya ditahan sebagai buntut dugaan pelanggaran etik terkait kasus pembunuhan Brigadir J. Empat perwira menengah diantaranya ditahan di Biro Provost Mabes Polri. Keempatnya saat ini berada di tempat khusus (Patsus). Sebelumnya, Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum (Wadirkrimum) Polda Metro Jaya AKBP Jerry Siagian ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Diketahui dari empat perwira menengah yang ditahan, ada tiga yang berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) yakni Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Handik Zusen, Kasubdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Raindra Ramadhan Syah dan Kasubdit Renakta Polda Metro Jaya AKBP Pujiyarto.
Kemudian satu orang lainnya berpangkat Komisaris Besar Polisi (Kompol) yakni Kanit 2 Jatanras Polda Metro Jaya Kompol Abdul Rohim. “Betul, hasil riksa dan gelar kemarin malam ditetapkan empat Pamen PMJ (Polda Metro Jaya) yaitu tiga AKBP dan satu Kompol menjalankan Patsus di Biro Provost Mabes Polri,” kata Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan, kemarin (14/8).
Zulpan menyebut Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran sejauh ini belum menunjuk pengganti kelima Pamen tersebut.
Menurut Zulpan, Polda Metro Jaya memastikan tidak akan menghalangi pemeriksaan yang dilakukan Inspektorat Khusus (Itsus) terhadap lima anggotanya. “Nanti yang menentukan apakah mereka dicopot dari jabatannya dari Polda Metro itu kewenangan dari Bapak Kapolda. Tapi kita menunggu kan kita belum tahu nih. Kita masih mengikuti perkembangan. Yang jelas kita tidak akan menghalangi kita akan loyal dan patuh terhadap perintah pimpinan,” tutupnya.
Kekayaan Ferdy Sambo Masih Jadi Misteri
Meski Ferdy Sambo diketahui memiliki tiga unit rumah di Jakarta, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya belum bisa diketahui publik.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan LHKPN Sambo belum bisa dirilis karena jenderal bintang dua itu belum melengkapi berkas-berkasnya. Juru Bicara KPK Ipi Maryati mengaku pihaknya telah menerima LHKPN atas nama Ferdy Sambo untuk tahun pelaporan 2021.
“Namun, ada kelengkapan dokumen yang masih harus dilengkapi sehingga sampai hari ini belum dapat dipublikasikan di situs e-LHKPN,” kata Ipi, baru-baru ini.
Menurut Ipi, lembaga antirasuah itu telah menyampaikan hasil verifikasi dan kelengkapan berkas yang harus dipenuhi Ferdy Sambo. (jpc/ila)