30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

LEMBAGA Perlindungan Saksi dan Korban Tolak Lindungi Istri Sambo

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – LEMBAGA Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menolak permohonan perlindungan terhadap istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Keputusan ini diambil usai LPSK melakukan penilaian terhadap Putri.

“LPSK memutuskan untuk menolak atau menghentikan penelaahan terhadap Ibu P ini, karena memang ternyata tidak bisa diberikan perlindungan,” kata Ketua LPSK Hasto Atmojo di kantornya, Jakarta, Senin (15/8).

Hal ini diambil juga dipengaruhi oleh keputusan Polri yang menghentikan kasus pelecehan seksual kepad Putri. Dan disimpulkan kasus tersebut tidak pernah terjadi. “Bukan karena pelaku sudah meninggal SP3, tapi karena kasus ini sudah dihentikan oleh pihak kepolisian,” tegas Hasto.

Hasto mengatakan, LPSK tidak langsung memutuskan memberikan perlindungan kepada Putri usai adanya laporan polisi pada 8 dan 9 Juli 2022 karena melihat adanya kejanggalan. LPSK juga sudah 2 kali menemui Putri namun tak ada hasil signifikan dari pemeriksaan.

“Bahkan kami juga mengatakan ragu-ragu, apakah Ibu P ini sebenarnya memang berniat mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK, atau Ibu P ini sebenarnya tidak tahu-menahu tentang permohonan tapi ada desakan dari pihak lain agar mengajukan permohonan perlindungan LPSK,” pungkasnya.

 

Diultimatum Minta Maaf

Sementara, pihak keluarga Brigadir Nofriansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J mendesak agar istri Irjen Pol Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi meminta maaf secara terbuka kepada mereka. Hal ini menyusul keputusan Bareskrim Polri yang telah memastikan tidak ada pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J kepada Putri. “Saya beri batas waktu ke Putri sampai tengah malam ini (tadi malam), harus minta maaf dia,” kata Pengacara Keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak saat dihubungi, Senin (15/8).

Kamaruddin mengatakan, dengan dihentikannya penyidikan laporan polisi dari Putri telah membuat terang Brigadir J tidak bersalah. Sehingga tidak sepatutnya dianggap sebagai pelaku pelecehan seksual. “Jadi tidak ada peristiiwa pidananya. Ya namanya mengarang, mana ada tindak pidana dalam mengarang. Banyak pasal yang dilanggar bisa engga keluar-keluar dari penjara nanti,” imbuhnya.

Kamaruddin mengatakan, jika Putri tidak meminta maaf maka akan dipolisikan balik. Saat ini berkas surat kuasa tengah disusun Kamaruddin untuk segera dikirim ke keluarga Brigadir J di Jambi.

Kamaruddin menilai, Putri telah melanggar Pasal 317 dan 318 KUHP tentang pengaduan atau laporan palsu. Kemudisn melanggar UU ITE Pasal 27 dan 28 Juncto 45. Pasal 14 ayat (1) UU Nomer 1 tahun 1946 tetang peraturan hukum pidana terkait penyebaran berita bohong. “Kemudian dia juga memfitnah mayat, yaitu melanggar Pasal 321KUHP kemudian dia juga turut serta melakukan pembunuhan terencana yaitu tentang obstraction of justice juga Pasal 221-223 Jo pasal 55, 56, kemudian juga melakuka permufakatan jahat, pasal 88 KUHP,” tegasnya.

 

Tinggal Putri yang Belum Diperiksa

Komnas HAM menyatakan, pemeriksaan tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, adalah rangkaian pemeriksaan terakhir untuk menguak kasus kematian Brigadir J. Komisioner Komnas HAM Chairul Anam menyatakan, pemeriksaan TKP pembunuhan Brigadir J merupakan salah satu proses akhir dari rangkaian pemeriksaan atas kasus tersebut.

Namun begitu, masih ada satu pemeriksaan lain yang masih menghambat Komnas HAM untuk membuat simpulan dan rekomendasi atas kasus tersebut, yaitu Putri Candrawati (PC). “Sebagai satu proses besar, TKP ini target terakhir, tapi kan dalam proses perjalanan misalnya terkait bu PC itu kan masih berproses di kami, dan itu kan juga penting karena ada beberapa bahan yang kami harus pastikan terkait bu PC ini,” paparnya kepada wartawan setelah selesai mengecek rumah dinas Sambo, Senin (15/8).

Anam mengatakan, hingga kini masih mencoba menjadwalkan ulang pemeriksaannya dengan istri Sambo, Putri Candrawati. “Kami sedang berproses untuk menanyakan kapan bisanya dan sebagainya, itu yang sedang berjalan, ya,” imbuhnya.

Ia mengatakan, minggu ini pihaknya akan mulai menyiapkan draft rekomendasi atas kasus pembunuhan Brigadir J. “Akan kami diskusikan secara mendalam di internal tim dan menyiapkan juga sejumlah rekomendasi yang dibutuhkan segera,” ujarnya.

Setelah melakukan pemeriksaan di TKP penembakan Brigadir J, Anam mengungkapkan bahwa kasus tersebut mulai terlihat jelas dan terang benderang. “Nah semua bahan itu tadi kami uji di TKP tersebut, itu menemukan peristiwanya semakin terang benderang,” katanya.

Seperti diketahui, 4 orang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus kematian Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Mereka adalah Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Brigadir Kepala Ricky Rizal (RR), Irjen Pol Ferdy Sambo (FS) dan Kuat Ma’ruf (KM). Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto mengatakan, masing-masing tersangka memiliki peran berbeda. Untuk eksekutor penembak adalah Bharada E. “RE melakukan penembakan korban,” kata Agus di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (9/8).

Kemudian RR dan KM berperan membantu serta menyaksikan penembakan. Terakhir Ferdy Sambo yang memerintahkan penembakan. “FS menyuruh melakukan dan menskenario, skenario seolah-olah tembak menembak,” jelas Agus.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan juncto Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. (jpc/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – LEMBAGA Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menolak permohonan perlindungan terhadap istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Keputusan ini diambil usai LPSK melakukan penilaian terhadap Putri.

“LPSK memutuskan untuk menolak atau menghentikan penelaahan terhadap Ibu P ini, karena memang ternyata tidak bisa diberikan perlindungan,” kata Ketua LPSK Hasto Atmojo di kantornya, Jakarta, Senin (15/8).

Hal ini diambil juga dipengaruhi oleh keputusan Polri yang menghentikan kasus pelecehan seksual kepad Putri. Dan disimpulkan kasus tersebut tidak pernah terjadi. “Bukan karena pelaku sudah meninggal SP3, tapi karena kasus ini sudah dihentikan oleh pihak kepolisian,” tegas Hasto.

Hasto mengatakan, LPSK tidak langsung memutuskan memberikan perlindungan kepada Putri usai adanya laporan polisi pada 8 dan 9 Juli 2022 karena melihat adanya kejanggalan. LPSK juga sudah 2 kali menemui Putri namun tak ada hasil signifikan dari pemeriksaan.

“Bahkan kami juga mengatakan ragu-ragu, apakah Ibu P ini sebenarnya memang berniat mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK, atau Ibu P ini sebenarnya tidak tahu-menahu tentang permohonan tapi ada desakan dari pihak lain agar mengajukan permohonan perlindungan LPSK,” pungkasnya.

 

Diultimatum Minta Maaf

Sementara, pihak keluarga Brigadir Nofriansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J mendesak agar istri Irjen Pol Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi meminta maaf secara terbuka kepada mereka. Hal ini menyusul keputusan Bareskrim Polri yang telah memastikan tidak ada pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J kepada Putri. “Saya beri batas waktu ke Putri sampai tengah malam ini (tadi malam), harus minta maaf dia,” kata Pengacara Keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak saat dihubungi, Senin (15/8).

Kamaruddin mengatakan, dengan dihentikannya penyidikan laporan polisi dari Putri telah membuat terang Brigadir J tidak bersalah. Sehingga tidak sepatutnya dianggap sebagai pelaku pelecehan seksual. “Jadi tidak ada peristiiwa pidananya. Ya namanya mengarang, mana ada tindak pidana dalam mengarang. Banyak pasal yang dilanggar bisa engga keluar-keluar dari penjara nanti,” imbuhnya.

Kamaruddin mengatakan, jika Putri tidak meminta maaf maka akan dipolisikan balik. Saat ini berkas surat kuasa tengah disusun Kamaruddin untuk segera dikirim ke keluarga Brigadir J di Jambi.

Kamaruddin menilai, Putri telah melanggar Pasal 317 dan 318 KUHP tentang pengaduan atau laporan palsu. Kemudisn melanggar UU ITE Pasal 27 dan 28 Juncto 45. Pasal 14 ayat (1) UU Nomer 1 tahun 1946 tetang peraturan hukum pidana terkait penyebaran berita bohong. “Kemudian dia juga memfitnah mayat, yaitu melanggar Pasal 321KUHP kemudian dia juga turut serta melakukan pembunuhan terencana yaitu tentang obstraction of justice juga Pasal 221-223 Jo pasal 55, 56, kemudian juga melakuka permufakatan jahat, pasal 88 KUHP,” tegasnya.

 

Tinggal Putri yang Belum Diperiksa

Komnas HAM menyatakan, pemeriksaan tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, adalah rangkaian pemeriksaan terakhir untuk menguak kasus kematian Brigadir J. Komisioner Komnas HAM Chairul Anam menyatakan, pemeriksaan TKP pembunuhan Brigadir J merupakan salah satu proses akhir dari rangkaian pemeriksaan atas kasus tersebut.

Namun begitu, masih ada satu pemeriksaan lain yang masih menghambat Komnas HAM untuk membuat simpulan dan rekomendasi atas kasus tersebut, yaitu Putri Candrawati (PC). “Sebagai satu proses besar, TKP ini target terakhir, tapi kan dalam proses perjalanan misalnya terkait bu PC itu kan masih berproses di kami, dan itu kan juga penting karena ada beberapa bahan yang kami harus pastikan terkait bu PC ini,” paparnya kepada wartawan setelah selesai mengecek rumah dinas Sambo, Senin (15/8).

Anam mengatakan, hingga kini masih mencoba menjadwalkan ulang pemeriksaannya dengan istri Sambo, Putri Candrawati. “Kami sedang berproses untuk menanyakan kapan bisanya dan sebagainya, itu yang sedang berjalan, ya,” imbuhnya.

Ia mengatakan, minggu ini pihaknya akan mulai menyiapkan draft rekomendasi atas kasus pembunuhan Brigadir J. “Akan kami diskusikan secara mendalam di internal tim dan menyiapkan juga sejumlah rekomendasi yang dibutuhkan segera,” ujarnya.

Setelah melakukan pemeriksaan di TKP penembakan Brigadir J, Anam mengungkapkan bahwa kasus tersebut mulai terlihat jelas dan terang benderang. “Nah semua bahan itu tadi kami uji di TKP tersebut, itu menemukan peristiwanya semakin terang benderang,” katanya.

Seperti diketahui, 4 orang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus kematian Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Mereka adalah Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Brigadir Kepala Ricky Rizal (RR), Irjen Pol Ferdy Sambo (FS) dan Kuat Ma’ruf (KM). Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto mengatakan, masing-masing tersangka memiliki peran berbeda. Untuk eksekutor penembak adalah Bharada E. “RE melakukan penembakan korban,” kata Agus di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (9/8).

Kemudian RR dan KM berperan membantu serta menyaksikan penembakan. Terakhir Ferdy Sambo yang memerintahkan penembakan. “FS menyuruh melakukan dan menskenario, skenario seolah-olah tembak menembak,” jelas Agus.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan juncto Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. (jpc/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/