29 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Besok, Temuan TGIPF Dilapor ke Presiden

SUMUTPOS.CO – Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan siap melaporkan hasil investigasi pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) besok, Jumat (14/10). Hasil tersebut akan dijadikan bahan diskusi saat bertemu Presiden FIFA Gianni Infantino.

Hal tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD usai menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (12/10). Dalam pertemuan itu, presiden menanyakan soal hasil investigasi yang dilakukan oleh TGIPF. “Bagaimana hasil temuan TGIPF, saya menunggu,” kata Mahfud menirukan pertanyaan Jokowi.

Rencananya Selasa (18/10), presiden akan bertemu dengan Presiden FIFA Gianni Infantino yang akan datang ke Indonesia. Hasil investigasi TGIPF akan digunakan oleh mantan gubernur DKI itu sebagai bahan diskusi.Untuk itu, Mahfud menyatakan, TGIPF siap menyampaikan laporan kepada presiden besok (14/10). Menurutnya, saat ini semua bahan laporan sudah dimiliki oleh timnya dan tinggal disusun sistematikanya serta dipertajam rekomendasinya.

Karena itu pula, Mahfud belum bisa menyampaikan substansi hasil kerja-kerja TGIPF satu pekan belakangan. “Cuma apa rekomendasinya tentu tidak bisa saya sampaikan sebelum saya sampaikan secara resmi kepada presiden hari Jumat,” tuturnya. Dia juga menyebut polisi sudah mengambil tindakan. Langkah hukum dan administratif di TNI dan Polri juga sudah dilakukan. Selain itu, dia melanjutkan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah melakukan pemantauan.

Sesuai tugasnya, Komnas HAM yang akan menentukan terjadi pelanggaran HAM berat atau tidak dalam tragedi di Kanjuruhan. Sementara polisi memproses hukum pihak-pihak yang bertanggung jawab atas tragedi itu. “Sudah ada enam tersangkanya, itu kejahatan namanya atau tindak pidana atau kelalaian, itu pelanggaran HAM biasa. Kalau HAM berat itu urusannya Komnas HAM,” jelasnya. Dia memastikan, pemerintah tidak turut campur dalam investigasi Komnas HAM.

Mahfud pun menekankan bahwa TGIPF harus dapat mengungkap kebenaran substansial dari tragedi di Kanjuruhan. Dia berharap rekomendasi-rekomendasi kebijakan yang nantinya disampaikan oleh TGIPF dapat menjadikan dunia persepakbolaan tanah air menjadi lebih baik. “Kalau kebenaran formalnya sudah lah, masing-masing punya pasal. Tapi keadilan substantifnya dan kebenaran substansialnya, itulah yang akan digali oleh TGIPF,” ungkapnya.

Selain itu, Mahfud juga mengungkap hasil pemanggilan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), PT Liga Indonesia Baru (LIB), dan pemegang hak siar Liga 1 di kantornya dua hari lalu (11/10). Sebagaimana disampaikan oleh perwakilan PT LIB dan perwakilan pemegang hak siar, pernyataan kedua pihak terkait waktu pelaksanaan pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya saling bertolak belakang.

Pemegang hak siar menyampaikan bahwa mereka mengikuti jadwal yang telah dibuat oleh PT LIB sebagai operator liga. Sementara PT LIB menyatakan ada permintaan dari pemegang hak siar untuk melaksanakan pertandingan malam hari. Mahfud menjabarkan itu sebagai tindakan saling lepas tanggung jawab antara PSSI, PT LIB, pemegang hak siar, dan panitia pelaksana (panpel). Kondisi itu dinilai oleh Mahfud sebagai salah satu masalah dalam pengelolaan sepakbola nasional.

Sebagai ketua TGIPF Tragedi Kanjuruhan, Mahfud menyatakan bahwa hal itu turut menjadi perhatian tim. Sebab kondisi tersebut dinilai berbahaya bagi persepakbolaan Indonesia. “Bahwa terjadi saling menghindar dari tanggung jawab operasional lapangan seperti antara LIB, PSSI, Panpel, bahkan Indosiar (selaku pemegang hak siar) menjadi bukti bahwa penyelenggaraan liga agak kacau,” imbuhnya.

Kondisi itu juga akan dibahas dalam konsinyering TGIPF yang sedang berjalan. “Menjadi salah satu perhatian TGIPF untuk mencari akar masalahnya sebagai bahan untuk menyusun rekomendasi,” jelas Mahfud. Dia pun menyampaikan bahwa timnya sudah berdiskusi dengan Komnas HAM. Termasuk diantaranya terkait laporan dan rekomendasi yang rencananya akan disampaikan oleh Komnas HAM kepada publik.

Di sisi lain, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan pihaknya berencana meminta keterangan sejumlah pihak terkait insiden Kanjuruhan, hari ini (13/10). Diantaranya, petinggi PT Liga Indonesia Baru (LIB), Direktur Utama (Dirut) Indosiar (broadcaster LIB), ahli hukum olahraga dan PSSI. “Kami berharap semua pihak bekerja sama dengan kami untuk membuat terangnya peristiwa (Kanjuruhan, Red),” kata Komisioner Komnas HAM M. Choirul Anam. Agenda itu merupakan bagian dari penyelidikan dan pemantauan Komnas HAM terhadap peristiwa Kanjuruhan yang bergulir saat ini.

Anam mengungkapkan saat ini pihaknya telah mendapatkan data dan bukti tambahan terkait tragedi Kanjuruhan. Diantara sekian banyak data tersebut, Anam mengaku mendapatkan video krusial yang menggambarkan banyak hal. Diantaranya suasana di tribun hingga titik pintu keluar 13. “Dan dia (perekam video) sendiri bagian dari yang meninggal,” ungkap Anam.

Dari rentetan bukti dan data yang dikumpulkan Komnas HAM, Anam menyebut pintu 13 yang banyak disebut terkunci usai laga Arema FC kontra Persebaya berakhir sejatinya tidak tertutup. Dia menyebut pintu keluar yang lokasi jatuhnya banyak korban tersebut sebenarnya terbuka. “Pintu 13 terbuka, tapi kecil,” paparnya.

Sementara itu tim pencari fakta (TPF) dari koalisi masyarakat sipil dan Omega Research Foundation (organisasi penelitian independen yang berbasis di Inggris) mengirimkan surat keberatan terkait respons FIFA atas tragedi Kanjuruhan. Menurut mereka, FIFA yang memiliki Human Rights Approach & Policy mestinya bersikap tegas sebagai respons terhadap insiden Kanjuruhan.

Anggota koalisi Fatia Maulidiyanti menduga respons FIFA yang tidak akan memberikan sanksi terhadap Indonesia yang disampaikan Presiden Joko Widodo merupakan bukan keputusan final. Itu menyusul belum adanya pernyataan resmi dari Presiden FIFA mengenai peristiwa Kanjuruhan. “Itu alasan kami mendesak FIFA segera memberikan respons tegas atas situasi di Kanjuruhan,” ujarnya.

Peneliti dari Omega Research Foundation Helen Close menyatakan senjata gas air mata mestinya tidak boleh digunakan di stadion. Apalagi, stadion tersebut tidak memiliki akses pintu keluar yang jelas. Menurutnya, itu menjadi penyebab banyak korban meninggal dan cidera serius di Kanjuruhan.

“Maka dari itu, penggunaan gas air mata dalam tragedi ini harus diselidiki sepenuhnya secara independen oleh FIFA,” ungkapnya. Helen juga mendesak FIFA mestinya mendorong PSSI mengeluarkan aturan tegas terkait pelarangan senjata api dan gas air mata di stadion. “FIFA juga harus mengambil tindakan indisipliner atau hukuman untuk PSSI,” imbuhnya.

Terpisah, Komisioner KPAI Jasra Putra mengungkapkan, proses pendampingan dan rehabilitasi anak-anak korban tragedi Kanjuruhan telah berjalan. Setidaknya, ada 68 anak yang sudah mendapat asesmen awal. “Kondisinya ada yang mengalami trauma berat, lalu sulit mengakses fasilitas kesehatan karena di awal tak parah, langsung pulang. Tapi efeknya muncul ketika sampai rumah,” paparnya dalam diskusi Mencegah Terulangnya Tragedi Kanjuruhan dari Perspektif Perlindungan Anak, kemarin.

Jasra meyakini, masih banyak anak-anak yang butuh pendampingan dalam peristiwa yang menewaskan 132 orang tersebut. Karenanya, ia mendesak pihak-pihak terkait untuk bisa membuka data jumlah penonton anak dan perempuan dari 42 ribu penonton kala itu. “Kita belum tahu kondisi sebenarnya pasca tragedi. Karenanya, kita dorong layanan kesehatan dibuka seluas-luasnya. KPAI juga buka hotline pengaduan juga,” paparnya.

Diakuinya, kondisi ini sangat miris. Terlebih, lebih dari separuh korban meninggal anak-anak dan perempuan. Padahal regulasi soal perlindungan anak dan perempuan ini jelas adanya. Namun, lagi-lagi hanya sebatas tulisan di atas kertas.

Trauma ini pun, menurut dia, tak hanya dirasakan para korban yang langsung berada di lokasi kejadian. Tapi juga 84 juta anak Indonesia lainnya. Pasalnya, mereka harus menyaksikan bagaimana situasi kejadian melalui video-video yang tersebar. Padahal, video tersebut tak layak ditonton untuk anak-anak. “Tragedi ini bukan hanya duka bagi korban, tapi juga ketakutan bagi 84 juta anak,” ungkapnya.

Karenanya, ia mendorong semua pihak bisa memastikan terwujudnya kerumunan yang ramah anak. Tak terkecuali ketika berada di stadion dalam rangka menonton pertandingan sepakbola. Harus dipastikan bagaimana SOP, fasilitas, hingga perlindungan anak diterapkan oleh penyelenggara. “Kita orang dewasa yang wajib memastikan anak aman dan nyaman. Apakah harus ada tribun khusus anak dan perempuan. lalu upaya perlindungan khusus kalau ada keramaian,” tegasnya.

Senada, dokter yang turut menangani korban tragedi Kanjuruhan dr Syifa Mustika mengatakan, perempuan dan anak paling terdampak ketika kerusuhan terjadi. Dalam tragedi Kanjuruhan misalnya, lebih dari 70 persen korban meninggal merupakan anak-anak dan perempuan.

Menurutnya, perempuan dan anak panik saat merasakan efek gas air mata. Lalu lari ke titik keluar, yang saat itu justru aksesnya tak dibuka lebar. Hingga akhirnya terjadi penumpukan dan desak-desakan. “Akhirnya yang paling kuat yang selamat. Sementara perempuan dan anak lebih lemah meski ada pertolongan,” katanya.

Dia sangat menyayangkan hal ini terjadi. Sebab, kondisi ini harusnya sudah bisa diantisipasi. Mengingat, pertandingan tersebut merupakan derby seksi. Saat ini sendiri, lanjut dia, masih banyak korban yang mengalami sesak nafas hingga mata merah. Setidaknya, ada 21 orang korban yang masih dirawat di rumah sakit. (lyn/syn/tyo/mia/jpg)

 

SUMUTPOS.CO – Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan siap melaporkan hasil investigasi pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) besok, Jumat (14/10). Hasil tersebut akan dijadikan bahan diskusi saat bertemu Presiden FIFA Gianni Infantino.

Hal tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD usai menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (12/10). Dalam pertemuan itu, presiden menanyakan soal hasil investigasi yang dilakukan oleh TGIPF. “Bagaimana hasil temuan TGIPF, saya menunggu,” kata Mahfud menirukan pertanyaan Jokowi.

Rencananya Selasa (18/10), presiden akan bertemu dengan Presiden FIFA Gianni Infantino yang akan datang ke Indonesia. Hasil investigasi TGIPF akan digunakan oleh mantan gubernur DKI itu sebagai bahan diskusi.Untuk itu, Mahfud menyatakan, TGIPF siap menyampaikan laporan kepada presiden besok (14/10). Menurutnya, saat ini semua bahan laporan sudah dimiliki oleh timnya dan tinggal disusun sistematikanya serta dipertajam rekomendasinya.

Karena itu pula, Mahfud belum bisa menyampaikan substansi hasil kerja-kerja TGIPF satu pekan belakangan. “Cuma apa rekomendasinya tentu tidak bisa saya sampaikan sebelum saya sampaikan secara resmi kepada presiden hari Jumat,” tuturnya. Dia juga menyebut polisi sudah mengambil tindakan. Langkah hukum dan administratif di TNI dan Polri juga sudah dilakukan. Selain itu, dia melanjutkan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah melakukan pemantauan.

Sesuai tugasnya, Komnas HAM yang akan menentukan terjadi pelanggaran HAM berat atau tidak dalam tragedi di Kanjuruhan. Sementara polisi memproses hukum pihak-pihak yang bertanggung jawab atas tragedi itu. “Sudah ada enam tersangkanya, itu kejahatan namanya atau tindak pidana atau kelalaian, itu pelanggaran HAM biasa. Kalau HAM berat itu urusannya Komnas HAM,” jelasnya. Dia memastikan, pemerintah tidak turut campur dalam investigasi Komnas HAM.

Mahfud pun menekankan bahwa TGIPF harus dapat mengungkap kebenaran substansial dari tragedi di Kanjuruhan. Dia berharap rekomendasi-rekomendasi kebijakan yang nantinya disampaikan oleh TGIPF dapat menjadikan dunia persepakbolaan tanah air menjadi lebih baik. “Kalau kebenaran formalnya sudah lah, masing-masing punya pasal. Tapi keadilan substantifnya dan kebenaran substansialnya, itulah yang akan digali oleh TGIPF,” ungkapnya.

Selain itu, Mahfud juga mengungkap hasil pemanggilan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), PT Liga Indonesia Baru (LIB), dan pemegang hak siar Liga 1 di kantornya dua hari lalu (11/10). Sebagaimana disampaikan oleh perwakilan PT LIB dan perwakilan pemegang hak siar, pernyataan kedua pihak terkait waktu pelaksanaan pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya saling bertolak belakang.

Pemegang hak siar menyampaikan bahwa mereka mengikuti jadwal yang telah dibuat oleh PT LIB sebagai operator liga. Sementara PT LIB menyatakan ada permintaan dari pemegang hak siar untuk melaksanakan pertandingan malam hari. Mahfud menjabarkan itu sebagai tindakan saling lepas tanggung jawab antara PSSI, PT LIB, pemegang hak siar, dan panitia pelaksana (panpel). Kondisi itu dinilai oleh Mahfud sebagai salah satu masalah dalam pengelolaan sepakbola nasional.

Sebagai ketua TGIPF Tragedi Kanjuruhan, Mahfud menyatakan bahwa hal itu turut menjadi perhatian tim. Sebab kondisi tersebut dinilai berbahaya bagi persepakbolaan Indonesia. “Bahwa terjadi saling menghindar dari tanggung jawab operasional lapangan seperti antara LIB, PSSI, Panpel, bahkan Indosiar (selaku pemegang hak siar) menjadi bukti bahwa penyelenggaraan liga agak kacau,” imbuhnya.

Kondisi itu juga akan dibahas dalam konsinyering TGIPF yang sedang berjalan. “Menjadi salah satu perhatian TGIPF untuk mencari akar masalahnya sebagai bahan untuk menyusun rekomendasi,” jelas Mahfud. Dia pun menyampaikan bahwa timnya sudah berdiskusi dengan Komnas HAM. Termasuk diantaranya terkait laporan dan rekomendasi yang rencananya akan disampaikan oleh Komnas HAM kepada publik.

Di sisi lain, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan pihaknya berencana meminta keterangan sejumlah pihak terkait insiden Kanjuruhan, hari ini (13/10). Diantaranya, petinggi PT Liga Indonesia Baru (LIB), Direktur Utama (Dirut) Indosiar (broadcaster LIB), ahli hukum olahraga dan PSSI. “Kami berharap semua pihak bekerja sama dengan kami untuk membuat terangnya peristiwa (Kanjuruhan, Red),” kata Komisioner Komnas HAM M. Choirul Anam. Agenda itu merupakan bagian dari penyelidikan dan pemantauan Komnas HAM terhadap peristiwa Kanjuruhan yang bergulir saat ini.

Anam mengungkapkan saat ini pihaknya telah mendapatkan data dan bukti tambahan terkait tragedi Kanjuruhan. Diantara sekian banyak data tersebut, Anam mengaku mendapatkan video krusial yang menggambarkan banyak hal. Diantaranya suasana di tribun hingga titik pintu keluar 13. “Dan dia (perekam video) sendiri bagian dari yang meninggal,” ungkap Anam.

Dari rentetan bukti dan data yang dikumpulkan Komnas HAM, Anam menyebut pintu 13 yang banyak disebut terkunci usai laga Arema FC kontra Persebaya berakhir sejatinya tidak tertutup. Dia menyebut pintu keluar yang lokasi jatuhnya banyak korban tersebut sebenarnya terbuka. “Pintu 13 terbuka, tapi kecil,” paparnya.

Sementara itu tim pencari fakta (TPF) dari koalisi masyarakat sipil dan Omega Research Foundation (organisasi penelitian independen yang berbasis di Inggris) mengirimkan surat keberatan terkait respons FIFA atas tragedi Kanjuruhan. Menurut mereka, FIFA yang memiliki Human Rights Approach & Policy mestinya bersikap tegas sebagai respons terhadap insiden Kanjuruhan.

Anggota koalisi Fatia Maulidiyanti menduga respons FIFA yang tidak akan memberikan sanksi terhadap Indonesia yang disampaikan Presiden Joko Widodo merupakan bukan keputusan final. Itu menyusul belum adanya pernyataan resmi dari Presiden FIFA mengenai peristiwa Kanjuruhan. “Itu alasan kami mendesak FIFA segera memberikan respons tegas atas situasi di Kanjuruhan,” ujarnya.

Peneliti dari Omega Research Foundation Helen Close menyatakan senjata gas air mata mestinya tidak boleh digunakan di stadion. Apalagi, stadion tersebut tidak memiliki akses pintu keluar yang jelas. Menurutnya, itu menjadi penyebab banyak korban meninggal dan cidera serius di Kanjuruhan.

“Maka dari itu, penggunaan gas air mata dalam tragedi ini harus diselidiki sepenuhnya secara independen oleh FIFA,” ungkapnya. Helen juga mendesak FIFA mestinya mendorong PSSI mengeluarkan aturan tegas terkait pelarangan senjata api dan gas air mata di stadion. “FIFA juga harus mengambil tindakan indisipliner atau hukuman untuk PSSI,” imbuhnya.

Terpisah, Komisioner KPAI Jasra Putra mengungkapkan, proses pendampingan dan rehabilitasi anak-anak korban tragedi Kanjuruhan telah berjalan. Setidaknya, ada 68 anak yang sudah mendapat asesmen awal. “Kondisinya ada yang mengalami trauma berat, lalu sulit mengakses fasilitas kesehatan karena di awal tak parah, langsung pulang. Tapi efeknya muncul ketika sampai rumah,” paparnya dalam diskusi Mencegah Terulangnya Tragedi Kanjuruhan dari Perspektif Perlindungan Anak, kemarin.

Jasra meyakini, masih banyak anak-anak yang butuh pendampingan dalam peristiwa yang menewaskan 132 orang tersebut. Karenanya, ia mendesak pihak-pihak terkait untuk bisa membuka data jumlah penonton anak dan perempuan dari 42 ribu penonton kala itu. “Kita belum tahu kondisi sebenarnya pasca tragedi. Karenanya, kita dorong layanan kesehatan dibuka seluas-luasnya. KPAI juga buka hotline pengaduan juga,” paparnya.

Diakuinya, kondisi ini sangat miris. Terlebih, lebih dari separuh korban meninggal anak-anak dan perempuan. Padahal regulasi soal perlindungan anak dan perempuan ini jelas adanya. Namun, lagi-lagi hanya sebatas tulisan di atas kertas.

Trauma ini pun, menurut dia, tak hanya dirasakan para korban yang langsung berada di lokasi kejadian. Tapi juga 84 juta anak Indonesia lainnya. Pasalnya, mereka harus menyaksikan bagaimana situasi kejadian melalui video-video yang tersebar. Padahal, video tersebut tak layak ditonton untuk anak-anak. “Tragedi ini bukan hanya duka bagi korban, tapi juga ketakutan bagi 84 juta anak,” ungkapnya.

Karenanya, ia mendorong semua pihak bisa memastikan terwujudnya kerumunan yang ramah anak. Tak terkecuali ketika berada di stadion dalam rangka menonton pertandingan sepakbola. Harus dipastikan bagaimana SOP, fasilitas, hingga perlindungan anak diterapkan oleh penyelenggara. “Kita orang dewasa yang wajib memastikan anak aman dan nyaman. Apakah harus ada tribun khusus anak dan perempuan. lalu upaya perlindungan khusus kalau ada keramaian,” tegasnya.

Senada, dokter yang turut menangani korban tragedi Kanjuruhan dr Syifa Mustika mengatakan, perempuan dan anak paling terdampak ketika kerusuhan terjadi. Dalam tragedi Kanjuruhan misalnya, lebih dari 70 persen korban meninggal merupakan anak-anak dan perempuan.

Menurutnya, perempuan dan anak panik saat merasakan efek gas air mata. Lalu lari ke titik keluar, yang saat itu justru aksesnya tak dibuka lebar. Hingga akhirnya terjadi penumpukan dan desak-desakan. “Akhirnya yang paling kuat yang selamat. Sementara perempuan dan anak lebih lemah meski ada pertolongan,” katanya.

Dia sangat menyayangkan hal ini terjadi. Sebab, kondisi ini harusnya sudah bisa diantisipasi. Mengingat, pertandingan tersebut merupakan derby seksi. Saat ini sendiri, lanjut dia, masih banyak korban yang mengalami sesak nafas hingga mata merah. Setidaknya, ada 21 orang korban yang masih dirawat di rumah sakit. (lyn/syn/tyo/mia/jpg)

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/