26.2 C
Medan
Friday, September 27, 2024

Kalau tak Lapor, Kami Hajar di Jembatan

Menyusuri Pintu Masuk Narkoba dan Barang Ilegal Lainnya di Sumatera Utara (1)

Kawasan Parit Belang di Desa Telaga Tujuh tak beda dengan kawasan lain. Daerah yang masuk dalam Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deliserdang itu pun tidak begitu muncul dari sisi ekonominya. Intinya, Parit Belang adalah kawasan yang wajar. Namun, siapa sangka kalau kawasan itu ditengarai sebagai salah satu pintu masuk barang ilegal dan narkoba di Sumatera Utara?

Herdiansyah-Ramadhan Batubara, Medan

Begitulah, akhir pekan lalu Sumut Pos memang menyambangi kawasan itu. Bukan tanpa alasan, kawasan itu dipilih karena beberapa sumber mengatakan tempat itu dikenal sebagai surga para penyeludup. Tentu Sumut Pos ingin tahu seperti apa suasana di sana sekaligus kalau beruntung dapat mengungkap apa yang terjadi.

Sebenarnya, semua ini berawal dari pernyataan Kasubdit Penegak Hukum Dirpolair Polda Sumut, AKBP Burhanuddin Desky, beberapa waktu lalu. Dia mengatakan kalau hampir keseluruhan tangkahan di pesisir pantai dinilai rawan masuk narkoba. Tidak itu saja, Kasubsi Penyelidikan dan Penindakan Bea Cukai Tipe Madya Pabean Belawan, Suadi P, pun mengatakan yang sama. “Tangkahan di sini cukup banyak. Dan, untuk pengawasannya inilah sulit dilakukan karena mau berapa banyak tangkahan yang harus diawasi,” ucapnya kepada Sumut Pos.

Maka, ketika tiba di Parit Belang, Sumut Pos segera mencari orang yang bisa menjadi narasumber. Beruntung, melalui seorang kenalan, narasumber yang dimaksud dapat ditemui. Dia adalah mantan ‘pemain’. Umurnya sekitar 40-an tahun. Menariknya, sosoknya sama sekali tak terduga. Pakaiannya sangat sopan, begitu juga dengan potongan rambutnya yang mirip dengan mantan Menteri Penerangan zaman Orde Baru, Harmoko. Tidak itu saja, cara bicara sosok ini pun sopan, tidak mencerminkan kalau dia telah melewati dunia yang keras. Dan, seperti narasumber di bidang seperti ini, dia pun tak mau namanya dituliskan. Sumut Pos pun sepakat menyebutnya dengan nama Wak Ngah.

“Kalau sabu-sabu, tak ada lah. Kawasan ini tidak dikenal sebagai pintu masuk itu, di sini cuma bawang putih (lokasi penyeludupan bawang putih, Red), itupun dulu. Sekarang nggak lagi,” ujar Wak Ngah sambil menghisap rokok kreteknya.

Mendapat jawaban normatif itu tentu membuat Sumut Pos lemas. Bagaimana tidak, untuk mencapai Parit Belang saja sudah penuh perjuangan — harus menempuh perjalanan dari sekitar 3 jam dari Medan. Namun, setelah tiba di lokasi dan setelah bertemu mantan ‘pemain’ yang didapat hanya informasi semacam itu. Sungguh tidak setimpal.

Beruntung, Wak Ngah tampaknya tidak tega melihat Sumut Pos yang lemas. “Tapi, baru-baru ini ada juga. Tapi, bukan sabu-sabu. Cuma miras (minuman keras, Red),” kata Wak Ngah.

Setelah itu dia pun bercerita dengan bangga. Katanya, miras dari luar negeri yang diseludupkan melalui Parit Belang dalam jumlah besar. Wak Ngah menganalogikan jumlahnya dengan tiga mobil pick up sedang. Miras itu diangkut dengan beberapa perahu bermotor atawa boat.”Entah pemain mana yang menyeludupkan itu. Jadi, kami jarah,” jelas Wak Ngah.

Ya, Wak Ngah menjelaskan jika ada ‘pemain’ yang mau lewat idealnya permisi dengan orang-orang di Telaga Tujuh. Jika tidak, maka ujung-ujungnya dijarah. “Mereka tidak permisi, kami dapat informasi dari seorang anggota (aparat keamanan, Red). Jadi, kami tunggu di titi (jembatan, Red). Pas mereka lewat, kami hajar dengan batu. Jika lolos, kawan-kawan lain sudah siap mengejar dengan perahu mereka,” terang Wak Ngah.

Lucunya, seperti diungkapkan Wak Ngah, hasil jarahan miras itu tidak mereka jual. Mereka bagikan ke pemuda setempat. “Tapi dasar anak kampung yang biasanya minum kamput dan  tomi (Kambing Putih dan Topi Miring, merek minuman keras, Red)  mereka tak biasa dengan minuman luar. Malah, sampek ada yang masuk rumah sakit,” kekeh Wak Ngah.

Setelah itu, Wak Ngah pun menunjukkan jembatan yang dia maksud. Jembatan itu membelah aliran sungai yang berbentuk bak kanal. Sungai berair asin itu menghubungkan perairan Belawan dengan Kwala Besar, Secanggang, di Kabupaten Langkat. “Ini dia titinya, dari atas sinilah kami lempari batu. Mereka kan lewat di bawah sini,” jelas Wak Ngah begitu sampai di jembatan tersebut.

Saat itu, Sumut Pos sedikit sulit membayangkan penjelasan Wak Ngah. Tidak ada perahu yang lewat. Pun, sungai itu tidak begitu lebar, paling lebarnya hanya sekitar tujuh meter. “Inilah jalur penyeludupan itu, kalau mau kita susuri aja,” tawar Wak Ngah.

Tak pelak, tawaran itu langsung disambut. Setidaknya, jika tidak berhasil menguak kisah penyeludupan lebih dalam, Sumut Pos bisa melihat langsung jalur penyeludupan di sekitar kawasan itu. Tanpa basa-basi, Sumut Pos pun meminta Wak Ngah mencari perahu yang bisa disewa. Berhasil. Harganya Rp250 ribu. “Beruntung kita, Bang Ful (tentunya nama samaran, Red) mau. Dia tekong (pengemudi perahu, Red) andal di sini,” ungkap Wak Ngah dengan semangat.

Tak lama kemudian, Wak Ngah pun menggiring Sumut Pos ke bibir sungai. Di sana sudah menunggu Bang Ful dengan perahunya. Sebuah perahu kecil, malah mirip dengan perahu pengangkut pasir. “Sengaja perahu kecil, biar kita bisa masuk ke jalur-jalur yang tertutup,” jawab Wak Ngah seakan tahu apa yang dipikirkan Sumut Pos.

Wak Ngah pun menjelaskan, perjalanan kami nanti akan menuju Belawan terlebih dahulu. Lalu, masuk laut tengah untuk menuju Kwala Besar Langkat. Setelah itu baru kembali ke Parit Belang. Dengan kata lain, jalan yang kami tempuh adalah memutar. “Kita akan di atas perahu selama 5 jam,” tambah Wak Ngah.

Dengan perhitungan seperti itu, maka kami akan sampai di Parit Belang lagi sekitar pukul sembilan malam. “Masih aman, asal jangan tengah malam. Aku aja dah gak berani, rawan,” kata Wak Ngah.

Bang Ful tersenyum. Setelah semua berada di posisi (tim kami ditambah seorang lagi, jadi berjumlah 5 orang), Bang Ful pun mulai mengambil posisi untuk menghidupkan mesin motor perahunya. Sumut Pos sedikit merasa gamang. “Tenang saja, Bang Ful itu pernah disandera di tengah laut sana. Dia tahu semua jalur penyeludupan,” ujar Wak Ngah Sok menenangkan.

Mesin menyala. Suara mesin motor perahu itu begitu nyaring, memekakkan telinga. Perahu pun melaju pelan menuju Belawan. Sama sekali belum terbayang seperti apa perjalanan ini. Lihat nanti sajalah. (bersambung)

Menyusuri Pintu Masuk Narkoba dan Barang Ilegal Lainnya di Sumatera Utara (1)

Kawasan Parit Belang di Desa Telaga Tujuh tak beda dengan kawasan lain. Daerah yang masuk dalam Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deliserdang itu pun tidak begitu muncul dari sisi ekonominya. Intinya, Parit Belang adalah kawasan yang wajar. Namun, siapa sangka kalau kawasan itu ditengarai sebagai salah satu pintu masuk barang ilegal dan narkoba di Sumatera Utara?

Herdiansyah-Ramadhan Batubara, Medan

Begitulah, akhir pekan lalu Sumut Pos memang menyambangi kawasan itu. Bukan tanpa alasan, kawasan itu dipilih karena beberapa sumber mengatakan tempat itu dikenal sebagai surga para penyeludup. Tentu Sumut Pos ingin tahu seperti apa suasana di sana sekaligus kalau beruntung dapat mengungkap apa yang terjadi.

Sebenarnya, semua ini berawal dari pernyataan Kasubdit Penegak Hukum Dirpolair Polda Sumut, AKBP Burhanuddin Desky, beberapa waktu lalu. Dia mengatakan kalau hampir keseluruhan tangkahan di pesisir pantai dinilai rawan masuk narkoba. Tidak itu saja, Kasubsi Penyelidikan dan Penindakan Bea Cukai Tipe Madya Pabean Belawan, Suadi P, pun mengatakan yang sama. “Tangkahan di sini cukup banyak. Dan, untuk pengawasannya inilah sulit dilakukan karena mau berapa banyak tangkahan yang harus diawasi,” ucapnya kepada Sumut Pos.

Maka, ketika tiba di Parit Belang, Sumut Pos segera mencari orang yang bisa menjadi narasumber. Beruntung, melalui seorang kenalan, narasumber yang dimaksud dapat ditemui. Dia adalah mantan ‘pemain’. Umurnya sekitar 40-an tahun. Menariknya, sosoknya sama sekali tak terduga. Pakaiannya sangat sopan, begitu juga dengan potongan rambutnya yang mirip dengan mantan Menteri Penerangan zaman Orde Baru, Harmoko. Tidak itu saja, cara bicara sosok ini pun sopan, tidak mencerminkan kalau dia telah melewati dunia yang keras. Dan, seperti narasumber di bidang seperti ini, dia pun tak mau namanya dituliskan. Sumut Pos pun sepakat menyebutnya dengan nama Wak Ngah.

“Kalau sabu-sabu, tak ada lah. Kawasan ini tidak dikenal sebagai pintu masuk itu, di sini cuma bawang putih (lokasi penyeludupan bawang putih, Red), itupun dulu. Sekarang nggak lagi,” ujar Wak Ngah sambil menghisap rokok kreteknya.

Mendapat jawaban normatif itu tentu membuat Sumut Pos lemas. Bagaimana tidak, untuk mencapai Parit Belang saja sudah penuh perjuangan — harus menempuh perjalanan dari sekitar 3 jam dari Medan. Namun, setelah tiba di lokasi dan setelah bertemu mantan ‘pemain’ yang didapat hanya informasi semacam itu. Sungguh tidak setimpal.

Beruntung, Wak Ngah tampaknya tidak tega melihat Sumut Pos yang lemas. “Tapi, baru-baru ini ada juga. Tapi, bukan sabu-sabu. Cuma miras (minuman keras, Red),” kata Wak Ngah.

Setelah itu dia pun bercerita dengan bangga. Katanya, miras dari luar negeri yang diseludupkan melalui Parit Belang dalam jumlah besar. Wak Ngah menganalogikan jumlahnya dengan tiga mobil pick up sedang. Miras itu diangkut dengan beberapa perahu bermotor atawa boat.”Entah pemain mana yang menyeludupkan itu. Jadi, kami jarah,” jelas Wak Ngah.

Ya, Wak Ngah menjelaskan jika ada ‘pemain’ yang mau lewat idealnya permisi dengan orang-orang di Telaga Tujuh. Jika tidak, maka ujung-ujungnya dijarah. “Mereka tidak permisi, kami dapat informasi dari seorang anggota (aparat keamanan, Red). Jadi, kami tunggu di titi (jembatan, Red). Pas mereka lewat, kami hajar dengan batu. Jika lolos, kawan-kawan lain sudah siap mengejar dengan perahu mereka,” terang Wak Ngah.

Lucunya, seperti diungkapkan Wak Ngah, hasil jarahan miras itu tidak mereka jual. Mereka bagikan ke pemuda setempat. “Tapi dasar anak kampung yang biasanya minum kamput dan  tomi (Kambing Putih dan Topi Miring, merek minuman keras, Red)  mereka tak biasa dengan minuman luar. Malah, sampek ada yang masuk rumah sakit,” kekeh Wak Ngah.

Setelah itu, Wak Ngah pun menunjukkan jembatan yang dia maksud. Jembatan itu membelah aliran sungai yang berbentuk bak kanal. Sungai berair asin itu menghubungkan perairan Belawan dengan Kwala Besar, Secanggang, di Kabupaten Langkat. “Ini dia titinya, dari atas sinilah kami lempari batu. Mereka kan lewat di bawah sini,” jelas Wak Ngah begitu sampai di jembatan tersebut.

Saat itu, Sumut Pos sedikit sulit membayangkan penjelasan Wak Ngah. Tidak ada perahu yang lewat. Pun, sungai itu tidak begitu lebar, paling lebarnya hanya sekitar tujuh meter. “Inilah jalur penyeludupan itu, kalau mau kita susuri aja,” tawar Wak Ngah.

Tak pelak, tawaran itu langsung disambut. Setidaknya, jika tidak berhasil menguak kisah penyeludupan lebih dalam, Sumut Pos bisa melihat langsung jalur penyeludupan di sekitar kawasan itu. Tanpa basa-basi, Sumut Pos pun meminta Wak Ngah mencari perahu yang bisa disewa. Berhasil. Harganya Rp250 ribu. “Beruntung kita, Bang Ful (tentunya nama samaran, Red) mau. Dia tekong (pengemudi perahu, Red) andal di sini,” ungkap Wak Ngah dengan semangat.

Tak lama kemudian, Wak Ngah pun menggiring Sumut Pos ke bibir sungai. Di sana sudah menunggu Bang Ful dengan perahunya. Sebuah perahu kecil, malah mirip dengan perahu pengangkut pasir. “Sengaja perahu kecil, biar kita bisa masuk ke jalur-jalur yang tertutup,” jawab Wak Ngah seakan tahu apa yang dipikirkan Sumut Pos.

Wak Ngah pun menjelaskan, perjalanan kami nanti akan menuju Belawan terlebih dahulu. Lalu, masuk laut tengah untuk menuju Kwala Besar Langkat. Setelah itu baru kembali ke Parit Belang. Dengan kata lain, jalan yang kami tempuh adalah memutar. “Kita akan di atas perahu selama 5 jam,” tambah Wak Ngah.

Dengan perhitungan seperti itu, maka kami akan sampai di Parit Belang lagi sekitar pukul sembilan malam. “Masih aman, asal jangan tengah malam. Aku aja dah gak berani, rawan,” kata Wak Ngah.

Bang Ful tersenyum. Setelah semua berada di posisi (tim kami ditambah seorang lagi, jadi berjumlah 5 orang), Bang Ful pun mulai mengambil posisi untuk menghidupkan mesin motor perahunya. Sumut Pos sedikit merasa gamang. “Tenang saja, Bang Ful itu pernah disandera di tengah laut sana. Dia tahu semua jalur penyeludupan,” ujar Wak Ngah Sok menenangkan.

Mesin menyala. Suara mesin motor perahu itu begitu nyaring, memekakkan telinga. Perahu pun melaju pelan menuju Belawan. Sama sekali belum terbayang seperti apa perjalanan ini. Lihat nanti sajalah. (bersambung)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/