SUMUTPOS.CO – Undang-undang Ibu Kota Negara (UU IKN) baru disahkan DPR pada awal tahun. Namun, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM kemarin (23/11), sudah mengajukan revisi terkait UU Nomor 3 Tahun 2022 itu ke Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menyatakan, ada sejumlah urgensi yang diajukan terkait revisi UU IKN. Yakni, penguatan otorita yang nanti menjadi kepala pemerintahan daerah khusus di Nusantara. ’’Untuk mengatur penguatan otorita IKN secara optimal melalui kewenangan khusus pendanan (dan) pengelolaan barang milik negara,’’ papar Yasonna dalam siaran YouTube rapat kerja yang membahas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023 di baleg kemarin.
Menteri asal PDIP itu menjelaskan, penguatan otorita juga berkaitan dengan pengelolaan kekayaan IKN yang dipisahkan, pembiayaan, dan kemudahan fasilitas penanaman modal. Otorita diharapkan bisa mengatur ketentuan hak atas tanah yang progresif dan jaminan kelangsungan untuk seluruh pembangunan IKN. “Setelah (IKN) berjalan, kami lihat perlu penguatan-penguatan yang dilakukan,” ucapnya. Selain revisi UU IKN, kemarin Yasonna juga mengajukan RUU Pengadaan Barang dan Jasa Publik.
Dua fraksi di DPR, yakni PKS dan Partai Demokrat, menolak usulan revisi UU IKN. “Yang menerima adalah parpol pendukung pemerintah, semuanya. Yang menolak adalah PKS dan Demokrat,” kata Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas, Rabu (23/11).
Partai-partai yang setuju UU IKN direvisi antara lain PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, PAN, PPP. Dengan demikian, DPR menerima usulan pemerintah tentang Revisi UU IKN masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2023 mendatang. “Perubahan UU IKN dan RUU Pengadaan Barang dan Jasa masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023,” kata Supratman.
Anggota Fraksi PKS Bukhori menyatakan, sejak awal PKS tegas menolak pembahasan UU IKN. Karena terbukti, proses pembahasannya berjalan cepat dan terburu-buru. “PKS melihat ternyata setelah (UU IKN) baru saja diketok dan belum dilaksanakan, maka mengalami suatu persoalan,’’ kata Bukhori.
Sementara, anggota DPR RI Fraksi Demokrat Herman Khaeron, menyebut partainya kemungkinan memiliki pandangan yang sama dengan PKS. “Mungkin karena kami memiliki pandangan yang sama,” kata Khaeron saat dimintai konfirmasi, Rabu (23/11).
Pihaknya menilai, pemindahan Ibu Kota Negara bukan suatu hal yang mendesak. Apalagi dilakukan saat pandemi COVID-19 dan sedang terjadi krisis ekonomi global. “Sejak awal kami berpandangan bahwa pemindahan Ibu Kota Negara bukan hal yang mendesak, karena hal ini dilakukan di tengah pandemi COVID-19 yang berdampak terhadap ekonomi masyarakat, dan sedang terjadi krisis ekonomi global,” kata Khaeron.
Ia mengusulkan semestinya UU yang sudah ada dijalankan lebih dahulu. Pemerintah semestinya fokus menghadapi krisis ekonomi global. “Hal semestinya dilakukan adalah membuat program jaring pengaman sosial ekonomi masyarakat secara masif, dan fokus pengamanan menghadapi krisis ekonomi global. Pada sisi lain, UU yang sudah ada dijalankan saja dulu, kan baru beberapa tahun berlaku,” ungkapnya.
UU IKN disahkan pertama kali dalam Rapat Paripurna DPR pada 18 Januari 2022 lalu. Selang sebulan kemudian atau tepatnya 15 Februari, Presiden Jokowi menandatangani UU IKN yang telah disahkan DPR. UU tersebut merupakan landasan hukum proyek pemindahan ibu kota dari Jakarta ke wilayah Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Lalu pada 10 Maret 2022, pemerintah membentuk Otorita Ibu Kota Nusantara. Lembaga itu setingkat kementerian yang bertugas mempersiapkan pembangunan serta pemindahan ibu kota negara. Kepala Otorita Ibu Kota Negara dipimpin oleh Bambang Susantono didampingi Dhony Rahajoe sebagai wakil. (*/c18/bay)