SIANTAR, SUMUTPOS.CO – Wali Kota Pematangsiantar, Susanti Dewayani, diduga melanggar PP Nomor 17 Tahun 2020, tentang Manajemen Pegawai, dalam hal melaksanakan mutasi jabatan pada 2 September 2022 lalu. Pernyataan ini disampaikan Anggota DPRD Pematangsiantar Saud Simanjuntak, pada Sidang Paripurna, Senin (30/1), dengan agenda Usulan Hak Angket DPRD atas SK Wali Kota Nomor: 800/929/lX-THN 2022, tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pejabat Administrasi di Lingkungan Pemko Pematangsiantar.
Adapun jumlah anggota DPRD yang mengusulkan hak angket ini, yakni 7 orang, yang didominasi dari Fraksi Parai Golkar dan PDIP.
Saud dalam membacakan usulan hak angket pada sidang tersebut, mengatakan, ada 88 ASN yang dimutasi oleh Susanti, tanpa ada alasan yang jelas. Dari 88 orang tersebut, ada 23 ASN yang nonjob, dan 4 orang turun jabatan.
Saud juga menjelaskan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020, tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, juncto Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2021, tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, mensyaratkan, pemberhentian PNS dari jabatan administrasi dan jabatan pengawas, hanya dapat dilakukan apabila: a, mengundurkan diri dari jabatan. b, diberhentikan sementara sebagai PNS. c, menjalankan cuti di luar tanggungan negara. d, menjalani tugas belajar lebih dari 6 bulan. e, ditugaskan secara penuh di luar jabatan administrasi. f, tidak memenuhi persyaratan jabatan. g, dijatuhi hukuman disiplin berat berupa pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan.
“Berdasarkan fakta dan data yang diperoleh, PNS yang terkena demosi dan pemberhentian dalam jabatan, sesuai dengan keputusan Wali Kota Pematangsiantar Nomor: 800/929/IX/WK-Thn 2022, tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pejabat dari Jabatan Adminstrasi di Lingkungan Pemko Pematangsiantar, tidak ada melakukan pelanggaran sesuai aturan yang berlaku,” ungkap Saud.
“Berdasarkan hal tersebut, kami menduga, Wali Kota Pematangsiantar dalam melakukan pelantikan mutasi jabatan, baik demosi maupun pemberhentian dalam jabatan, tidak menggunakan penilaian kinerja PNS. Dan tidak memberikan penghargaan bagi ASN secara adil dan layak, sesuai dengan kinerja. Yang dapat diindikasikan sebagai kesewenang-wenangan. Dan diduga tidak melindungi karir PNS dari intervensi politik dan kepastian hukum,” tegasnya.
Dia juga mengatakan, Wali Kota Pematangsiantar juga dianggap melanggar Undang-Undang No 5 Tahun 2014, tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, tentang Administrasi Pemerintahan, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2019, tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil.
Saud menuturkan, pelaksanaan mutasi jabatan harus mengikuti prosedur yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014. Mutasi jabatan dilakukan berdasar pada sistem merit, dengan tujuan menciptakan ASN profesional dan berintegritas, dan menempatkan mereka pada jabatan-jabatan birokrasi pemerintah sesuai kompetensinya. Dapat mengembangkan kemampuan dan kompetensi ASN, memberikan kepastian karir, dan melindungi karir ASN dari intervensi politik dan tindakan kesewenang-wenangan pengelolaan ASN secara efektif dan efisien. Serta memberikan penghargaan bagi ASN yang adil dan layak sesuai kinerja.
Atas pertimbangan tersebut, 7 anggota DPRD tersebut, mengusulkan hak angket kepada pimpinan dan anggota DPRD, melalui Rapat Paripurna, untuk mengoptimalkan fungsi pengawasan DPRD, dalam menyelidiki dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh Wali Kota Pematangsiantar.
Atas usulan anggota DPRD tersebut, 6 fraksi menyetujui adanya hak angket, sedangkan 1 fraksi tidak hadir dalam sidang tersebut. Setelah hak angket disahkan, seluruh fraksi memberikan nama sebagai utusan pada panitia hak angket. (mag-7/saz)