JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Cipta Kerja, Rabu (15/2), akhirnya disetujui Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menjadi Undang-undang (UU). Namun, pengesahan itu tidak bulat. Ada 2 fraksi yang menolak, yakni PKS dan Partai Demokrat.
Hadir dalam Rapat Baleg tersebut, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Polhukam Mahfud MD, serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly. Dalam rapat itu, semua fraksi diberi kesempatan menyampaikan pandangannya. Dari 9 fraksi di DPR, 7 di antaranya menyetujui Perppu tentang Cipta Kerja disahkan menjadi UU. Namun, PKS dan Partai Demokrat memiliki pandangan berbeda.
Anggota Fraksi PKS DPR RI, Amin AK mengatakan, pihaknya menolak Perppu Cipta Kerja menjadi UU. Sebab, dia menilai Perppu tersebut bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan, UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Dikatakan, Perppu Cipta Kerja sama sekali tidak menjawab amanat putusan MK. Padahal, sudah menetapkan koridor perbaikan secara prosedural dan materiil terhadap UU tentang Cipta Kerja.
“Sehingga penerbitan Perppu itu tidak menggugurkan status inkonstitusional bersyarat terhadap UU tentang Cipta Kerja,” ungkap Amin, yang merupakan anggota Komisi 4 DPR RI itu.
Amin juga menjelaskan, penerbitan Perppu Cipta Kerja tidak memenuhi persyaratan adanya kegentingan yang memaksa. Penerbitan Perppu itu juga tidak terukur. Meski ekonomi global melambat, seperti sudah terjadi sejak pertengahan 2022, namun pemulihan ekonomi nasional relatif stabil.
“Kondisi saat ini justru menunjukkan tidak adanya potensi resesi, krisis, maupun ancaman inflasi tinggi,” jelasnya.
Mengacu kondisi tersebut, lanjutnya, tidak ada alasan genting dan mendesak yang bisa dijadikan dasar menebitkan Perppu. Karena itu, pihaknya berharap agar Perppu Cipta Kerja dicabut. Selanjutnya, dilakukan perbaikan terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Hal itu sejalan dengan amanat putusan MK tentang pengujian formil UU Cipta Kerja,” tegas Amin.
Santoso, anggota Baleg Fraksi Partai Demokrat, juga menolak pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU. Dia mengatakan, Perppu tersebut tidak sesuai dengan putusan MK. Selain dinyatakan inkonstitusional bersyarat, MK juga meminta agar proses legislasi dilakukan secara aspiratif, partisipatif, dan terlegitimasi.
“Bukan justru mengganti UU dengan Perppu. Bahkan, tidak terlihat perbedaan signifikan isi Perppu dengan materi UU Cipta Kerja sebelumnya,” bebernya.
Dia juga menilai, Perppu tersebut bukan menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah ketidakpastian hukum dan ekonomi di Indonesia.
Kendati 2 fraksi menolak, Baleg DPR RI tetap menetapkan Perppu Cipta Kerja menjadi UU.
Pada akhir rapat, Wakil Ketua Baleg DPR RI, M Nurdin yang memimpin rapat itu, pun meminta persetujuan.
“Apakah hasil pembahasan tentang penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi UU?” ucapnya.
Dan 7 fraksi pun serempak menyetujuinya. Perppu itu akan dibawa ke rapat paripurna terdekat untuk disahkan menjadi UU. (jpg/saz)