25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

BKAD Medan Tegaskan HPL Petisah Tengah Sebagai Aset Pemkot Medan yang Sah

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Kota (Pemko) Medan mengaskan, bahwa tanah Hak Pengelolaan Lahan (HPL) nomor 1, 2 dan 3 Petisah Tengah secara sah adalah aset milik Pemkot Medan. Hal itu tercatat dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) A berdasarkan Sertifikat yang dikeluarkan Kantor Pertanahan Kota Medan Tahun 1974 sebagai perpanjangan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

“Jadi dipastikan tidak ada cacat kewenangan ataupun cacat yuridis dari penerbitan Sertifikat HPL Petisah Tengah,” ucap Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kota Medan, Zulkarnain, dalam press releasenya yang diterima wartawan di Medan, Rabu (22/3/2023).

Di atas tanah HPL tersebut, kata Zulkarnain, sebelumnya telah diberikan hak untuk menggunakan dan memanfaatkan tanah dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB), sebagimana dijelaskan dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Pada pasal 35, dijelaskan bahwa HGB sebagai hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun.

Jadi, sambung Zulkarnain, setiap warga pemegang HGB harus memahami betul bahwa HGB yang diperoleh berada di atas tanah HPL milik Pemkot Medan, bukan di atas tanah miliknya sendiri atau bukan di atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

“Dengan demikian, menuntut atau memaksa Pemko Medan agar mengeluarkan rekomendasi HGB adalah yang sangat keliru dan tidak berdasarkan azas hukum yang berkeadilan,” ujarnya.

Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kata Zulkarnain, Pemko Medan memiliki hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem NKRI.

Dengan demikian, jelas Zulkarnain, apa yang dilaksanakan Pemko Medan tetap berada pada koridor aturan dan ketentuan yang berlaku. Termasuk pengelolaan barang milik daerah, diantaranya Hak Pengelolaan dan Hak Pakai yang dimiliki, dimana saat ini pengelolaannya mengacu pada PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 28 tahun 2020 dan Permendagri Nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah sebagai aturan operasional pengelolaan Barang Milik Daerah, sehingga tidak ada cacat kewenangan dan cacat substansi ataupun administrasi dari Pengelolaan Barang Milik Daerah yang diselenggarakan.

Dalam mekanisme pengelolaan barang milik daerah, tambah Zulkarnain, Pemko Medan tentunya mengacu pada ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014, PP Nomor 28 Tahun 2020, Permendagri Nomor 19 Tahun 2016, Permendagri Nomor 47 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembukuan, Inventarisasi dan Pelaporan Barang Milik Daerah dan aturan-aturan lain yang memiliki relevansi tanpa terkecuali kewenangan- kewenangan yang diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2021 yang memiliki harmonisasi hukum yang kuat.

“Berdasarkan Pasal 7 dan 40 PP Nomor 18 Tahun 2021, dijelaskan pemegang Hak Pengelolaan berwenang untuk menyusun rencana peruntukan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang dan menggunakan dan memanfaatkan seluruh atau sebagian Tanah Hak Pengelolaan untuk di gunakan sendiri atau di kerjasamakan dengan pihak lain,” katanya.

Kemudian menentukan tarif dan/atau uang wajib tahunan dari pihak sesuai dengan perjanjian, rencana peruntukan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang merupakan rencana induk yang disusun oleh pemegang Hak Pengelolaan serta HGB di atas Tanah Hak Pengelolaan dapat di perpanjang atau diperbarui sepanjang mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.

“Perpanjangan atau pembaharuan itu bisa di lakukan jika memenuhi syarat tanahnya masih diusahakan dan di manfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak, syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak, pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak, tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang serta tidak di pergunakan dan/atau di rencanakan untuk kepentingan umum,” jelasnya.

Dengan demikian, lanjut Zulkarnain, Pemko Medan memiliki kewenangan sepenuhnya untuk menetapkan kebijakan bentuk-bentuk kerjasama penggunaan dan pemanfaatan HPL dengan pihak lain.

Selain itu, Pemko Medan juga berhak menyusun rencana induk untuk penggunaan dan pemanfaatan HPL yang dimiliki. Kemudian, Pemko Medan juga berhak untuk menggunakan sendiri HPL yang dimiliki atau dikerjasamakan dengan pihak lain.

“Substansi pokok kebijakan penggunaan HPL ada pada pemegang HPL, dalam hal ini Pemko Medan. Jadi, tidak ada kewajiban bagi Pemko Medan untuk menerbitkan rekomendasi penerbitan/perpanjangan HGB,” lanjutnya.

Namun, sepenuhnya didasarkan kepada rencana peruntukan penggunaan dan pemanfaatan HPL yang disusun dalam rencana induk yang sesuai dengan rencana tata ruang. Apalagi, dalam PP No. 27 Tahun 2014 dan Permendagri No. 19 Tahun 2016 juga tidak lagi diatur kerjasama penggunaan/pemanfaatan HPL dalam bentuk HGB.

Sedangkan kebijakan Pemko Medan menawarkan kerjasama penggunaan HPL 1, 2 dan 3 Petisah Tengah dalam bentuk sewa, sesungguhnya diatur dalam Pasal 27 dan 28 PP Nomor 27 Tahun 2014 dan PP Nomor 28 Tahun 2020 serta Permendagri No.19 Tahun 2016.

“Jadi, pemahaman kalau Pemko Medan tidak boleh mengelola tanah HPL Petisah dengan cara sewa kepada pihak lain sangat keliru dan tidak berdasarkan pemahaman harmonisasi hukum yang ada,” ujarnya.

Pemahaman bahwa kerjasama dalam bentuk sewa melanggar aturan sesuai PP Nomor 18 tahun 2021, kata Zulkarnain, adalah pemahaman yang keliru.

“Antara PP Nomor 18 tahun 2021 dan PP Nomor 27 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 28 Tahun 2020 sesungguhnya memiliki harmonisasi hukum yang sangat kuat dan saling melengkapi,” terangnya.

Oleh karena itu, Zulkarnain mengimbau kepada pemegang eks HGB yang hak penggunaan dan pemanfaatan tanah HPL Pemkot sudah berakhir (bahkan sudah berakhir beberapa tahun) untuk bekerjasama dengan Pemko Medan menyangkut administrasi perpanjangan kerja sama pemanfaatan HPL Petisah Tengah, sehingga menciptakan keadilan pada semua.

“Harus diingat, Pemko Medan mewakili seluruh masyarakat Kota Medan. Karena itu, secara subtansi HPL Pemko milik seluruh masyarakat Kota Medan, sehingga harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan publik seluas-luasnya,” ujarnya.

Terkait isu cacat kewenangan karena Pemko Medan tidak memberikan rekomendasi perpanjangan HGB, sambung Zulkarnain, sepenuhnya menjadi kewenangan Pemkot Medan, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan 40 PP 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah.

Perlu juga disampaikan bahwa opini hukum yang menyatakan Pemko Medan telah cacat kewenangan, sehingga HPL Pemkot dapat dihapuskan, menurut Zulkarnain, adalah pandangan yang sangat keliru. Kebijakan Pemko untuk tetap melakukan kerjasama pemanfaatan HPL Petisah Tengah kepada pihak lain secara substansi, justru memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum, sehingga pemegang eks HGB tetap dapat menggunakan dan memanfaatkan HPL Petisah Tengah yang secara sah adalah milik Pemko Medan.

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tambah Zulkarnain, penawaran Pemko kepada eks pemegang HGB dalam bentuk sewa sebagaimana diatur dalam PP Nomor 27 Tahun 2014 dan PP Nomor 28 Tahun 2020 serta Permendagri Nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, seyogianya diterima dengan baik.

“Perlu disampaikan, jumlah HGB yang diterbitkan di atas HPL 1, 2 dan 3 Petisah Tengah tercatat sebanyak 1.574 persil. HGB yang masih berlaku berjumlah 968 persil dan yang sudah berakhir masa berlaku HGB-nya berjumlah 606 persil. Dari yang sudah berakhir masa berlakunya sejak 2016, maka yang telah memperpanjang kerjasama penggunaan pemanfaatan HPL-nya dalam bentuk sewa sampai saat ini berjumlah 65 persil. Hal ini tentunya membuktikan adanya kesadaran yang baik dan memahami azas-azas keadilan hukum pertanahan,” rincinya.

Oleh karena itu, Zulkarnain meminta Forum Petisah Bersatu tidak boleh menyampaikan aspirasinya dengan mengatasnamakan seluruh pemegang HGB pada HPL 1, 2, 3 Petisah Tengah. Sebab, ada sejumlah 968 persil HGB yang masih berlaku dan Pemko Medan memberikan perlindungan sepenuhnya atas penggunaan dan pemanfaatan HGB yang masih berlaku tersebut.

“Jadi, sesungguhnya Forum Petisah Bersatu tidak memiliki hubungan keperdataan dengan seluruh pemegang HGB, sehingga tidak boleh menyuarakan seakan-akan mewakili seluruh pemegang HGB,” katanya.

“Pemko Medan akan terus mengajak pemegang eks HGB untuk bermusyawarah secara konstruktif dalam koridor hukum yang berlaku, sekaligus memiliki visi yang sama untuk menjadikan kawasan Petisah Tengah sebagai salah satu koridor ekonomi yang memiliki keunggulan sekaligus memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat Kota Medan. (map)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Kota (Pemko) Medan mengaskan, bahwa tanah Hak Pengelolaan Lahan (HPL) nomor 1, 2 dan 3 Petisah Tengah secara sah adalah aset milik Pemkot Medan. Hal itu tercatat dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) A berdasarkan Sertifikat yang dikeluarkan Kantor Pertanahan Kota Medan Tahun 1974 sebagai perpanjangan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

“Jadi dipastikan tidak ada cacat kewenangan ataupun cacat yuridis dari penerbitan Sertifikat HPL Petisah Tengah,” ucap Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kota Medan, Zulkarnain, dalam press releasenya yang diterima wartawan di Medan, Rabu (22/3/2023).

Di atas tanah HPL tersebut, kata Zulkarnain, sebelumnya telah diberikan hak untuk menggunakan dan memanfaatkan tanah dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB), sebagimana dijelaskan dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Pada pasal 35, dijelaskan bahwa HGB sebagai hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun.

Jadi, sambung Zulkarnain, setiap warga pemegang HGB harus memahami betul bahwa HGB yang diperoleh berada di atas tanah HPL milik Pemkot Medan, bukan di atas tanah miliknya sendiri atau bukan di atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

“Dengan demikian, menuntut atau memaksa Pemko Medan agar mengeluarkan rekomendasi HGB adalah yang sangat keliru dan tidak berdasarkan azas hukum yang berkeadilan,” ujarnya.

Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kata Zulkarnain, Pemko Medan memiliki hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem NKRI.

Dengan demikian, jelas Zulkarnain, apa yang dilaksanakan Pemko Medan tetap berada pada koridor aturan dan ketentuan yang berlaku. Termasuk pengelolaan barang milik daerah, diantaranya Hak Pengelolaan dan Hak Pakai yang dimiliki, dimana saat ini pengelolaannya mengacu pada PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 28 tahun 2020 dan Permendagri Nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah sebagai aturan operasional pengelolaan Barang Milik Daerah, sehingga tidak ada cacat kewenangan dan cacat substansi ataupun administrasi dari Pengelolaan Barang Milik Daerah yang diselenggarakan.

Dalam mekanisme pengelolaan barang milik daerah, tambah Zulkarnain, Pemko Medan tentunya mengacu pada ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014, PP Nomor 28 Tahun 2020, Permendagri Nomor 19 Tahun 2016, Permendagri Nomor 47 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembukuan, Inventarisasi dan Pelaporan Barang Milik Daerah dan aturan-aturan lain yang memiliki relevansi tanpa terkecuali kewenangan- kewenangan yang diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2021 yang memiliki harmonisasi hukum yang kuat.

“Berdasarkan Pasal 7 dan 40 PP Nomor 18 Tahun 2021, dijelaskan pemegang Hak Pengelolaan berwenang untuk menyusun rencana peruntukan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang dan menggunakan dan memanfaatkan seluruh atau sebagian Tanah Hak Pengelolaan untuk di gunakan sendiri atau di kerjasamakan dengan pihak lain,” katanya.

Kemudian menentukan tarif dan/atau uang wajib tahunan dari pihak sesuai dengan perjanjian, rencana peruntukan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang merupakan rencana induk yang disusun oleh pemegang Hak Pengelolaan serta HGB di atas Tanah Hak Pengelolaan dapat di perpanjang atau diperbarui sepanjang mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.

“Perpanjangan atau pembaharuan itu bisa di lakukan jika memenuhi syarat tanahnya masih diusahakan dan di manfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak, syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak, pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak, tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang serta tidak di pergunakan dan/atau di rencanakan untuk kepentingan umum,” jelasnya.

Dengan demikian, lanjut Zulkarnain, Pemko Medan memiliki kewenangan sepenuhnya untuk menetapkan kebijakan bentuk-bentuk kerjasama penggunaan dan pemanfaatan HPL dengan pihak lain.

Selain itu, Pemko Medan juga berhak menyusun rencana induk untuk penggunaan dan pemanfaatan HPL yang dimiliki. Kemudian, Pemko Medan juga berhak untuk menggunakan sendiri HPL yang dimiliki atau dikerjasamakan dengan pihak lain.

“Substansi pokok kebijakan penggunaan HPL ada pada pemegang HPL, dalam hal ini Pemko Medan. Jadi, tidak ada kewajiban bagi Pemko Medan untuk menerbitkan rekomendasi penerbitan/perpanjangan HGB,” lanjutnya.

Namun, sepenuhnya didasarkan kepada rencana peruntukan penggunaan dan pemanfaatan HPL yang disusun dalam rencana induk yang sesuai dengan rencana tata ruang. Apalagi, dalam PP No. 27 Tahun 2014 dan Permendagri No. 19 Tahun 2016 juga tidak lagi diatur kerjasama penggunaan/pemanfaatan HPL dalam bentuk HGB.

Sedangkan kebijakan Pemko Medan menawarkan kerjasama penggunaan HPL 1, 2 dan 3 Petisah Tengah dalam bentuk sewa, sesungguhnya diatur dalam Pasal 27 dan 28 PP Nomor 27 Tahun 2014 dan PP Nomor 28 Tahun 2020 serta Permendagri No.19 Tahun 2016.

“Jadi, pemahaman kalau Pemko Medan tidak boleh mengelola tanah HPL Petisah dengan cara sewa kepada pihak lain sangat keliru dan tidak berdasarkan pemahaman harmonisasi hukum yang ada,” ujarnya.

Pemahaman bahwa kerjasama dalam bentuk sewa melanggar aturan sesuai PP Nomor 18 tahun 2021, kata Zulkarnain, adalah pemahaman yang keliru.

“Antara PP Nomor 18 tahun 2021 dan PP Nomor 27 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 28 Tahun 2020 sesungguhnya memiliki harmonisasi hukum yang sangat kuat dan saling melengkapi,” terangnya.

Oleh karena itu, Zulkarnain mengimbau kepada pemegang eks HGB yang hak penggunaan dan pemanfaatan tanah HPL Pemkot sudah berakhir (bahkan sudah berakhir beberapa tahun) untuk bekerjasama dengan Pemko Medan menyangkut administrasi perpanjangan kerja sama pemanfaatan HPL Petisah Tengah, sehingga menciptakan keadilan pada semua.

“Harus diingat, Pemko Medan mewakili seluruh masyarakat Kota Medan. Karena itu, secara subtansi HPL Pemko milik seluruh masyarakat Kota Medan, sehingga harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan publik seluas-luasnya,” ujarnya.

Terkait isu cacat kewenangan karena Pemko Medan tidak memberikan rekomendasi perpanjangan HGB, sambung Zulkarnain, sepenuhnya menjadi kewenangan Pemkot Medan, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan 40 PP 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah.

Perlu juga disampaikan bahwa opini hukum yang menyatakan Pemko Medan telah cacat kewenangan, sehingga HPL Pemkot dapat dihapuskan, menurut Zulkarnain, adalah pandangan yang sangat keliru. Kebijakan Pemko untuk tetap melakukan kerjasama pemanfaatan HPL Petisah Tengah kepada pihak lain secara substansi, justru memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum, sehingga pemegang eks HGB tetap dapat menggunakan dan memanfaatkan HPL Petisah Tengah yang secara sah adalah milik Pemko Medan.

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tambah Zulkarnain, penawaran Pemko kepada eks pemegang HGB dalam bentuk sewa sebagaimana diatur dalam PP Nomor 27 Tahun 2014 dan PP Nomor 28 Tahun 2020 serta Permendagri Nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, seyogianya diterima dengan baik.

“Perlu disampaikan, jumlah HGB yang diterbitkan di atas HPL 1, 2 dan 3 Petisah Tengah tercatat sebanyak 1.574 persil. HGB yang masih berlaku berjumlah 968 persil dan yang sudah berakhir masa berlaku HGB-nya berjumlah 606 persil. Dari yang sudah berakhir masa berlakunya sejak 2016, maka yang telah memperpanjang kerjasama penggunaan pemanfaatan HPL-nya dalam bentuk sewa sampai saat ini berjumlah 65 persil. Hal ini tentunya membuktikan adanya kesadaran yang baik dan memahami azas-azas keadilan hukum pertanahan,” rincinya.

Oleh karena itu, Zulkarnain meminta Forum Petisah Bersatu tidak boleh menyampaikan aspirasinya dengan mengatasnamakan seluruh pemegang HGB pada HPL 1, 2, 3 Petisah Tengah. Sebab, ada sejumlah 968 persil HGB yang masih berlaku dan Pemko Medan memberikan perlindungan sepenuhnya atas penggunaan dan pemanfaatan HGB yang masih berlaku tersebut.

“Jadi, sesungguhnya Forum Petisah Bersatu tidak memiliki hubungan keperdataan dengan seluruh pemegang HGB, sehingga tidak boleh menyuarakan seakan-akan mewakili seluruh pemegang HGB,” katanya.

“Pemko Medan akan terus mengajak pemegang eks HGB untuk bermusyawarah secara konstruktif dalam koridor hukum yang berlaku, sekaligus memiliki visi yang sama untuk menjadikan kawasan Petisah Tengah sebagai salah satu koridor ekonomi yang memiliki keunggulan sekaligus memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat Kota Medan. (map)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/