25.6 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Tak Akui Ashin Wirathu sebagai Bikhu

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Massa aksi membakar foster bergambar biksu Wirathu saat aksi simpati untuk muslim Rohingya di Jalan Imam Bonjol Medan, Jumat (8/9). Mereka mengutuk aksi kekerasan terhadap etnis muslim Rohingya dan mendesak PBB untuk memberikan sanksi tegas untuk pemerintah Myanmar yang telah melakukan kejahatan kemanusiaan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Di hadapan ribuan Umat Islam, Ketua Majelis Buddhayana Indonesia Provinsi Sumatera Utara, Edi Suyono Setiawan membakar poster bergambar Bikhu Ashin Wirathu, Jumat (8/9) sore. Dengan tegas dikatakannya, dirinya dan Umat Buddha Indonesia tidak mengakui Ashin Wirathu sebagai bikhu, bahkan menganggap Ashin Wirathu bukan Umat Buddha lagi.

” Tindakannya itu bertentangan dengan ajaran Buddha. Asin Wirathu melecehkan Agama Budha, kami tidak terima, ” teriak Edi dengan pengeras suara.

Sementara ketika diwawancarai, dengan tegas Edi mengaku, jika dirinya mengutuk dan mengecam pembantaian terhadap Umat Islam di Myanmar. “Dalam Agama Budah ada lima sila paling mendasar. Pertama, tidak melakukan pembunuhan. Kedua, tidak melakukan pencurian dan sebagainya. Jika seorang sudah melanggar sila pertama, otomatis gugur dia punya Kepanitaan, gugur dia punya Kebikhuan dan tidak diakui oleh siapapun juga,” ujar Edi.

Lebih lanjut Edi menjelaskan, jika Umat Buddha di Indonesia tidak memiliki hubungan dengan negara-negara lain. Umat Buddha di Indonesia, khususnya di Majelis Budayana, adalah Agama Budha Indonesia dengan ‘kiblat’ Candi Borobudur. Ditegaskannya, Umat Buddha di Indonesia, tidak berafiliasi dengan negara-negara lain. “Tetapi kita bisa menyalurkan melalui jalur Pengurus Pusat kami di Jakarta, agar menyurati Organisasi Budhis Dunia,” tambah Edi.

Sementara ketika disinggung desakan untuk menangkap Ashin Wirathu, Edi mengaku pihaknya tidak bisa melampaui batas negara. Dikatakannya, yang bisa dilakukan umat dan tokoh Budha di Indonesia adalah menyuarakan seperti apa yang telah dilakukan. Dikatakannya, hal itu karena mereka tidak punya akses.

” Kami bukan badan negara. Kami menyampaikan ke Kementerian Luar Negeri agar melakukan hal-hal yang sesuai dengan prinsip-prinsip Indonesia, ” jelas Edi.

Sementara ketika hadir di tengah ribuan Umat Islam untuk menerima tuntutan tertulis atau Somasi Ummat, disebut Edi, jika aksi ribuan Umat Islam dari Kota Medan, dianggapnya sebagai kunjungan akbar, mengundang bersama-sama untuk membuat suatu gerakan peduli terhadap Umat Muslim di Myanmar.

” Apa yang terjadi di sana juga persoalan kami juga, persoalan kemanusiaan. Kami Umat Budha tidak akan berdiam diri. Kami juga akan melakukan hal-hal berguna dan efektif untuk saudara kita di sana. Beberapa hari lalu, kami berkumpul dan telah menyusun ikrar bersama untuk melakukan hal-hal yang baik, untuk bisa menolong saudara yang tertindas di sana, ” ujarnya.

Diketahui, ribuan Ummat Islam Kota Medan dari 31 Ormas Islam ditambah Organisasi Nasional lainnya, berkumpul di Mesjid Agung Medan, Jalan Pangeran Diponegoro, Medan. Selanjutnya, massa berjalan menuju Jalan KH Zainul Arifin dan masuk Jalan Imam Bonjol. Namun, ternyata akses ke sasaran utama, yakni Vihara Borobudur sudah ditutup dengan kawat berduri dan dijaga ketat Polisi. Oleh karena itu, massa behenti di depan Hotel Danau Toba dan berorasi secara damai di sana.

Dengan bergantian, para Pemimpin aksi berorasi dari atas mobil komando yang dilengkapi pengeras suara. Terlihat para pemimpin aksi yang berorasi diantaranya Ustadz Rafdinal, Ustadz Heriansyah, Ustadz Masri Sitanggang, Ustadz Abu Fajar, KH Nazarudin, Utadz Indra Suheri dan Eka Putra Zai.

Ustadz Rafdinal dalam orasinya dengan tegas mengatakan aksi solidaritas untuk Rohingya itu, sebagai ketegasan sikap mengutuk perbuatan Biadab Myanmar. Disebutnya, Umat Islam menegaskan sangat membenci kekejaman, kesadisan dan kebiadaban rezim militer Myanmar. Ditegaskannya, itu bentuk kebinatangan, barbar dan primitif.

“Umat Islam hanya inginkan qisos. Umat Islam siap untuk sahid. Buddha telah menantang perang. Umat Islam tidak akan pernah menyerah,” ungkap Ustadz Indra Suheri. (ain/adz)

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Massa aksi membakar foster bergambar biksu Wirathu saat aksi simpati untuk muslim Rohingya di Jalan Imam Bonjol Medan, Jumat (8/9). Mereka mengutuk aksi kekerasan terhadap etnis muslim Rohingya dan mendesak PBB untuk memberikan sanksi tegas untuk pemerintah Myanmar yang telah melakukan kejahatan kemanusiaan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Di hadapan ribuan Umat Islam, Ketua Majelis Buddhayana Indonesia Provinsi Sumatera Utara, Edi Suyono Setiawan membakar poster bergambar Bikhu Ashin Wirathu, Jumat (8/9) sore. Dengan tegas dikatakannya, dirinya dan Umat Buddha Indonesia tidak mengakui Ashin Wirathu sebagai bikhu, bahkan menganggap Ashin Wirathu bukan Umat Buddha lagi.

” Tindakannya itu bertentangan dengan ajaran Buddha. Asin Wirathu melecehkan Agama Budha, kami tidak terima, ” teriak Edi dengan pengeras suara.

Sementara ketika diwawancarai, dengan tegas Edi mengaku, jika dirinya mengutuk dan mengecam pembantaian terhadap Umat Islam di Myanmar. “Dalam Agama Budah ada lima sila paling mendasar. Pertama, tidak melakukan pembunuhan. Kedua, tidak melakukan pencurian dan sebagainya. Jika seorang sudah melanggar sila pertama, otomatis gugur dia punya Kepanitaan, gugur dia punya Kebikhuan dan tidak diakui oleh siapapun juga,” ujar Edi.

Lebih lanjut Edi menjelaskan, jika Umat Buddha di Indonesia tidak memiliki hubungan dengan negara-negara lain. Umat Buddha di Indonesia, khususnya di Majelis Budayana, adalah Agama Budha Indonesia dengan ‘kiblat’ Candi Borobudur. Ditegaskannya, Umat Buddha di Indonesia, tidak berafiliasi dengan negara-negara lain. “Tetapi kita bisa menyalurkan melalui jalur Pengurus Pusat kami di Jakarta, agar menyurati Organisasi Budhis Dunia,” tambah Edi.

Sementara ketika disinggung desakan untuk menangkap Ashin Wirathu, Edi mengaku pihaknya tidak bisa melampaui batas negara. Dikatakannya, yang bisa dilakukan umat dan tokoh Budha di Indonesia adalah menyuarakan seperti apa yang telah dilakukan. Dikatakannya, hal itu karena mereka tidak punya akses.

” Kami bukan badan negara. Kami menyampaikan ke Kementerian Luar Negeri agar melakukan hal-hal yang sesuai dengan prinsip-prinsip Indonesia, ” jelas Edi.

Sementara ketika hadir di tengah ribuan Umat Islam untuk menerima tuntutan tertulis atau Somasi Ummat, disebut Edi, jika aksi ribuan Umat Islam dari Kota Medan, dianggapnya sebagai kunjungan akbar, mengundang bersama-sama untuk membuat suatu gerakan peduli terhadap Umat Muslim di Myanmar.

” Apa yang terjadi di sana juga persoalan kami juga, persoalan kemanusiaan. Kami Umat Budha tidak akan berdiam diri. Kami juga akan melakukan hal-hal berguna dan efektif untuk saudara kita di sana. Beberapa hari lalu, kami berkumpul dan telah menyusun ikrar bersama untuk melakukan hal-hal yang baik, untuk bisa menolong saudara yang tertindas di sana, ” ujarnya.

Diketahui, ribuan Ummat Islam Kota Medan dari 31 Ormas Islam ditambah Organisasi Nasional lainnya, berkumpul di Mesjid Agung Medan, Jalan Pangeran Diponegoro, Medan. Selanjutnya, massa berjalan menuju Jalan KH Zainul Arifin dan masuk Jalan Imam Bonjol. Namun, ternyata akses ke sasaran utama, yakni Vihara Borobudur sudah ditutup dengan kawat berduri dan dijaga ketat Polisi. Oleh karena itu, massa behenti di depan Hotel Danau Toba dan berorasi secara damai di sana.

Dengan bergantian, para Pemimpin aksi berorasi dari atas mobil komando yang dilengkapi pengeras suara. Terlihat para pemimpin aksi yang berorasi diantaranya Ustadz Rafdinal, Ustadz Heriansyah, Ustadz Masri Sitanggang, Ustadz Abu Fajar, KH Nazarudin, Utadz Indra Suheri dan Eka Putra Zai.

Ustadz Rafdinal dalam orasinya dengan tegas mengatakan aksi solidaritas untuk Rohingya itu, sebagai ketegasan sikap mengutuk perbuatan Biadab Myanmar. Disebutnya, Umat Islam menegaskan sangat membenci kekejaman, kesadisan dan kebiadaban rezim militer Myanmar. Ditegaskannya, itu bentuk kebinatangan, barbar dan primitif.

“Umat Islam hanya inginkan qisos. Umat Islam siap untuk sahid. Buddha telah menantang perang. Umat Islam tidak akan pernah menyerah,” ungkap Ustadz Indra Suheri. (ain/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/