26 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Desak Bawaslu agar Surati KPU, PIA Ingin Lapor Sumbangan Kampanye Tetap Diwajibkan

SUMUTPOS.CO – Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA) mendatangi kantor Bawaslu RI, agar terbit rekomendasi kepada KPU supaya Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) tetap berlaku.

“Bawaslu harus segera menerbitkan rekomendasi kepada KPU untuk segera menetapkan kewajiban peserta pemilu menyusun dan melaporkan LPSDK Pemilu 2024,” ujar aktivis PIA, Valentina Sagala, di kantor Bawaslu RI pada Jakarta Pusat, Senin (19/6).

Valentina menilai LPSDK sangat diperlukan dalam penyelenggaraan Pemilu untuk menghasilkan pemerintahan bersih yang bebas dari korupsi. Dia menyebut KPU harus kembali mewajibkan LPSDK di Peraturan KPU.

“Menuntut KPU menetapkan kewajiban bagi peserta pemilu untuk menyusun dan melaporkan LPSDK pada periode masa kampanye dan sebelum pemungutan suara, sebagaimana telah diterapkan sejak Pemilu 2014,” katanya.

Selain itu, dia juga mendesak KPU, Bawaslu dan DKPP melakukan rapat tripartit. Dia menuturkan hal itu untuk memastikan KPU mengatur kewajiban peserta Pemilu menyusun dan melaporkan LPSDK, disertai pengawasan oleh Bawaslu.

Aktivis PIA lainnya, Judhi Kristantini, mengatakan penghapusan LPSDK telah menimbulkan kontroversi. Dia menyebut dengan penghapusan LPSDK, maka telah menghancurkan simbol integritas.

“Kenapa kami memandang ini sebuah hal yg sangat penting dan juga krusial? Karena penghapusan LPSDK bagi kami itu adalah penghancuran sebuah simbol integritas di mana transparansi dan akuntabilitas itu dihancurkan,” katanya.

“Meski kita tahu bahwa integritas ada suatu hal yang dari hari ke hari dari masa ke masa selalu dipertanyakan. Tetapi dengan tidak adanya LPSDK ini semakin meniadakan bagaimana kami bisa melanjutkan proses pengajaran kepada publik mengenai transparansi dan akuntabilitas,” sambung dia.

Sebab itu, dia mendorong Bawaslu untuk merekomendasikan kepada KPU agar mengembalikan LPSDK. Selain itu, juga meminta agar dilakukan rapat tripartit bersama DKPP, KPU dan Bawaslu.

“Kami akan terus konsisten bersama gerakan ini untuk mendorong KPU dengan meminta bantuan Bawaslu, mendorong untuk adanya diskusi tripartit juga dengan DKPP. Ini adalah langkah serial yang kami akan tempuh untuk mengingatkan KPU mengembalikan kembali LPSDK ke dalam aturan-aturan yang memang sudah dirpaktikkan dan sudah berhasil dipraktikkan oleh KPU atau Pemilu kita selama ini,” ungkapnya.

Komisioner KPU, Idham Holik, mengatakan penghapusan kewajiban LPSDK untuk Pemilu 2024 didasarkan pada alasan tidak adanya aturan dalam UU Pemilu. Alasan lainnya, parpol-parpol tidak punya cukup waktu untuk melapor.

Menurutnya penyumbang dana kampanye juga mesti dari kelompok yang berbadan hukum. Ia menilai pertimbangan keputusan itu sudah ditinjau bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

“LPSDK dihapus karena tidak diatur dalam UU Pemilu,” kata Idham dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR, Senayan, Jakarta, 29 Mei lalu.

Di sisi lain, KPU juga kini menyiapkan Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam), yakni alat KPU menjamin transparansi Kekening khusus Dana Kampanye (RKDK) peserta pemilu. RKDK akan menjadi tempat seluruh penerimaan dana kampanye berbentuk uang sebelum digunakan kampanye. (jpc/dtk/azw)

SUMUTPOS.CO – Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA) mendatangi kantor Bawaslu RI, agar terbit rekomendasi kepada KPU supaya Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) tetap berlaku.

“Bawaslu harus segera menerbitkan rekomendasi kepada KPU untuk segera menetapkan kewajiban peserta pemilu menyusun dan melaporkan LPSDK Pemilu 2024,” ujar aktivis PIA, Valentina Sagala, di kantor Bawaslu RI pada Jakarta Pusat, Senin (19/6).

Valentina menilai LPSDK sangat diperlukan dalam penyelenggaraan Pemilu untuk menghasilkan pemerintahan bersih yang bebas dari korupsi. Dia menyebut KPU harus kembali mewajibkan LPSDK di Peraturan KPU.

“Menuntut KPU menetapkan kewajiban bagi peserta pemilu untuk menyusun dan melaporkan LPSDK pada periode masa kampanye dan sebelum pemungutan suara, sebagaimana telah diterapkan sejak Pemilu 2014,” katanya.

Selain itu, dia juga mendesak KPU, Bawaslu dan DKPP melakukan rapat tripartit. Dia menuturkan hal itu untuk memastikan KPU mengatur kewajiban peserta Pemilu menyusun dan melaporkan LPSDK, disertai pengawasan oleh Bawaslu.

Aktivis PIA lainnya, Judhi Kristantini, mengatakan penghapusan LPSDK telah menimbulkan kontroversi. Dia menyebut dengan penghapusan LPSDK, maka telah menghancurkan simbol integritas.

“Kenapa kami memandang ini sebuah hal yg sangat penting dan juga krusial? Karena penghapusan LPSDK bagi kami itu adalah penghancuran sebuah simbol integritas di mana transparansi dan akuntabilitas itu dihancurkan,” katanya.

“Meski kita tahu bahwa integritas ada suatu hal yang dari hari ke hari dari masa ke masa selalu dipertanyakan. Tetapi dengan tidak adanya LPSDK ini semakin meniadakan bagaimana kami bisa melanjutkan proses pengajaran kepada publik mengenai transparansi dan akuntabilitas,” sambung dia.

Sebab itu, dia mendorong Bawaslu untuk merekomendasikan kepada KPU agar mengembalikan LPSDK. Selain itu, juga meminta agar dilakukan rapat tripartit bersama DKPP, KPU dan Bawaslu.

“Kami akan terus konsisten bersama gerakan ini untuk mendorong KPU dengan meminta bantuan Bawaslu, mendorong untuk adanya diskusi tripartit juga dengan DKPP. Ini adalah langkah serial yang kami akan tempuh untuk mengingatkan KPU mengembalikan kembali LPSDK ke dalam aturan-aturan yang memang sudah dirpaktikkan dan sudah berhasil dipraktikkan oleh KPU atau Pemilu kita selama ini,” ungkapnya.

Komisioner KPU, Idham Holik, mengatakan penghapusan kewajiban LPSDK untuk Pemilu 2024 didasarkan pada alasan tidak adanya aturan dalam UU Pemilu. Alasan lainnya, parpol-parpol tidak punya cukup waktu untuk melapor.

Menurutnya penyumbang dana kampanye juga mesti dari kelompok yang berbadan hukum. Ia menilai pertimbangan keputusan itu sudah ditinjau bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

“LPSDK dihapus karena tidak diatur dalam UU Pemilu,” kata Idham dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR, Senayan, Jakarta, 29 Mei lalu.

Di sisi lain, KPU juga kini menyiapkan Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam), yakni alat KPU menjamin transparansi Kekening khusus Dana Kampanye (RKDK) peserta pemilu. RKDK akan menjadi tempat seluruh penerimaan dana kampanye berbentuk uang sebelum digunakan kampanye. (jpc/dtk/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/