JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) membeberkan data hasil kerja selama satu bulan belakangan. Tidak hanya berhasil memulangkan ribuan Warga Negara Indonesia (WNI) korban TPPO, mereka juga mendapati sejumlah fakta yang mengkhawatirkan. Misalnya belasan WNI korban TPPO yang sampai kemarin (4/7), tertahan di luar negeri lantaran menjadi korban jual beli organ tubuh.
TEMUAN itu disampaikan secara langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD. Sesuai perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disampaikan pada 29 Mei lalu, Satgas Penanganan TPPO langsung bekerja. Mereka bergerak di bawah kendali Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo yang ditunjuk menjadi ketua harian. “Satu bulan korban yang bisa diselamatkan itu 1.943 orang,” ungkap dia.
Mahfud meyakini, masih banyak korban TPPO yang belum diselamatkan. Namun demikian, angka 1.943 sangat berarti. Menurut dia, belum pernah sepanjang sejarah penanganan TPPO ada 1.943 korban diselamatkan dalam waktu satu bulan. Mereka ditolong oleh Satgas TPPO yang bekerja dari 5 Juni sampai 3 Juli 2023. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari proses hukum yang berjalan satu bulan terakhir. “Sudah dijadikan tersangka 698 orang,” imbuhnya.
Secara terperinci Mahfud menyebut, ribuan korban TPPO itu terbagi atas empat kategori. Yakni 65,5 persen Pekerja Migran Indonesia (PMI); 26,5 persen Pekerja Seks Komersial (PSK); 6,6 persen korban eksploitasi anak; 1,6 persen merupakan Anak Buah Kapal atau ABK. “Sekarang ditambah (korban) perdagangan organ tubuh yang harus kita kejar terus-menerus (pelakunya),” terang dia.
Dalam laporan yang disampaikan kepada publik, dia memang menyebut telah terjadi praktik jual beli organ tubuh. Eks ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyampaikan, Polri telah mendeteksi praktik jual beli organ tubuh yang bermula dari wilayah Bekasi, Jawa Barat. Para korban bertolak ke luar negeri dengan modus untuk bekerja. Begitu sampai negara tujuan, mereka meneken kontrak untuk menjual organ tubuh. “Saya dapat info dari Polri tadi, di suatu negara masih ada 14 orang tertahan di rumah sakit dengan (sebab) jual ginjal,” sesalnya.
Yang lebih mengkhawatirkan, lanjut Mahfud, mereka kini ditampung di rumah sakit, namun tidak mendapat penanganan medis dan perawatan yang memadai. Temuan itu membuat pemerintah dan Satgas Penanganan TPPO semakin yakin untuk terus bergerak. “Saya hanya ingin mengingatkan, langkah penegakan hukum ini akan terus digalakkan,” tegas pejabat asal Madura itu.
Dia mengingatkan kembali supaya tidak ada lagi yang menjadi beking pelaku TPPO. Berdasar identifikasi yang dilakukan oleh Satgas TPPO, beking TPPO ada di mana-mana. Menurut Mahfud, membekingi TPPO sama saja melawan konstitusi. “Melawan konstitusi itu melawan hukum negara. Akan ditindak tegas,” imbuhnya.
Dia tidak menampik beking TPPO bisa jadi berada di institusi negara. Mereka oknum di kantor pemerintah daerah, TNI, Polri, imigrasi, dan tempat lainnya. “Akan sampai pada gilirannya untuk juga ditindak,” tambah dia.
Bahkan Mahfud menyebut, kini sudah ada lima pejabat yang dijadikan tersangka dalam kasus TPPO. “Sudah lima orang oknum tersangka yang itu pejabat. Nanti akan banyak lagi ke belakang. Maksudnya yang bercokol di kantor-kantor pemerintah itu supaya hati-hati, akan kami cari juga,” bebernya.
Sebab, dia menegaskan, TPPO merupakan kejahatan kemanusiaan yang sangat menyengsarakan korban. “Oleh sebab itu, jangan main-main,” tegas dia.
Saat ini, pemerintah memilih untuk lebih concern menyelamatkan sebanyak-banyaknya korban TPPO, warga negara yang dibuat menderita di luar negeri. Itu menjadi perhatian pemerintah lantaran data menyebut ada jutaan PMI ilegal yang kini berada di luar negeri.
Sebagian besar di antara mereka kini terlilit masalah dan butuh pertolongan pemerintah. “Ada yang (korban) online scammer, perjudian, prostitusi, pekerja kasar di kapal, pekerja rumah tangga tidak digaji, penyiksaan, macam-macam,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menyampaikan, keberadaan Satgas Penanganan TPPO sudah terbukti efektif untuk menyelamatkan korban dan menindak pelaku. Pendekatannya lewat penegakkan hukum. “Saya harap ini jadi lebih serius, targeted, dan kita berharap perang melawan TPPO bisa dilaksanakan dengan baik,” katanya.
Pejabat yang pernah bertugas sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan tersebut menambahkan, meski pendekatan penegakan hukum kini dikedepankan dalam penanganan TPPO, pemerintah tetap melakukan upaya pencegahan dan membantu para korban lewat pendekatan lain. Misalnya rehabilitasi sosial bagi korban TPPO yang baru dipulangkan ke Indonesia. Pemerintah memastikan akan mendampingi mereka.
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menyampaikan bahwa penindakan yang dilakukan oleh Satgas Penanganan TPPO bukan tanpa perlawanan.
Menurut dia sampai saat ini masih ada upaya dari sindikat pelaku TPPO untuk melawan pemerintah dan Satgas Penanganan TPPO. “Diduga kuat sindikat melakukan perlawanan dengan membangun framing dua hal,” kata Benny.
Framing pertama terkait dengan penangkapan PMI. Padahal, Benny memastikan bahwa yang ditindak oleh Polri selama ini adalah pelaku TPPO. “Yang ditangkap Satgas TPPO adalah calo, kaki tangan, dan sindikat penempatan ilegal,” ujar dia. Framing kedua berkenaan dengan penempatan PMI. “Yang dilakukan rekan-rekan kepolisian (di-framing) mengganggu proses penempatan resmi. Itu juga keliru,” tegasnya. Dia meyakini framing itu muncul karena ada yang memerintahkan.
Untuk itu, BP2MI juga menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak aliran dana terkait dengan TPPO. “Data yang dikirim oleh PPATK diduga kuat satu orang BP2MI, tentu masih kami rahasiakan namanya, terlibat menerima aliran dana dari sindikat penempatan ilegal,” kata dia. Atas data tersebut, Benny memastikan yang bersangkutan bakal dipanggil dan diperiksa secara intensif untuk kemudian disanksi berat.
Sementara itu, Wakabareskrim Polri Irjen Asep Edi Suheri menyampaikan bahwa sejauh ini pihaknya melihat daerah Kalimantan Utara (Kaltara) yang paling marak praktik TPPO. Sebagai daerah perbatasan, Kaltara kerap dijadikan perlintasan oleh WNI yang hendak pergi ke luar negeri melalui jalur ilegal. “Hari pertama operasi itu ada sekitar 600 penumpang dari berbagai daerah terutama daerah NTB, Sulsel, Kaltim yang mendarat di Nunukan,” bebernya.
Usai didalami, Polri menemukan empat orang tersangka serta 233 korban di antara ratusan penumpang tersebut. “Dari situ kami kembangkan terus sampai hari kedua dapat sepuluh tersangka dan sampai dua tiga minggu kemudian tersangka bertambah jadi 18 orang dan tujuh DPO,” beber Asep.
Belum lama, lanjut dia, empat dari tujuh DPO berhasil ditangkap. “DPO tersebut sebagai pemesan para pekerja yang akan dipekerjakan di Malaysia,” tambahnya.
Asep memastikan, Polri sudah bekerja sama dengan kepolisian di negara-negara sahabat untuk menindak para pelaku TPPO di luar negeri. Termasuk yang berperan dalam praktik jual beli organ tubuh. “Sampai saat ini untuk masalah kasus perdagangan ginjal yang diduga di Bekasi itu masih dalam proses pengembangan,” kata dia.
Proses hukumnya kini ditangani oleh Polda Metro Jaya dan tidak menutup kemungkinan terus dikembangkan. (syn/mia/jpg)