MEDAN, SUMUTPOS.CO- Tim penasihat hukum (PH) terdakwa Aditiya Abdul Ghany Hasibuan (anak AKBP Achiruddin Hasibuan), memohon agar majelis hakim diketuai Nelson Panjaitan dalam putusan sela nanti, membebaskan kliennya dari segala dakwaan.
Pasalnya menurut PH, surat dakwaan yang disusun tim JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) dinilai tidak cermat dan kabur.
“Berdasarkan Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan, terbitan Kejaksaan Agung RI Tahun 1985, halaman 14 menyatakan yang dimaksud dengan cermat adalah ketelitian JPU dalam mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan kepada Undang Undang yang berlaku bagi terdakwa. Serta tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan yang dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau tidak dapat dibuktikan,” urai ketua tim PH terdakwa, Ali Rahmansyah Putra Piliang didampingi Sugianto SP Nadeak dalam eksepsinya di Ruang Cakra 9 Pengadilan Negeri Medan, Rabu (5/7/2023).
Sejatinya dalam perkara a quo, tambah Ali, klien mereka juga merupakan korban atas tindak pidana penganiayaan diduga dilakukan Ken Admiral (dalam perkara ini dijadikan sebagai korban penganiayaan-red).
Dikuatkan dengan adanya laporan pengaduan Aditya dengan Laporan Polisi Nomor : LP/B/3903/XII/2022/SPKT/Polrestabes Medan/Polda Sumut tanggal 23 Desember 2022.
“Dengan tidak terurainya peristiwa pidana yang sebenarnya dalam surat dakwaan JPU, berakibat majelis hakim menjadi terkelabui dan dikuatirkan tidak sepenuhnya untuk mempertimbangkan terdakwa dari segala akibat hukumnya atas penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Direktorat Kriminal Umum pada Polda Sumut,” tegas Ali.
Ditegaskannya, agar perkara sebenarnya terang benderang, tim PH dari Kantor Hukum SAS & Rekan mengajukan keberatan atau eksepsi supaya majelis hakim juga mengetahui bahwa Ken Admiral, juga melakukan penganiayaan terhadap terdakwa dengan adanya Visum Et Repertum tertanggal 23 Desember 2022 yang diterbitkan oleh RSU Materna dan Laporan Polisi tertanggal 23 Desember 2022 tersebut.
Selain itu, imbuh Ali, JPU dalam menyusun surat dakwaan menggabungkan tindak pidana yang tidak didasari adanya Pengaduan / Laporan Polisi dikarenakan sesuai dengan Laporan Polisi Nomor: LP / 3895 / XII / 2022 / SPKT / Polrestabes Medan/Polda Sumut tanggal 22 Desember 2022 oleh Ken Admiral, merupakan laporan polisi terhadap dugaan tindak pidana penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 KUHPidana dan bukan atas pengaduan tentang perusakan.
“JPU juga masih ragu-ragu atau bingung dalam menyusun surat dakwaan sebab jika dilihat dari surat dakwaannya, apakah tersusun secara alternatif atau subsidaritas? Apalagi di antara dakwaan kedua dan kesatu baik primair, subsidair dan dari di antara uraian perbuatan yang terurai dalam dakwaan kedua adalah sama dengan dakwaan kesatu baik primair maupun subsidair. Uraian yang satu dengan lainnya seharusnya tidak diperbolehkan menyalin ulang (copy paste) dari di antara uraian dakwaan tersebut,” sambung Sugianto Nadeak menambahkan.
Di penghujung eksepsi, tim PH terdakwa Aditiya bermohon agar dalam putusan sela nantinya majelis hakim menyatakan, menerima dan mengabulkan nota keberatan (eksepsi) mereka dari untuk seluruhnya. Menyatakan surat dakwaan JPU atas nama Aditiya, batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
“Menetapkan pemeriksaan perkara terhadap terdakwa Aditiya tidak dilanjutkan. Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan JPU, memulihkan nama baik, harkat serta martabat terdakwa dengan segala akibat hukumnya serta membebankan biaya perkara kepada negara,” pungkas Sugianto Nadeak.
Sementara menjawab pertanyaan hakim ketua Nelson Panjaitan didampingi anggota majelis Yusafrihardi Girsang dan Oloan Silalahi, ketua tim JPU Rahmi Shafrina meminta waktu sepekan untuk menyampaikan tanggapan atas eksepsi tim PH terdakwa.
“Kami akan menyampaikan tanggapan terhadap eksepsi secara tertulis juga Yang Mulia,” kata Rahmi.
Sementara dalam dakwaan, Aditiya dijerat dengan dakwaan kesatu primair, Pasal 351 ayat (2) KUHPidana. Subsidair Pasal 351 ayat (1) KUHPidana. Dan kedua, Pasal 406 ayat (1) KUHPidana.
Sementara seusai persidangan, Tim PH terdakwa, Ali Rahmansyah Putra Piliang kembali menegaskan tentang indikasi tidak cermatnya JPU dalam menyusun surat dakwaan.
“Waktu rekonstruksi di Polda tempo hari, saudara Ken Admiral yang mendatangi rumah orang tua klien kami (AKBP Achiruddin Hasibuan). Dia yang mulai melakukan pemukulan sebanyak dua kali kemudian dibalas klien kami. Artinya apa? Artinya peristiwa sebenarnya adalah perkelahian (duel). Klien kami juga ada membuat laporan pengaduan pemukulan dan ada visumnya,” katanya.
Bahkan, sambung Ali lagi, anak seorang perwira Polri berpangkat Kombes tidak turut dijadikan tersangka padahal ikut serta dalam aksi tersebut. “Jadi sekali lagi kami tegaskan ini bukan penganiayaan tapi perkelahian (duel),” tegas Ali Piliang. (man)