27 C
Medan
Sunday, January 19, 2025

Kejaksaan Agung Bakal Segera Lakukan Eksekusi, Sambo Tak Berhak Dapat Remisi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD turut buka suara terkait dengan putusan kasasi untuk Ferdy Sambo dan tiga terdakwa lainnya. Walau jaksa penuntut umum (JPU) tidak bisa mengajukan upaya hukum luar biasa peninjauan kembali (PK), hukum seumur hidup untuk Sambo dinilai tidak kalah berat dengan hukuman mati. Sebab, terpidana seumur hidup tidak berhak atas remisi atau pengurangan hukuman.

Mahfud MD meminta putusan kasasi MA tersebut agar ditegakkan. Dia berharap, setelah putusan kasasi MA ini tak ada main mata, sehingga membuat vonis pidana yang dijatuhkan menjadi lebih rendah lagi dan memungkinkan menerima remisi. “Mari kita jaga keputusan ini agar tetap ditegakkan dan mudah-mudahan tidak ada kongkalikong permainan lagi. Nanti di-PK (peninjauan kembali) lalu diturunkan lagi, sehingga lalu diremisi, remisi, remisi, dan sebagainya. Itu bisa saja terjadi,” kata Mahfud kepada wartawan di Universitas Islam Indonesia (UII), Sleman, Rabu (9/8).

Mahfud mengatakan, negara tentu akan mengambil upaya hukum, jika tak menabrak regulasi berlaku. Namun, ia menekankan pihak yang dapat mengajukan PK perkara pidana hanyalah terpidana. “Ini negara hukum, oleh sebab itu Mahkamah Agung sudah memutuskan. Seumpama negara boleh melakukan upaya hukum itu, ya kita lakukan,” katanya.

“Tetapi, di dalam sistem hukum kita kalau hukum pidana sampai kasasi itu jaksa atau pemerintah tidak boleh (mengajukan) PK. Yang boleh PK itu hanya terpidana, kalau jaksa tidak boleh,” sambungnya menegaskan.

Mahfud menilai, putusan kasasi MA sudah final disertai pertimbangan lengkap. Selain itu, pemohon PK juga memiliki surat bukti atau novum yang tidak pernah dikemukakan pada persidangan sebelumnya. “Oleh sebab itu mari kita terima, masyarakat supaya tenang. Persoalan hukum di negara kita masih banyak,” tutupnya.

Mahfud MD pun menegaskan, Ferdy Sambo tak akan bisa memperoleh remisi jika ingin hukumannya dikurangi. Pengurangan hukuman bagi terpidana hukuman mati dan penjara seumur hidup hanya bisa diberikan melalui grasi dari presiden. “Jadi kalau seumur hidup dan hukuman mati enggak ada remisi. Itu hanya bisa ada grasi. Hanya itu yang mungkin,” katanya.

Mahfud mengacu pada UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Terpidana mati dan penjara seumur hidup dikecualikan untuk menerima hak remisi. “Kan remisi itu bergantung persentase. Persentase itu selalu bergantung pada angka. Jadi yang tidak akan ada remisi itu hukuman mati, seumur hidup. Seumur hidup itu bukan angka, itu enggak ada di remisi berapa persen, enggak ada persennya,” paparnya.

Orang yang ingin mengajukan grasi pun ada syaratnya. Mahfud mengatakan salah satu syarat grasi atau pengampunan ini bisa diajukan jika pemohon bersedia mengakui kesalahannya. “Saya salah, hukumannya sudah benar, tapi saya minta grasi. Kalau mengakui saya tidak salah mau minta grasi, enggak bisa grasi. Tidak salah kok minta grasi,” ungkap Mahfud.

Sebagaimana disampaikan Mahfud, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan, JPU tidak bisa mengajukan PK. “Kewenangan kejaksaan dalam hal ini jaksa penuntut umum untuk melakukan upaya hukum luar biasa berupa PK sejak tanggal 14 April 2023 sudah dianulir oleh MK,” jelas dia.

Sejak saat itu, JPU tidak lagi punya kewenangan mengajukan PK dalam perkara tindak pidana. Namun demikian, Ketut menyampaikan bahwa hukuman yang diputus oleh majelis hakim kasasi tidak jauh dari tuntutan JPU. Misalnya hukuman untuk Ferdy Sambo. “Sejak awal kami melakukan tuntutan kepada yang bersangkutan adalah seumur hidup dan diputus juga seumur hidup oleh majelis hakim MA,” imbuhnya.

Sementara tuntutan untuk Putri Candrawathi delapan tahun penjara dan diputus sepuluh tahun penjara dalam putusan kasasi. Hukuman itu dua tahun lebih berat dari tuntutan JPU.

Kemudian tuntutan JPU terhadap Kuat Ma’ruf dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) adalah delapan tahun penjara. Majelis hakim kasasi di MA menghukum anak buah Sambo itu sepuluh tahun penjara. Terakhir hukuman untuk Ricky Rizal selama delapan tahun penjara. Itu sesuai dengan tuntutan JPU. “Artinya yang menjadi keinginan teman-teman penuntut umum dan segala pertimbangan hukumnya sudah diakomodir dengan baik,” jelas Ketut.

Karena sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah, Ketut pun memastikan, Kejagung bakal segera mengeksekusi Ferdy Sambo cs ke lembaga pemasyarakatan (lapas). “Tentu pasti akan dieksekusi, tidak mungkin akan didiamkan. Karena satu bulan setelah putusan ada kewajiban penuntut umum untuk melakukan eksekusi putusan,” katanya.

Ketut menyebut, penyerahan Sambo cs ke lapas masih harus menunggu putusan salinan yang lengkap dari majelis kasasi MA. Karena itu, ia mengaku Kejagung belum bisa memastikan di lapas mana keempat terdakwa pembunuhan Brigadir J tersebut akan ditempatkan. “Kita masih menunggu salinan yang lengkap, karena eksekusi itu kalau tidak lengkap nanti tidak diterima oleh lembaga pemasyarakatan, khawatirnya,” kata Ketut.

“Mengenai lembaga pemasyarakatannya kami belum menentukan. Nanti kita lihat perkembangannnya ke depan. Nanti tergantung Kejaksaan Negeri yang akan mengeksekusi,” imbuhnya.

 

Keluarga Josua Kecewa

Keluarga mendiang Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) mengaku kecewa dengan putusan majelis kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menyunat vonis bagi terdakwa Ferdy Sambo dkk dalam kasus pembunuhan berencana. Ayah dari Yosua, Samuel Hutabarat, mengaku kecewa dan menyoroti ketidaktransparanan mekanisme di MA saat proses persidangan kasasi hingga diumumkan hasilnya.

Samuel mengaku tahu soal putusan kasasi Ferdy Sambo itu dari awak media yang meminta tanggapan pihak keluarga korban. “Saya dan keluarga saat itu merasa heran, apa yang mau ditanggapi saya bilang sama awak media,” katanya, Rabu (9/8).

Dia pun menyoroti soal mekanisme persidangan kasasi di MA yang tahu-tahu sudah diumumkan keputusannya pada Selasa (8/8) petang. Samuel membandingkan proses kasasi di MA itu dengan dua sidang sebelumnya di tingkat pertama (Pengadilan Negeri) dan kedua (Pengadilan Tinggi). “Kita kecewa, pertama, tadi soal ketidaktrasnparan apa hal-hal yang meringankan, dan ketidakterbukaan persidangan di Mahkamah Agung,” katanya.

Karena merasa kecewa, pihak keluarga akan berkonsultasi dulu dengan pihak kuasa hukum mengenai langkah-langkah selanjutnya. Sementara ini, kata dia, kuasa hukumnya baru memberi nasihat untuk memberi jawaban tanggapan kepada media massa mengenai keluh kesah dari hati.

Adapun istrinya, ibunda Josua, Samuel mengaku sempat terkejut (shock) ketika mendengar putusan MA terhadap para terdakwa pembunuh anaknya. “Dia shock, menangis, tapi saya tenangkan dia memberi pengertian,” katanya. (bbs/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD turut buka suara terkait dengan putusan kasasi untuk Ferdy Sambo dan tiga terdakwa lainnya. Walau jaksa penuntut umum (JPU) tidak bisa mengajukan upaya hukum luar biasa peninjauan kembali (PK), hukum seumur hidup untuk Sambo dinilai tidak kalah berat dengan hukuman mati. Sebab, terpidana seumur hidup tidak berhak atas remisi atau pengurangan hukuman.

Mahfud MD meminta putusan kasasi MA tersebut agar ditegakkan. Dia berharap, setelah putusan kasasi MA ini tak ada main mata, sehingga membuat vonis pidana yang dijatuhkan menjadi lebih rendah lagi dan memungkinkan menerima remisi. “Mari kita jaga keputusan ini agar tetap ditegakkan dan mudah-mudahan tidak ada kongkalikong permainan lagi. Nanti di-PK (peninjauan kembali) lalu diturunkan lagi, sehingga lalu diremisi, remisi, remisi, dan sebagainya. Itu bisa saja terjadi,” kata Mahfud kepada wartawan di Universitas Islam Indonesia (UII), Sleman, Rabu (9/8).

Mahfud mengatakan, negara tentu akan mengambil upaya hukum, jika tak menabrak regulasi berlaku. Namun, ia menekankan pihak yang dapat mengajukan PK perkara pidana hanyalah terpidana. “Ini negara hukum, oleh sebab itu Mahkamah Agung sudah memutuskan. Seumpama negara boleh melakukan upaya hukum itu, ya kita lakukan,” katanya.

“Tetapi, di dalam sistem hukum kita kalau hukum pidana sampai kasasi itu jaksa atau pemerintah tidak boleh (mengajukan) PK. Yang boleh PK itu hanya terpidana, kalau jaksa tidak boleh,” sambungnya menegaskan.

Mahfud menilai, putusan kasasi MA sudah final disertai pertimbangan lengkap. Selain itu, pemohon PK juga memiliki surat bukti atau novum yang tidak pernah dikemukakan pada persidangan sebelumnya. “Oleh sebab itu mari kita terima, masyarakat supaya tenang. Persoalan hukum di negara kita masih banyak,” tutupnya.

Mahfud MD pun menegaskan, Ferdy Sambo tak akan bisa memperoleh remisi jika ingin hukumannya dikurangi. Pengurangan hukuman bagi terpidana hukuman mati dan penjara seumur hidup hanya bisa diberikan melalui grasi dari presiden. “Jadi kalau seumur hidup dan hukuman mati enggak ada remisi. Itu hanya bisa ada grasi. Hanya itu yang mungkin,” katanya.

Mahfud mengacu pada UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Terpidana mati dan penjara seumur hidup dikecualikan untuk menerima hak remisi. “Kan remisi itu bergantung persentase. Persentase itu selalu bergantung pada angka. Jadi yang tidak akan ada remisi itu hukuman mati, seumur hidup. Seumur hidup itu bukan angka, itu enggak ada di remisi berapa persen, enggak ada persennya,” paparnya.

Orang yang ingin mengajukan grasi pun ada syaratnya. Mahfud mengatakan salah satu syarat grasi atau pengampunan ini bisa diajukan jika pemohon bersedia mengakui kesalahannya. “Saya salah, hukumannya sudah benar, tapi saya minta grasi. Kalau mengakui saya tidak salah mau minta grasi, enggak bisa grasi. Tidak salah kok minta grasi,” ungkap Mahfud.

Sebagaimana disampaikan Mahfud, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan, JPU tidak bisa mengajukan PK. “Kewenangan kejaksaan dalam hal ini jaksa penuntut umum untuk melakukan upaya hukum luar biasa berupa PK sejak tanggal 14 April 2023 sudah dianulir oleh MK,” jelas dia.

Sejak saat itu, JPU tidak lagi punya kewenangan mengajukan PK dalam perkara tindak pidana. Namun demikian, Ketut menyampaikan bahwa hukuman yang diputus oleh majelis hakim kasasi tidak jauh dari tuntutan JPU. Misalnya hukuman untuk Ferdy Sambo. “Sejak awal kami melakukan tuntutan kepada yang bersangkutan adalah seumur hidup dan diputus juga seumur hidup oleh majelis hakim MA,” imbuhnya.

Sementara tuntutan untuk Putri Candrawathi delapan tahun penjara dan diputus sepuluh tahun penjara dalam putusan kasasi. Hukuman itu dua tahun lebih berat dari tuntutan JPU.

Kemudian tuntutan JPU terhadap Kuat Ma’ruf dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) adalah delapan tahun penjara. Majelis hakim kasasi di MA menghukum anak buah Sambo itu sepuluh tahun penjara. Terakhir hukuman untuk Ricky Rizal selama delapan tahun penjara. Itu sesuai dengan tuntutan JPU. “Artinya yang menjadi keinginan teman-teman penuntut umum dan segala pertimbangan hukumnya sudah diakomodir dengan baik,” jelas Ketut.

Karena sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah, Ketut pun memastikan, Kejagung bakal segera mengeksekusi Ferdy Sambo cs ke lembaga pemasyarakatan (lapas). “Tentu pasti akan dieksekusi, tidak mungkin akan didiamkan. Karena satu bulan setelah putusan ada kewajiban penuntut umum untuk melakukan eksekusi putusan,” katanya.

Ketut menyebut, penyerahan Sambo cs ke lapas masih harus menunggu putusan salinan yang lengkap dari majelis kasasi MA. Karena itu, ia mengaku Kejagung belum bisa memastikan di lapas mana keempat terdakwa pembunuhan Brigadir J tersebut akan ditempatkan. “Kita masih menunggu salinan yang lengkap, karena eksekusi itu kalau tidak lengkap nanti tidak diterima oleh lembaga pemasyarakatan, khawatirnya,” kata Ketut.

“Mengenai lembaga pemasyarakatannya kami belum menentukan. Nanti kita lihat perkembangannnya ke depan. Nanti tergantung Kejaksaan Negeri yang akan mengeksekusi,” imbuhnya.

 

Keluarga Josua Kecewa

Keluarga mendiang Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) mengaku kecewa dengan putusan majelis kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menyunat vonis bagi terdakwa Ferdy Sambo dkk dalam kasus pembunuhan berencana. Ayah dari Yosua, Samuel Hutabarat, mengaku kecewa dan menyoroti ketidaktransparanan mekanisme di MA saat proses persidangan kasasi hingga diumumkan hasilnya.

Samuel mengaku tahu soal putusan kasasi Ferdy Sambo itu dari awak media yang meminta tanggapan pihak keluarga korban. “Saya dan keluarga saat itu merasa heran, apa yang mau ditanggapi saya bilang sama awak media,” katanya, Rabu (9/8).

Dia pun menyoroti soal mekanisme persidangan kasasi di MA yang tahu-tahu sudah diumumkan keputusannya pada Selasa (8/8) petang. Samuel membandingkan proses kasasi di MA itu dengan dua sidang sebelumnya di tingkat pertama (Pengadilan Negeri) dan kedua (Pengadilan Tinggi). “Kita kecewa, pertama, tadi soal ketidaktrasnparan apa hal-hal yang meringankan, dan ketidakterbukaan persidangan di Mahkamah Agung,” katanya.

Karena merasa kecewa, pihak keluarga akan berkonsultasi dulu dengan pihak kuasa hukum mengenai langkah-langkah selanjutnya. Sementara ini, kata dia, kuasa hukumnya baru memberi nasihat untuk memberi jawaban tanggapan kepada media massa mengenai keluh kesah dari hati.

Adapun istrinya, ibunda Josua, Samuel mengaku sempat terkejut (shock) ketika mendengar putusan MA terhadap para terdakwa pembunuh anaknya. “Dia shock, menangis, tapi saya tenangkan dia memberi pengertian,” katanya. (bbs/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/