26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Mereka yang Mencintai Seni Tari

Pahami Setiap Makna Gerakan

Sejak kecil, para mahasiswi ini sudah mulai menyukai kegiatan tari menari, terutama untuk tarian budaya Batak, tari Tor-tor. Karena itu, saat ditawari untuk bergabung di  kelompok tarian budaya, dengan semangat mahasiswi Universitas Swasta Nommensen ini  menerimanya.

Pada acara pembukaan Pameran Pendidikan Amerika, yang diselenggarakan di JW Marriot Hotel, Nima, Maria, Novelinda, Mega, Ayu, dan Marina ini pun unjuk kebolehan.  “Sejak kecil memang sudah suka nari, jadi saat ditawari bergabung, rasanya senang. Bahkan saat latihan, kita semua semangat,” ujar Nima, yang didampingi oleh temannya sesama penari.

Menurut mereka untuk menarikan tarian budaya  bukan hal yang mudah.  Mengingat gerakan dari sebuah tarian selalu memiliki makna, apalagi tarian budaya. “Setiap gerakan ada makna yang terkandung, jadi kalau kita bergerak dan maknanya tidak sampai,  rasanya tidak enak. Karena itu, kita bilang mudah dan termasuk sulit juga,” ungkap Maria.

Makna yang dikandung dari sebuah gerakan inilah ujar Maria yang membedakan tari budaya dan kotemporer. “Kalau kotemporer kan lebih energik, sehingga kita harus mengatur nafas,”Maria.

Selain itu, yang paling berbeda pada pakaian yang dikenakan. Pakaian dalam tari budaya kurang  memberikan kenyaman, karena menggunakan berbagai aksesoris, sehingga sulit untuk bergerak leluasa. “Aksesoris pakaian ini yang membedakan. Tidak seperti tarian kontemporer,  pakaiannya memang membuat kita lebih nyaman bergerak,” ungkap Maria.

Para gadis  ini menerangkan makna dari gerakan tarian pembukaan dari etnis Batak Toba, seperti Sumba yang melambangkan penyembahan pada Tuhan, Mangalah Barkah yang memiliki makna meminta berkah yang dilambangkan melalui Datu (orang pintar). “Tarian budaya selalu memiliki makna, ada tarian saat perang, saat panen, dan saat menyambut tamu penting,” tambah Maria.

Untuk menjadi penari, bagi ke enam gadis manis ini bukanlah hal yang sulit. Karena pada dasarnya mereka sudah menyukai kegiatan ini sejak kecil. Jadi, secara tidak langsung mereka sudah memiliki dasar menjadi seorang penari budaya. “Kalau mau menjadi penari, yang dibutuhkan adalah bakat dan kemauan. Tapi, kalau tidak ada bakat, akan sedikit lebih sulit menguasai sebuah tarian,” ungkapnya.

Untuk tampilan saat ini, mereka hanya butuh waktu sebanyak 4 kali pertemuan, hingga bisa dikatakan menguasai semua gerakan tarian. “Pertemuan 1 dan 2, kita masih menghafal gerak, selanjutnya kita sudah mulai memahami tarian,” tambah Maria. (ram)

Pahami Setiap Makna Gerakan

Sejak kecil, para mahasiswi ini sudah mulai menyukai kegiatan tari menari, terutama untuk tarian budaya Batak, tari Tor-tor. Karena itu, saat ditawari untuk bergabung di  kelompok tarian budaya, dengan semangat mahasiswi Universitas Swasta Nommensen ini  menerimanya.

Pada acara pembukaan Pameran Pendidikan Amerika, yang diselenggarakan di JW Marriot Hotel, Nima, Maria, Novelinda, Mega, Ayu, dan Marina ini pun unjuk kebolehan.  “Sejak kecil memang sudah suka nari, jadi saat ditawari bergabung, rasanya senang. Bahkan saat latihan, kita semua semangat,” ujar Nima, yang didampingi oleh temannya sesama penari.

Menurut mereka untuk menarikan tarian budaya  bukan hal yang mudah.  Mengingat gerakan dari sebuah tarian selalu memiliki makna, apalagi tarian budaya. “Setiap gerakan ada makna yang terkandung, jadi kalau kita bergerak dan maknanya tidak sampai,  rasanya tidak enak. Karena itu, kita bilang mudah dan termasuk sulit juga,” ungkap Maria.

Makna yang dikandung dari sebuah gerakan inilah ujar Maria yang membedakan tari budaya dan kotemporer. “Kalau kotemporer kan lebih energik, sehingga kita harus mengatur nafas,”Maria.

Selain itu, yang paling berbeda pada pakaian yang dikenakan. Pakaian dalam tari budaya kurang  memberikan kenyaman, karena menggunakan berbagai aksesoris, sehingga sulit untuk bergerak leluasa. “Aksesoris pakaian ini yang membedakan. Tidak seperti tarian kontemporer,  pakaiannya memang membuat kita lebih nyaman bergerak,” ungkap Maria.

Para gadis  ini menerangkan makna dari gerakan tarian pembukaan dari etnis Batak Toba, seperti Sumba yang melambangkan penyembahan pada Tuhan, Mangalah Barkah yang memiliki makna meminta berkah yang dilambangkan melalui Datu (orang pintar). “Tarian budaya selalu memiliki makna, ada tarian saat perang, saat panen, dan saat menyambut tamu penting,” tambah Maria.

Untuk menjadi penari, bagi ke enam gadis manis ini bukanlah hal yang sulit. Karena pada dasarnya mereka sudah menyukai kegiatan ini sejak kecil. Jadi, secara tidak langsung mereka sudah memiliki dasar menjadi seorang penari budaya. “Kalau mau menjadi penari, yang dibutuhkan adalah bakat dan kemauan. Tapi, kalau tidak ada bakat, akan sedikit lebih sulit menguasai sebuah tarian,” ungkapnya.

Untuk tampilan saat ini, mereka hanya butuh waktu sebanyak 4 kali pertemuan, hingga bisa dikatakan menguasai semua gerakan tarian. “Pertemuan 1 dan 2, kita masih menghafal gerak, selanjutnya kita sudah mulai memahami tarian,” tambah Maria. (ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/