JAKARTA, SUMUTPOS.CO – BUDIMAN Sudjatmiko menyadari jika manuver politiknya membentuk relawan Prabu dan mendukung Prabowo Subianto melanggar aturan partai. Meski demikian, dia berharap tidak sampai pada pemecatan. Bahkan, terbersit harapan agar PDIP berkoalisi dengan Gerindra. Berikut pernyataan mantan pentolan Partai Rakyat Demokratik tersebut :
PDIP kan bilang akan memberikan sanksi pemecatan bila kader tak dukungan Ganjar. Bagaimana tanggapan anda?
Saya tahu bahwa itu sangat menyedihkan untuk saya. Saya bayangkan saja, saya bisa berkaca-kaca. Karena n bagi saya, PDIP bahkan sejak nama PDI itu parpol suka saya dukung sejak kampanyenya, sejak kelas 6 SD. Dan jika ada sanksi buat saya, itu secara personal emosional itu menganggu saya.
Tapi saya tahu juga bahwa ada kebutuhan yang lebih besar, bahwa Indonesia berada di jalan yang dimulai Pak Jokowi dengan kepemimpinan baru yang strategic. Pada periode pertama pak jokowi itu kepemimpinan populis.
Pada kepemimpinan kedua Pak Jokowi itu strategic. Sehingga selanjutnya harus dikuatkan lagi. Apalagi tantangan-tantangan yang besar banget. Jadi kaya ada badai, makanya pembagian kerja di antara awak kapal Indoensia dan penumpang harus jelas. Dan itu butuh kepemimpinan strategis. Saya melihat tak sempurna Pak prabowo, tak ideal, tapi relatif di banding yang lain.
Sejauh ini sudah ada surat dari PDIP?
Pada waktu saya bertemu beliau pertama kali tanggal 18 Juli di Jalan Kartanegara, saya memang dipanggil tapi secara informal oleh Pak Hasto Sekjen, oleh Pak Komarudin Watubun ya ngobrol-ngobrol. Tapi apakah ini juga akan saya dapat surat resmi, saya nggak tau ya.
Kalau emang itu terjadi ya tentu saja saya akan datang. Dan jika memang ada sanksi untuk saya, saya berharap apa yang saya lakukan bisa menjadi bahan diskusi, apakah argumentasi saya benar? Jika kemudian membuat partai bisa memutuskan bahwa kita harus katakanlah beraliansi secara strategis dengan Gerindra misalnya gitu ya, bisa saja kesimpulannya begitu, sehingga saya tidak dinyatakan terlalu salah.
Sehingga kemudian tindakan saya ya salah, tapi sanksinya tidak harus dipecat. Saya sih berharap itu, dan saya masih percaya partai saya akan mengambil juga pilihan itu salah satunya. Namun jika misalnya yang saya lakukan keliru, seandainya saya secara administratif dicabut keangotaan saya, tentu saya sangat sedih. Tapi yakinlah yang tercerabut dari saya hanya status administrastif, saya sebagai seorang kader nasionalis soekarnis tentu tetap ada.
Ada sindiran PDIP yang disampaikan Pak Djarot yang bilang, Budiman jadi Cawapres Prabowo saja. Tanggapannya?
Saya nggak ada tanggapan apa-apa. Karena waktu beliau nanggapin saya waktu kunjungan ke Kertanegara Bulan Juli, Djarot bilang, kita harus positif thinking pada Pak Budiman. Saya ingat beliau mengatakan itu.
Jika sudah tidak di PDIP, apa akan ke Gerindra?
Belum tentu juga dan jangan berandai-andai keluar dari PDIP. Saya belum bisa membayangkan berpolitik di luar PDIP. Jadi seperti saya katakan tadi, jika argumen dan omongan saya tadi dirasa memang penting, perlu dipertimbangkan kenapa tidak? Artinya mungkin langkah saya dianggap ada benefitnya, ada benarnya, kalau ada sanksi sekadar sanksi administrasi saya harapnya itu.
Mas Budiman kan aktivis 98, Prabu akan mendorong Prabowo mengunjungi para korban?
Kemarin Pak Prabowo dalam pidatonya di Semarang melakukan suatu hal yang elit kita jarang lakukan, yaitu minta maaf di depan publik. Ini luar biasa, dan itu memurut saya sebuah langkah awal untuk Pak Prabowo saya harapkan. Karena kan beliau tidak bermasalah secara pribadi kepada saya kan, sialhkan bisa bertemu dengan yang lain, bisa keluarganya, entah bisa di ekspose atau diam-diam terserah. Tapi menurut saya ada baiknya terus terang, saya mendapatkan usulan dari teman-temen bahwa mereka ingin pak Prabowo ketemu. Kalau bisa nggak usah pakai media, jadi peristiwa personal yang tulus tanpa media. Tapi kalau mau pakai media nggak papa, kita nggak menutut harus pakai media. Teman-teman yang korban penculikan dan keluarganya terbuka untuk itu. Jadi menurut saya, kalau pak Prabowo berani meminta maaf di depan publik kepada saya, kenapa tidak? pasti mudah untuk beliau sekadar ngomong minta maaf atau apa pada mereka tanpa di depan publik.
Apakah aksi kamisan juga bisa jadi cara melakukannya?
Soal formatnya jangan kita harus bentuknya ini atau itu, misal tidak di kamisan, tapi kunjungi rumahnya satu persatu, kalau tidak, tidak harus di depan istana kan. Tapi inget ya agenda-agenda itu tidak menutup tantangan kita ke depan, dan itu tidak harus diselesaikan dengan populisme. (far/jpg)