JAKARTA-Gagasan agar subsidi BBM bisa tepat sasaran terus digulirkan. Upaya melarang mobil pribadi agar tidak membeli BBM subsidi pun makin kencang disuarakan. Mobil ber-cc 1.500 pun haram minum premium.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo mengatakan, secara pribadi, dirinya ingin agar konsumsi BBMn
subsidi dikontrol secara ketat. “Karena itu, perlu ada aturan bahwa mobil di atas 1.500 cc wajib menggunakan pertamax,” ujarnya melalui email kepada wartawan, Minggu (8/4).
Tak hanya itu, sejalan dengan konsep pembatasan yang sebelumnya sempat dibahas pemerintah, Widjajono juga menyampaikan bahwa seharusnya mobil pribadi dengan kapasitas mesin di bawah 1.500 cc dilarang menggunakan BBM subsidi. “Jadi, harus menggunakan premix,” katanya.
Premix merupakan jenis BBM dengan angka oktan atau RON 90, jadi di atas premium yang memiliki RON 88, tapi di bawah pertamax yang memiliki RON 92. “Atau cara lainnya, mobil pribadi di bawah 1.500 cc harus membeli pertamax dulu sebelum membeli Premium dalam jumlah yang sama di SPBU (stasiun pengisian bahan bakar umum),” ucapnya.Artinya, jika pemilik mobil pribadi ingin membeli premium sebanyak 10 liter, maka dia harus terlebih dahulu membeli pertamax sebanyak 10 liter. Dengan demikian, BBM subsidi bisa lebih banyak disalurkan kepada masyarakat kurang mampu. “Karena itu, perlu juga dibuat aturan bahwa Premium hanya untuk angkutan umum dan sepeda motor,” jelasnya.
Namun, Widjajono mengatakan, upaya pembatasan konsumsi BBM subsidi tersebut juga harus dibarengi dengan peningkatan kualitas dan kuantitas moda transportasi angkutan umum. Tujuannya, agar masyarakat bersedia pindah dari kendaraan pribadi pada hari-hari kerja ke kendaraan umum. “Misalnya, busway di Jakarta harus diperbanyak,” ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, moda transportasi lain juga harus ditingkatkan untuk meminimalisir penggunaan kendaraan pribadi. Misalnya, layanan kereta api di dalam kota maupun luar kota. “Baik untuk angkutan orang maupun barang,” katanya.
Menurut Widjajono, sebenarnya perusahaan juga bisa ikut berperan dalam program penghematan BBM subsidi maupun upaya mengurangi kemacetan di Jakarta. Dia mencontohkan, grup usaha Medco memberikan converter kit CNG (Compressed Natural Gas) yang harga keekonomiannya Rp4.100 per liter setara premium, yang jika disubsidi maka harganya menjadi Rp3.100. “Converter kit itu diberikan kepada staf-stafnya,” ujarnya.
Adapun untuk karyawan yang tidak menggunakan mobil ke kantor, maka perusahaan milik Arifin Panigoro tersebut memberikan layanan bus atau kendaraan kantor berbahan bakar gas (BBG) untuk fasilitas antarjemput. “Kalau kebanyakan perusahaan berperilaku seperti Medco maka Jakarta tidak macet,” katanya.
Widjajono mengatakan, penggunaan BBG di Indonesia memang harus segera digenjot. Sebab, selain bisa mengurangi beban subsidi BBM, BBG juga lebih ramah lingkungan karena emisinya rendah.
Widjajono menceritakan, Kamis lalu (5/4), dia bersama Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono mengunjungi stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) di Surabaya. “Dari situ, kami melihat bahwa SPBU dapat digunakan untuk Daughter Station BBG dengan mengizinkannya menjual BBG. Untuk itu hanya dibutuhkan lahan 3 x 6 meter buat menaruh trailer dan dispenser,” jelasnya.
Menurut dia, meskipun pemerintah memberikan subsidi Rp1.000 per setara liter premium, namun itu masih jauh lebih ringan dibandingkan subsidi yang harus diberikan untuk BBM jenis Premium yang mencapai Rp5.000 per liter. “Mohon diingat bahwa pengalihan minyak tanah ke LPG dimasa lalu menghemat lebih dari Rp50 triliun per tahun. Saat ini tidak ada yang mau menggunakan minyak tanah untuk memasak apabila ada LPG,” ujarnya.
Widjajono mengatakan, terlepas dari polemik penolakan terhadap rencana kenaikan harga BBM subsidi, dia berharap agar semua pihak bisa melihat realitas dengan jernih.
Misalnya, ketika harga BBM subsidi sebesar Rp6.000 per liter, sudah banyak masyarakat yang berpindah ke busway dan transportasi umum. Namun, begitu harga BBM diturunkan lagi menjadi Rp4.500 per liter, maka banyak masyarakat yang kembali naik kendaraan pribadi. “Orang tidak menghemat energi, tetapi menghemat uang,” katanya.
Menurut dia, kalau seseorang menyikapi kenaikan harga BBM dengan arif maka pengeluarannya justru berkurang karena di hari-hari kerja menggunakan transportasi umum dan hanya menggunakan mobil pribadi di akhir pekan atau untuk silaturahmi. “Saya katakan, pengguna transportasi umum adalah Patriot karena menghemat uang negara, menghemat energi, dan ikut berperan mengurangi polusi,” ucapnya. (owi/nw/jpnn)
Pengamat: Jangan Buru-buru
Pengamat pemerintahan dari Medan, Mirza Nasution, sangat mendukung rencana wakil Menteri SDM bahwa pemilik kendaraan berkapasitas mesin mulai 1500 cc ke atas harus memakai pertamax. Namun, pemerintah jangan buru-buru mengambil kebijakan.
“Tujuannya bagus untuk membatasi pemakaian kendaraan. Saya yakin pemerintah punya data dan sumber serta perbandingann dengan negara lain, hal itu bisa dijadikan dasar tapi tidak hanya it. Pemerintah harus melihat budaya masyarakat,” kata Mirza melalui telepon selulernya, Minggu (8/4) malam.
Dijelaskannya kapasitas mesin di atas 1.500 cc untuk jenis mobil semimewah. “Ini membuktikan tujuannya untuk membatasi kendaraan bermotor dan pajak proporsionalnya,” jelasnya.
Menurutnya, pemerintah harus menyesuaikan juga dengan pendapatan perkapita kota Medan. “Kalau mau membatasi kendaraan bermotor di jalan raya harus disesuaikan dengan keadaan masyarakat, budaya dan kebiasan masyarakat. Namun kebijakan itu bolehlah dijadikan dasar,” cetusnya.
Lanjutnya, Pemko Medan pasti akan mematuhi kebijakan pemerintah untuk dilaksanakan. “Apakah sudah diprediksi akibat ekonominya bagaimana. Pemerintah harus memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat, jaminan kepastian hukum terutama memberikan manfaat dan rasa keadilan bagi semua pihak. Namun yang terpenting rasa keadilan dari sisi ekonomi dan kebijakan yang dikeluarkan,” pintanya.
Dikatakannya, pemerintah jangan terburu-buru dan harus memperhatikan beberapa aspek di Kota Medan. “Harus juga disesuaikan dengan daerah lain. Bagaimana prediksi kestabilan ekonomi ke depannya. Perlu juga dilihat dari sisi lainnya dari semua bidang dengan melibatkan campur tangan menteri yang terkait,” jelasnya.
Sedangkan Ketua DPRD Medan, Amiruddin mengaku belum mengetahui kabar tersebut. Namun, bila kebijakan dari pemerintah pusat, dia berharap kebijakan tersebut harus disesuaikan dengan kondisi daerah dengan penyesuaian Undang-Undang.
“Kalau memang ada peraturan akan dikaji pemerintah daerah sehingga kita harus survey dulu terhadap jumlah kendaraan yang jenis kendaraan cc-nya tinggi. Untuk itu, jumlah kendaraan harus dihitung dahulu dengan daerah lain baru bisa disesuaikan,” ungkapnya.
Dikatakannya, kendaraan di Kota Medan ada juga yang cc-nya tinggi dipakai untuk kepentingan umum seperti truk. “Apakah kebijakan itu berlaku untuk itu. Jadi, yang mana harus ditinjau ulang,” bebernya.
Menurutnya, pemerintah melihat dari penggunaan cc atau merek kendaraan yang digunakan. “Seperti jenis mobil mewah, cc rendah ada juga. Apakah itu harus dipatuhi juga. Tapi yang jelas, kebijakan tersebut harus dipatuhi. Tetapi UU yang dibuat pemerintah sudah dikaji ulang sehingga peraturan perundangan yang dibuat tidak memberatkan masyarakat,” pungkasnya. (adl)