BALIKPAPAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Direktur Keuangan PT Duta Manuntung Rudy Yulianto menjadi salah satu saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), pada sidang lanjutan kasus dugaan penggelapan dengan terdakwa Zainal Muttaqin, Selasa (17/10). Selain Rudy, JPU juga menghadirkan dua saksi lain yakni Dirut PT Indonesia Energi Dinamika (IED) dan notaris PPAT Hema Loka.
Pada sidang yang dipimpin Ibrahim Palino tersebut, Rudy Yulianto diberi pertanyaan terkait tugas sebagai Direktur Keuangan PT Duta Manuntung pada 2017-2018 silam, dan sejauh mana dia mengetahui soal aset yang saat ini menjadi objek sengketa.
Sejak awal, kata Rudy, aset yang selama ini menjadi objek sengketa sudah tercatat sebagai aset perusahaan. Kendati, dalam sertifikat tertulis nama Zainal Muttaqin. Hal ini, sebut Rudi berkaitan dengan kepraktisan untuk keperluan ekspansi bisnis maupun mengurus izin.
Tak hanya Zainal Muttaqin, di PT Duta Manuntung, ada juga aset perusahaan yang menggunakan nama pengurus/direksi, seperti Dahlan Iskan, almarhum Imbran hingga almarhum Zainal Abidin (Aco). Namun, kata Rudy, semua aset tersebut saat ini sudah melalui proses balik nama menjadi PT Duta Manuntung.
Rudy menambahkan, aset-aset tersebut juga sudah dilakukan pembayaran pajaknya oleh PT Duta Manuntung dengan uang perusahaan dan bukan uang pribadi terdakwa. “Karena memang saya sempat mengurus semua pembayaran (PBB) terhadap aset-aset perusahan ini. Termasuk semua aset yang lain,” kata Rudy menjelaskan.
Pada 2016 silam, PT Duta Manuntung juga mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty) yang diberikan pemerintah. Dalam laporan tax amnesty tersebut, PT Duta Manuntung juga menyertakan detail aset yang saat ini jadi objek sengketa sebagai aset perusahaan, termasuk SHM 1313, 3146, SHGB 4992 dan 4993 pada Lampiran A.
Detail aset yang dilampirkan tersebut, kata Rudy hanya sebatas syarat administrasi, dan tidak masuk dalam objek yang mendapatkan pengampunan pajak. Apalagi, lanjut dia, aset-aset itu juga sudah tercatat dalam SPT tahunan jauh sebelum pemberlakukan tax amnesty. “Sebab pajaknya selalu dibayarkan dan tercatat sebagai aset,” kata dia.
Lebih lanjut Rudy meneruskan, jika aset-aset tersebut merupakan milik terdakwa, maka tidak akan bisa dimasukkan dalam objek pengampunan pajak. Apalagi, aset-aset itu ada di dalam laporan keuangan PT Duta Manuntung. Yang justru menjadi objek pengampunan pajak, sebut Rudy adalah piutang PT Kaltim Energi Power dan rekening giro serta aset lain yang belum terdaftar.
Pada tahun 2016, Rudy juga mengaku sempat membantu terdakwa mengurus SPT dan tax amnesty. Dalam laporan tax amnesty tersebut, Rudi memastikan tak ada aset yang saat ini menjadi objek sengketa, yang dilaporkan sebagai aset milik terdakwa.
Dalam sidang itu, Rudy juga menjelaskan kronologis, keluarnya sejumlah sertifikat atas nama Zainal Muttaqin dan Dahlan Iskan dari brankas perusahaan, pada akhir Januari 2018 silam. Keluarnya sertifikat itu, kata Rudy bermula saat PT JJMN (induk PT Duta Manuntung) meminta kepada seluruh anak perusahaan untuk mengurus proses balik nama aset yang masih menggunakan nama pengurus/direksi menjadi nama perusahaan. “Surat perintah itu atas nama Zainal Muttaqin selalu Dirut PT JJMN,” kata dia.
Surat tersebut baru ditindaklanjuti pada akhir Januari 2018. Ditandai dengan keluarnya sertifikat atas nama terdakwa Zainal Muttaqin dari brankas perusahaan. Tujuannya, kata Rudi untuk balik nama menjadi nama perusahaan. “Yang menerima (sertifikat) adalah Pak Salahudin selaku Wakil Direktur PT Duta Manuntung,” kata Rudy.
Namun Rudy mengaku tak tahu menahu soal kelanjutan proses balik nama sertifikat-sertifikat tersebut, sebab pada pertengahan 2018 sudah tak bekerja di PT Duta Manuntung.
Terhadap keterangan saksi Rudy, terdakwa Zainal Muttaqin sempat menuding saksi sedang berbohong. Terhadap komentar tersebut, Ketua Majelis Hakim sempat menegur terdakwa. Zainal menyanggah sejumlah keterangan saksi, seperti pernah melihat sertifikat di brankas pada tahun 2006 lalu, karena pada tahun itu tidak ada di brankas. Soal tax amnesty, Zainal juga berbeda pandangan dengan Rudy. Dia menyebut, laporan tax amnesty merupakan laporan terhadap aset yang belum terdaftar, bukan aset yang sudah terdaftar.
Sementara saksi Hema Loka, dalam keterangannya pada persidangan membenarkan sempat bertemu dengan perwakilan PT Duta Manuntung untuk mengurus proses balik nama sertifikat 1067 atas nama Dahlan Iskan. Yang menyerahkan sertifikat asli adalah Raiza, staf dari Salahudin (Wakil Direktur). “Saya menjelaskan prosedur untuk balik nama ini kepada Raiza. Seingat saya 2017 atau 2018,” kata Hema Loka.
Namun, proses balik nama sertifikat tersebut tak kunjung terealisasi, dengan sejumlah alasan. Ada beberapa berkas atau blanko yang mesti diisi oleh Dahlan Iskan dan sejumlah pihak tidak dipenuhi.
Karena tak kunjung terealisasi, Hema Loka meminta Salahudin untuk mengambil sertifikat asli atas nama Dahlan Iskan. Saksi Daniel Mahendra, pada sidang juga menjelaskan soal adanya tagihan sebesar Rp 200 miliar kepada PT IED. Daniel, juga mengetahui adanya perjanjian antara Zainal Muttaqin dan Marshudi Sukmono, yang isinya mengajukan kredit bank dengan jaminan sertifikat 1313, 3146 dan 9065. Di mana ketiganya merupakan objek yang saat ini menjadi objek perkara penggelapan. (rel/sih)