MEDAN, SUMUTPOS.CO – Anggota DPD RI asal Sumatera Utara, Muhammad Nuh mendukung penuh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumut dalam menjaga akidah umat. Dukungan ini disampaikan Nuh saat menghadiri sosialisasi yang digelar MUI Sumut di kantor mereka, Selasa (24/10/2023), terkait gugatan yang dilayangkan Majelis Pengkajian Tauhid Tasawuf Indonesia (MPTTI) di Pengadilan Negeri Medan.
Diketahui, gugatan itu karena MPTTI tidak terima MUI melarang mereka membuat acara zikir di Medan. Saat ini, gugatan tersebut telah memasuki sidang keenam atau pemeriksaan saksi fakta.
Menurut Nuh, ada pun alasan MUI Sumut melarang acara yang digelar MPTTI tersebut, karena dalam ajarannya, MPPTI menegaskan bahwa Muhammad itu adalah Allah, sehingga ajaran itu diduga sesat. “Pemikiran nyeleneh seperti ini akan menimbulkan kegaduhan dan merusak kondusifitas yang sudah ada. Saya pribadi mendukung sikap MUI Sumut yang telah memprotes pemikiran mereka yang menyatakan Muhammad itu Allah,” kata Nuh.
Nuh juga menegaskan, sikap MUI Sumut ini juga didukung penuh oleh MUI Pusat. Hal ini dibuktikan dengan keluarnya Fatwa MUI Nomor 72 tentang pemahaman Muhammad itu Allah pada 12 Oktober lalu. “Sudah sepatutnya kita mendukung, mengikuti, dan menyebarkan Fatwa MUI Nomor 72 ini,” lanjutnya.
Muhammad Nuh yang saat ini juga diamanahi sebagai Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI Sumut mengingatkan agar umat Islam tidak terjebak dalam aliran sesat. Karenanya perlu mengetahui 10 kriteria aliran sesat menurut Majelis Ulama Indonesia.
Pertama, mengingkari salah satu dari rukun iman yang enam. Kedua, meyakini atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan Al Quran dan Sunnah. Ketiga, meyakini turunnya wahyu setelah Al Quran. Keempat, mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Al Quran. Dan kelima, melakukan penafsiran Al Quran yang tidak berdasarkan kaidah kaidah tafsir.
Kemudian yang keenam, mengingkari kedudukan hadis nabi sebagai sumber ajaran Islam. Ketujuh, menghina, melecehkan, dan atau merendahkan para Nabi dan Rasul. Kedelapan, mengingkari Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir. Kesembilan, mengubah, menambah, dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh Syariah, seperti Haji tidak ke Baitullah, salat wajib tidak 5 waktu. Dan terakhir, mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i seperti mengkafirkan sesama muslim karena bukan kelompoknya pungkasnya. (rel/adz)