Tandem nursing adalah proses memberikan ASI kepada lebih dari satu bayi secara bersamaan. Sebelumnya, istilah itu awam bagiku. Tetapi, di luar negeri hal tersebut populer dan biasa dilakukan. Aku mengetahuinya setelah hamil anak ketiga. Aku sangat tertarik dengan pengetahuan seputar ASI. Sebab, sebelumnya, menyusui sangat susah dilakukan atau bisa dibilang gagal diterapkan pada putri pertama.
Kemudian tu menjadi sangat mudah dan sukses diterapkan pada putra kedua. Kegagalan menyusui anak pertama disebabkan kurangnya pengalaman, belum cukupnya pengetahuan, serta kurangnya persiapan setelah melahirkan.
Berawal dari situ serta perasaan bersalah karena belum bisa memberikan yang terbaik bagi putri pertama, aku terpacu untuk bisa menyusui anak kedua sampai berumur dua tahun. Karena itu, aku berusaha untuk memberikannya kepada buah hatiku. Keinginanku tersebut, ternyata, tidak gampang diwujudkan. Ada saja masalahnya. Usia anak pertama dan anak keduaku berjarak 1,5 tahun. Usia anak kedua dan anak ketiga berjarak setahun tiga bulan.
Aku memang tidak berniat untuk ikut program keluarga berencana (KB). Sebab, menurut sejarah keluarga, tanpa ikut KB pun, ibuku susah punya anak. Itu dikhawatirkan terjadi padaku. Sebenarnya, kekhawatiran sulit punya anak tersebut tidak beralasan. Itu hanya mitos. Buktinya, setelah anak pertamaku berumur sembilan bulan, aku hamil sebulan. Saat aku mengandung anak ketiga, anak keduaku baru berumur enam bulan.
Tidak seperti kelahiran anak pertama dan kedua, kehamilan anak ketiga membuat aku galau. Aku harus menghentikan pemberian ASI bagi anak keduaku karena harus ada nutrisi yang cukup untuk janin yang aku kandung.
Setelah bertanya sana-sini, aku disarankan untuk menghentikan pemberian ASI bagi anak kedua dan fokus pada pemberian nutrisi bagi janin. Tetapi, aku tidak tega saat melihat putra keduaku disapih secepat itu karena sudah punya adik. Bayangkan, dia disapih saat baru saja mengenal makanan lembut dan masih sangat kecil. Aku mencari solusi dengan mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya tentang masalah yang aku hadapi.
Ada beberapa dokter yang melayani konsultasi di internet. Dia menjelaskan bahwa ibu boleh memberikan ASI saat mengandung. Asal, nutrisi bagi anak yang disusui dan anak yang sedang dikandung tercukupi serta ibu tidak mengalami gangguan kesehatan (malanutrisi). Berbekal informasi tersebut, aku membulatkan tekad untuk tetap menyusui. Itu terus aku lakukan sampai menjelang melahirkan. Pada saat-saat menjelang persalinan, kekhawatiranku muncul kembali. Bagaimana nanti anak keduaku saat aku berada di rumah sakit dan bagaimana perasaannya?
Aku ingin meminimalkan perasaan sakit hati dan perasaan tersingkirkan karena kelahiran adik. Aku tidak ingin dia jadi rewel dan tantrum saat adiknya butuh full perhatian. Suatu saat, aku membaca kisah seorang ibu, Arifah Handayani, yang menyusui anaknya saat mengandung. Dia juga menyusui anak pertamanya bersamaan dengan bayinya yang baru dilahirkan. Dari cerita tersebut, aku tahu istilah tandem nursing.
Terinspirasi Bu Arifah, aku terpacu untuk terus memberikan ASI sampai anak keduaku berumur dua tahun. Bu Arifah adalah seorang full-time mom yang menerbitkan buku parenting berjudul Smart Parenting with Love. Dia juga merupakan pendiri komunitas smart parenting di Facebook. Belajar dari pengalamannya dalam memperjuangkan pemberian ASI untuk buah hatinya, aku mencoba untuk meniru dengan memberikan yang terbaik bagi buah hatiku.
Saat waktu persalinan tiba, mulailah perjuangan yang penuh drama di hari pertama putra keduaku menangis. Dia menangis saat melihat aku yang menyusui adiknya. Akhirnya, aku menyusui dia dan adiknya secara bergantian. Dia sering menangis dan menarik-narik adiknya supaya aku tidak menyusui lagi. Lama-kelamaan, dia mau disusui bareng adiknya.
Aku merasa sangat bersyukur. Sebelum melahirkan anak ketiga, aku takut kalau bayiku mengalami kekurangan nutrisi. Ternyata, ketakutanku tidak beralasan. Kalau nutrisinya cukup, bayi akan sehat.
Anak kedua saya juga tidak gampang sakit karena minum ASI terus. Bayangkan saja kalau anak keduaku disapih. Dia jadi merasa tersisih, rewel, dan gampang sakit. Yang lebih ruwet, aku harus menyusui dan membuatkan susu kaleng bersamaan. Hidup adalah pilihan dengan berbagai konsekuensinya. Aku bersyukur suami dan orang-orang terdekat mendukung. Hidup ASI. Hidup anak Indonesia. (*)