Dari Diskusi di Pasca Sarjana Magister Studi Pembangunan USU
MEDAN-Munculnya perbedaan pendapat mengenai pasal 7 ayat 6a perubahan UU No 22/2011, tentang APBN 2012 ditanggapi anggota DPR RI dari Komisi VII, Jhonny Allen Marbun. Perubahan UU itu hanya sebagai bagian untuk mengantisipasi jika ada kenaikan harga minyak yang lebih tinggi.
Demikian disampaikannya dalam diskusi terbatas tentang formulasi Pasal 7 ayat 6a perubahan UU No 22/2011, tentang APBN 2012 di Pasca Sarjana Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara, akhir pekan kemarin.
Jhonny membeberkan, sesuai amanat konstitusi bahwa dasar hukum perubaan APBN 2012 diatur dalam UU No 22/2011, tentang APBN 2012 pada pasal 42. Di pasal itu ada aturan yang menyebutkan asumsi makro ekonomi yang digunakan dalam penyusunan APBN-P 2012 yakni, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5 persen atau lebih rendah dari asumsi APBN 2012 sebesar 6,7 persen.
Selanjutnya, inflasi sebesar 6,8 persen, tingkat suku bunga SBN disepakarti 5 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diproyeksikan Rp9 ribu, dan harga minyak diproyeksikan sebesar 105 dolar per barel atau lebih tinggi jika dibandingkan asumsi APBN 2011 sebesar 90 dolar per barel serta lifting minyak diperkirakan sebesar 930 ribu barel per hari atau lebih rendah dari asumsi APBN 2012 sebesar 950 barel per hari.
Dia menyebutkan, pendapatan negara dalam APBN-P 2012 diperkirakan sebesar Rp1.358,2 triliun, naik sebesar Rp46,8 triliun dibandingkan dengan APBN 2012 sebesar Rp1.311,4 triliun, sementara itu besaran anggaran belanja negara dalam APBN-P 2012 diperkirakan mencapai Rp1.548,3 triliun, jumlah tersebut menunjukkan adanya peningakatan sebesar Rp112,9 triliun atau 7,86 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan pagu anggaran belanja negara, yang ditetapkan dalam APBN tahun 2012 sebesar Rp1.435,4 triliun.
Sementara itu, Direktur Pasca Sarjana MSP USU, Prof DR HM Arif Nasution MA mengatakan, digelarnya diskusi ini sebagai bagian untuk melihat kegaualan masyarakat dalam melihat pasal 7 ayat 6a. Dari pasal tersebut juga muncul gejolak di civitas akademika bisa langsung mendengarkan apa yang sedang terjadi. “Ini sebagai bagian upaya untuk menciptakan interaksi langsung antara civitas akademika dengan badan anggaran DPR RI,” ujarnya.(ril)