32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Mekanisme Capres Golkar tak Jelas

JAKARTA–Desakan agar Partai Golkar segera menetapkan mekanisme survei untuk penentuan bakal calon presiden yang hendak diusung kembali menguat. Selain harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, partai berlambang beringin ini juga diharapkan bisa menetapkan lembaga yang nantinya akan melakukan survei dengan kriteria yang telah ditentukan.

“Dalam berbagai kesempatan, Pak Ical (Aburizal Bakrie, Ketua Umum Golkar) menyatakan bahwa capres Partai Golkar akan ditentukan antara lain melalui survei. Tapi terus terang sampai hari ini, cara itu belum dirumuskan dan diputuskan mekanisme survei yang seperti apa,” kata Ketua DPP Partai Golkar, Hajriyanto Y Tohari di gedung parlemen, Senayan, kemarin (16/4).

Padahal, lanjutnya, kriteria survei dan lembaga survei tersebut amat penting untuk dijadikan dasar pertimbangan mengenai ketokohan seseorang yang akan diusung oleh partai sebagai capres mendatang. Selain itu, hasil survei mengenai elektabilitas Ical (lihat grafis) yang sudah ada belum bisa menjadi alat penentu tokoh yang bakal diusung partai.

“Bagaimanapun survei itu penting, baik di luar maupun di intern, namun itu masih belum bisa dijadikan sebagai kriteria penentu capres Golkar. Sebab, survei untuk dasar penentuan capres dari partainya itu pun mestinya tidak hanya dilakukan satu lembaga saja,” papar Wakil Ketua MPR ini.

Karena itu Hajriyanto mengaku mendukung gagasan penentuan capres berdasarkan hasil survei ini daripada melalui konvensi, karena ukuran popularitas dapat dilihat lebih jelas. “Saya rasa daripada gagasan konvensi, lebih baik mekanisme survei karena bisa menjadi ukuran popularitas. Untuk itu partai tinggal membuat keputusan saja rumusan survei dan kriteria lembaga survei untuk menentukan capres tersebut,” terangnya.

Soal lembaga survei siapa yang akan dipakai, Hajriyanto mengatakan tentu akan menggunakan lembaga survei yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademis dan metodologis, agar bisa menggambarkan elektabilitas dan popularitas partai secara detail dan gamblang.

“Maka dari itu harus survei kredibel ilmiah dan oleh lembaga yang bereputasi tinggi dan tak menggantungkan pada satu lembaga tapi beberapa lembaga. Ada second opinion dan bench mark, lalu diambil rata-rata taruhlah tiga atau empat,” ujarnya.

Sebelumnya Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung mengatakan, hingga kini belum ada pembicaraan khusus mengenai mekanisme penetapan capres dari Golkar. “Yang ada tiba-tiba ada dukungan dari DPD-DPD,” katanya.

Menurut Akbar, sejak jauh hari Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie menekankan penetapan calon presiden dari Golkar perlu didasarkan pada hasil survei. Selama ini penetapan kepala daerah yang maju melalui Golkar juga mengacu kepada hasil survei. “Ini kita perlu duduk bersama dulu, kita selesaikan baik-baik,” ajak Akbar.

Golkar pernah menggunakan sistem konvesi dalam menetapkan calon presiden semasa kepemimpinan Akbar. Namun, jika hal itu sudah dianggap tak sesuai dengan kondisi situasi saat ini, Akbar setuju harus dicarikan alternatif baru. “Tapi apa? Ini juga yang harus dipikirkan,” kata mantan Mensesneg di era Soeharto itu.

Apapun itu, menurut Akbar yang terpenting perlu dibicarakan terlebih dahulu dan harus merepresentasikan sistem demokrasi. Itu dia nilai penting untuk menjawab berbagai hasil survei yang sudah ada. “Saya juga orang yang disurvei, meski elektabilitasnya kecil,” jelasnya. (dms)

JAKARTA–Desakan agar Partai Golkar segera menetapkan mekanisme survei untuk penentuan bakal calon presiden yang hendak diusung kembali menguat. Selain harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, partai berlambang beringin ini juga diharapkan bisa menetapkan lembaga yang nantinya akan melakukan survei dengan kriteria yang telah ditentukan.

“Dalam berbagai kesempatan, Pak Ical (Aburizal Bakrie, Ketua Umum Golkar) menyatakan bahwa capres Partai Golkar akan ditentukan antara lain melalui survei. Tapi terus terang sampai hari ini, cara itu belum dirumuskan dan diputuskan mekanisme survei yang seperti apa,” kata Ketua DPP Partai Golkar, Hajriyanto Y Tohari di gedung parlemen, Senayan, kemarin (16/4).

Padahal, lanjutnya, kriteria survei dan lembaga survei tersebut amat penting untuk dijadikan dasar pertimbangan mengenai ketokohan seseorang yang akan diusung oleh partai sebagai capres mendatang. Selain itu, hasil survei mengenai elektabilitas Ical (lihat grafis) yang sudah ada belum bisa menjadi alat penentu tokoh yang bakal diusung partai.

“Bagaimanapun survei itu penting, baik di luar maupun di intern, namun itu masih belum bisa dijadikan sebagai kriteria penentu capres Golkar. Sebab, survei untuk dasar penentuan capres dari partainya itu pun mestinya tidak hanya dilakukan satu lembaga saja,” papar Wakil Ketua MPR ini.

Karena itu Hajriyanto mengaku mendukung gagasan penentuan capres berdasarkan hasil survei ini daripada melalui konvensi, karena ukuran popularitas dapat dilihat lebih jelas. “Saya rasa daripada gagasan konvensi, lebih baik mekanisme survei karena bisa menjadi ukuran popularitas. Untuk itu partai tinggal membuat keputusan saja rumusan survei dan kriteria lembaga survei untuk menentukan capres tersebut,” terangnya.

Soal lembaga survei siapa yang akan dipakai, Hajriyanto mengatakan tentu akan menggunakan lembaga survei yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademis dan metodologis, agar bisa menggambarkan elektabilitas dan popularitas partai secara detail dan gamblang.

“Maka dari itu harus survei kredibel ilmiah dan oleh lembaga yang bereputasi tinggi dan tak menggantungkan pada satu lembaga tapi beberapa lembaga. Ada second opinion dan bench mark, lalu diambil rata-rata taruhlah tiga atau empat,” ujarnya.

Sebelumnya Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung mengatakan, hingga kini belum ada pembicaraan khusus mengenai mekanisme penetapan capres dari Golkar. “Yang ada tiba-tiba ada dukungan dari DPD-DPD,” katanya.

Menurut Akbar, sejak jauh hari Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie menekankan penetapan calon presiden dari Golkar perlu didasarkan pada hasil survei. Selama ini penetapan kepala daerah yang maju melalui Golkar juga mengacu kepada hasil survei. “Ini kita perlu duduk bersama dulu, kita selesaikan baik-baik,” ajak Akbar.

Golkar pernah menggunakan sistem konvesi dalam menetapkan calon presiden semasa kepemimpinan Akbar. Namun, jika hal itu sudah dianggap tak sesuai dengan kondisi situasi saat ini, Akbar setuju harus dicarikan alternatif baru. “Tapi apa? Ini juga yang harus dipikirkan,” kata mantan Mensesneg di era Soeharto itu.

Apapun itu, menurut Akbar yang terpenting perlu dibicarakan terlebih dahulu dan harus merepresentasikan sistem demokrasi. Itu dia nilai penting untuk menjawab berbagai hasil survei yang sudah ada. “Saya juga orang yang disurvei, meski elektabilitasnya kecil,” jelasnya. (dms)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/